[☀️] 1 - Teori Geosentris
jika aku bisa memilih
aku akan menjadikanmu milikku
tapi dalam permainan bernama cinta
pilihanmu juga penting
dan aku tidak boleh egois
☀️
"Menurut lo, klub jurnalistik itu ngapain aja?"
Surya memperhatikan Ghea. Sedari tadi, sahabatnya sejak SMP itu masih memelototi foto poster rekrutmen klub jurnalistik. Nggak bisa diragukan lagi, Ghea tertarik ikut klub itu. Tapi Surya ragu, kesukaan Ghea pada dunia tulis-menulis adalah satu-satunya alasannya ingin ikut klub jurnalistik.
Oh ya, Surya jelas-jelas bisa melihat kalau Ghea tertarik pada cowok tadi. Siapa sih, cowok itu? Kenapa Ghea bisa tertarik pada cowok itu dalam satu pertemuan saja---yang bahkan nggak bisa disebut "pertemuan" saking singkatnya---sementara Ghea nggak pernah bisa tertarik padanya?
Surya terdengar seperti cowok yang cemburu, tapi memang itu kenyataannya. Surya cemburu.
"Ya menurut lo?" Surya mendengus, mengusir rasa cemburunya pergi. "Namanya klub jurnalistik ya pasti ngurusin majalah, ngeliput event-event sekolah, dan kerjaan lainnya."
"Bakalan ribet banget, nggak?"
Ghea adalah orang paling pemalas yang Surya kenal. Surya nggak tahu darimana gen itu berasal, karena sejauh yang dia ingat, kedua orangtua Ghea rajin-rajin. Ghea cuma rajin mengkhayal, rajin pulang, rajin tidur, serta rajin makan.
"Mana gue tau." Surya mengedikkan bahu. "Ikut aja lah, biar lo nggak males-males banget."
"Temenin gue dong, Sur," rengek Ghea.
Surya menggeleng. Selain dia nggak tertarik mengurusi majalah sekolah dan lebih senang ikut Sains Klub Astronomi, dia nggak mau menambah kegiatannya. Dia sudah berjanji untuk nggak terlalu banyak kegiatan. Ikut sains klub saja sudah hampir diprotes, apalagi kalau dia ikut juga klub jurnalistik.
"Ih, jahat lo."
"Udah saatnya lo menambah lingkaran pertemanan di luar gue, Ghe. Emang lo mau temenan sama gue terus? Nggak bosen?"
Ghea menggerutu lagi, lalu menelungkupkan kepala di atas meja. "Bosen sih. Tapi mana mungkin Bumi bosen ngelihat Matahari? Udah kewajiban, kali."
Iya, Ghea tahu Surya adalah Mataharinya, dan Surya paham kalau Ghea adalah Buminya. Tapi, seharusnya, yang punya kecenderungan untuk bergantung pada yang lain adalah Ghea sebagai Bumi. Tanpa matahari, bumi akan musnah.
Namun, dalam kasus ini, justru Surya yang terlalu "bergantung" pada Ghea. Surya adalah matahari yang membutuhkan dan mencintai buminya, melebihi Ghea membutuhkan dan mencintainya.
Dalam kasus ini, bukan Teori Heliosentris yang dicetuskan Copernicus yang berlaku, tapi Teori Geosentris. Ghea-lah pusat semesta Surya, bukan sebaliknya.
"Anyway," kata Surya mengalihkan pembicaraan, "lo nggak usah takut ikut klub itu. Lagian, lo juga bisa pedekate sama cowok tadi."
Wajah Ghea memerah. "Apaan sih? Gue kan nyari klub buat memenuhi kewajiban ikut ekstrakurikuler, bukan buat pedekate."
Surya hanya mengedikkan bahu. Dia lebih tahu dari itu---pipi Ghea yang memerah menjelaskan semuanya dengan baik. Perasaan Ghea tergambar jelas dalam setiap tingkah lakunya. Nggak ada yang tersembunyi sedikit pun.
Seandainya perasaan Surya juga segamblang itu, apakah Ghea akan membalas perasaannya? Surya sama sekali nggak berani membayangkannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro