
[⭐] 18 - Perjalanan Menuju Rumah
Aku memberanikan diri
bertanya padamu:
maukah kamu membiarkanku
mengantarmu?
Dan kamu mengangguk.
⭐
Orion nggak tahu apa yang merasukinya. Dia baru akan pulang saat melihat Ghea masih berdiri di depan gerbang, menelepon seseorang. Awalnya dia ragu-ragu, tapi diputuskannya untuk mendekati cewek itu.
"Sedari tadi, lo belum pulang?"
Pertanyaan yang sangat bodoh, memang. Jelas-jelas Ghea masih di sekolah.
"Iya, Kak. Tadi ada temen mau jemput, cuma batal."
Orion buru-buru mengangguk. Jantungnya berdebar lebih cepat saat melihat senyum Ghea.
Astaga, serius deh, Orion nggak benar-benar paham kenapa dia sangat menyukai senyum Ghea.
Orion mematikan mesin motor. Seaneh apa pun perasaannya, dia merasa bertanggung jawab menemani Ghea. Biar bagaimanapun, Ghea pulang sesore ini karena ada kegiatan klub jurnalistik. Sebagai anggota dan mentor, Orion merasa wajib menemani pemagangnya hingga pulang dengan selamat.
"Lo... nggak balik, Kak?"
Orion yang sedang membuka Twitter membalas asal, "Bentar lagi."
"Oh, ya udah, gue balik duluan."
Orion mendongak. Dia nggak melihat kendaraan yang bergerak mendekati gerbang sekolah. "Udah dijemput?"
"Gue naik bus."
Orion terdiam sejenak, mulai ragu. Rumah Ghea cukup jauh untuk ditempuh dengan bus---lagian, sekarang sudah sore. Entah jam berapa Ghea sampai di rumah.
Karenanya, Orion nggak heran saat dia berceletuk, "Bareng aja."
Astaga, sekali ini saja, Orion ingin mengikuti kata hatinya.
"Lo bawa helm, kan?" tanya Orion saat Ghea nggak merespons. "Cepet, keburu malem."
Keburu Orion berubah pikiran juga, sebetulnya. Dia masih nggak tahu kenapa dia bertindak begitu impulsif sore ini. Meski begitu, dia membiarkannya.
Ghea naik, dan mereka segera melaju. Orion masih ingat jalan menuju rumah Ghea. Sepanjang perjalanan, Ghea nggak banyak melakukan pergerakan.
"Temen lo yang waktu itu ke mana, emang?" tanya Orion saat lampu sedang merah.
"Hm?" Ghea menggumam. "Yang mana?"
"Yang nganterin lo pas makrab."
"Oh." Ghea terdiam sebentar. "Dia harusnya jemput, tapi mendadak ada urusan."
Orion hanya mengangguk.
"Lo... kenal Surya, Kak?"
"Nggak." Orion bahkan baru ingat nama cowok itu Surya. "Harus?"
"Enggak, tapi lo inget kalau dia yang nganter gue makrab. Gue kira lo kenal."
Orion diam saja, karena dia nggak mau mengakui kalau alasannya ingat pada Surya adalah karena dia ingat memperhatikan drama kecil di antara Ghea dan Surya. Kalau dipikir-pikir, Orion mengingat yang nggak seharusnya.
Mereka berkendara dalam diam setelahnya. Rumah Ghea sudah dekat, hanya sekitar lima menit lagi. Orion sudah ingat di mana rumah Ghea, meski dia baru pertama kali ke sana.
"Makasih, Kak," ujar Ghea seraya melepas helmnya. "Maaf, jadinya harus nganterin."
"Santai," balas Orion cepat. Dia segera menyesalinya. "Gue duluan."
Jika Orion terus-terusan bersikap impulsif seperti ini, entah apa dampaknya pada perasaannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro