14. Rubi Merah
"Rubi merah. Memiliki makna cinta dan perdamaian. Tetapi dalam hiduku, aku tidak pernah merasakan adanya cinta dan aku tidak menyukai perdamaian." - Eris
"DEMI KEBAIKAN, AKU AKAN GUNAKAN KEKUATAN!" teriak Aquila. Dalam sekejap tubuhnya berubah menjadi seekor elang. Ia mengepakkan sayapnya untuk melepaskan cengkraman para pengawal. Lalu terbang secepat mungkin menuju Eris.
Aquila mengarahkan cakaran kakinya tepat pada wajah Eris, sehingga pria tersebut mebgerang kesakitan karena mendapatkan tetesan darah bekas cakaran di pipi kirinya. Pedang yang awalnya ia arahkan pada Althea, terhempas jauh ke belakang. Laki-laki itu mundur beberapa langkah, ia berusaha melepaskan cengkraman gadis itu di wajahnya.
"ALTHEA BANGUN!" teriak Scorpio memperingatkan. Gadis itu terpaku memikirkan kejadian apa yang baru saja hampir terjadi.
"ALTHEA, SEMBUNYI!" titah Scorpio lagi. Laki-laki itu sibuk melawan dua pengawal Eris yang menangkap Aquila tadi.
Kakinya menendang salah satu pengawal tersebut, namun gagal. Pengawal itu pun memukulnya dengan pedang, tetapi beruntung ia bisa menghindari serangan itu. Tak lama, pengawal yang satu lagi datang. Kini ia dikepung oleh kedua pengawal di pojok ruangan.
Scorpio menunduk menghindari serangan pedang dari salah satu pengawal. Setelah pengawal itu gagal menyerangnya, Scorpio menarik tangan sang pengawal dan memelintirnya ke belakang. Pengawal itu berteriak kesakitan.
"Aku tak menyangka, sekarang kau menjadi pelayan Eris," ucap Scorpio sedikit berbisik, "aku pikir selama ini, ayah terlalu baik padamu pengkhianat!"
Scorpio membanting pengawal itu ke lantai. Terdengar suara retakan di bawah sana. Ia tak tahu apa yang retak dan ia tak peduli itu. Fokusnya kini pada pedang yang tergeletak di lantai.
Ia beralih meraih pedang tersebut, lalu menggunakannya untuk melawan pengawal kedua. Terjadilah adu pedang di antara mereka. Aquila juga sibuk mengalihkan perhatian Eris dengan terus mencakarnya.
Althea bingung, apa yang bisa ia lakukan untuk membantu kedua temannya. Ia celingak-celinguk mencari sesuatu yang memungkinkan untuk dirinya gunakan. Althea menemukan pedang milik Eris masih terdampar di lantai. Dengan langkah tertatih, gadis itu mengambil pedang dengan susah payah. Ia memegang pedang itu dengan tangan bergetar. Sebelumnya ia tak pernah memegang benda tajam apapun, kecuali pisau kecil di rumahnya.
Sekarang ia kembali di buat bingung harus membantu siapa terlebih dulu. Aquila atau Scorpio. Setelah beberapa detik berpikir, ia putuskan untuk membantu Scorpio terlebih dulu. Laki-laki itu terlihat semakin terpojok. Saat pedang pengawal hampir mengenai kepala laki-laki itu, dengan gerakan secepat mungkin Althea menahannya dengan pedang yang ada di tangannya.
Scorpio menyadari gadis itu tak mampu bertahan lama untuk menolongnya. Dengan segera, ia menjauh dari sasaran pedang sang pengawal. Perang pedang itu berganti antara pengawal itu dengan Althea. Gadis itu nampak kesulitan.
"Althea, buat dia terpojok!" titah Scorpio. Laki-laki itu mengikuti kedua orang tersebut di belakang Sang Pengawal. Saat pengawal itu lengah, ia menancapkan kukunya di tengkuk pengawal itu. Pengawal itu terkejut dan pedang yang ia pegang jatuh begitu saja, bersamaan dengan tubuhnya yang jatuh ke tanah.
"Pio, Aquila kewalahan!" ucap Althea seraya menunjuk Aquila yang sedang terbang tak tentu arah. Kekuatan Gadis itu telah terkuras banyak karena dia harus menangani Eris sendirian.
Scorpio datang bersama Althea dengan pedang yang telah ditukar. Scorpio memegang pedang milik Eris dan Althea memegang pedang yang lebih kecil milik pengawal.
"Aku kira kamu bukan laki-laki lemah, Eris. Ternyata aku salah. Bahkan seorang perempuan pun rela kamu lawan demi kekuasaan," sahut Scorpio lantang. Eris berhenti melawan Aquila yang telah lemah. Lalu berbalik arah jadi menghadap Scorpio.
"Wow, lihat. Ada yang ingin menjadi pahlawan super rupanya," ujar Eris meremehkan. Pria itu melangkah lebih dekat pada Scorpio.
Scorpio berdiri dengan waspada, mengantisipasi segala hal yang mungkin saja musuhnya itu akan lakukan. Tetapi Eris tak berhenti tepat di hadapannya, melainkan di depan permata rubi merah yang sejak tadi menjadi saksi bisu pertempuran mereka.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Scorpio tak mengerti. Ruangan hening, menyisakan suara pergerakan Eris yang hendak mengambil permata itu. Detik berikutnya adalah hal yang tidak mereka sangka. Pria itu mengambil permata dan dengan cepat terbang keluar ruangan.
"ERIS!" teriak Scorpio murka. Di belakangnya, Althea menepuk pundak Scorpio pelan. Lalu berbisik, "Tenangkan dulu diri lo, Pio. Keadaan Aquila lebih buruk sekarang."
Althea yang melihat Aquila telah kembali menjadi manusia pun segera mendekati gadis itu. Menanyakan keadaannya dan membawanya bersandar di dinding. Aquila memejamkan matanya. Energinya cukup lemah sekarang, dia butuh istirahat.
"Aku akan mengejar Eris. Kalian tetap lah di sini," ucap Scorpio hendak berdiri lagi.
"Ti ... dak, gue ikut," ucap Aquila terbata. Scorpio terkejut mendengarnya.
"Kekuatan lo lemah, Aquila," ujar Scorpio lagi.
"Lo ngeremehin cewek sekuat Gue, Scorpio?" tanya Aquila kembali pongah. Sifat Gadis itu tidak akan hilang meski dalam keadaan apapun.
"La, jangan maksain," ucap Althea lembut.
"Gue udah janji nyelamatin dunia ini, Al. Gue ga bisa ingkar gitu aja. Lagian gue cuma sedikit cape. Udahlah, kalian gak usah lebay," Aquila berdiri dengan tertatih. Gadis itu sedikit memaksakan kekuatannya. Setelah ia berhasil berdiri dengan sempurna, ia merangkul Scorpio dan Althea bersamaan. Kelakuannya itu jelas membuat kedua orang yang dirangkul terkejut.
"La, lo kenapa?" tanya Althea khawatir. Ia justru takut jika Aquila seperti ini. Bisa saja Aquila dijampi-jampi oleh Eris, kan?
"Kemarin, ada cewek nemuin gue. Katanya dia terinspirasi sama gue, karena gue selalu menyelamatkan dia. Sekarang, gue lihat cewek itu berhasil melawan ketakutannya sendiri. Memegang pedang, melawan pengawal. Masa iya Gue nyerah di saat keberanian cewek itu baru muncul?" tanyanya dengan senyum tipis. Althea merasa terharu mendengarnya. Yang gadis itu maksud adalah dirinya.
Althea langsung memeluk Aquila lembut, sambil berbisik pelan, "Terimakasih, La."
"Udah ga usah lama-lama meluknya. Masih ada musuh yang nunggu kita di luar," celetuk gadis itu. Kemudian mereka berdua keluar dari ruang bawah tanah itu.
Scorpio membawa kedua gadis itu ke ruang utama, tempat di mana banyaknya kurungan berisi anggota kerajaan, termasuk ayah dan ibunya. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke mulut, menandakan pada para tahanan itu untuk tetap diam dan tak mengatakan apa-apa soal kehadiran dirinya.
Eris berdiri di depan jendela besar yang terbuka. Jendela tersebut langsung memberikan pemandangan laut yang seminggu lalu mereka datangi. Sepertinya, dari jendela itulah Eris dapat mengetahui keberadaan Scorpio. Eris melangkahkan kakinya, berdiri di depan kurungan paling depan. Ia memainkan permata rubi yang ada di tangan kanannya.
"Rubi merah. Memiliki makna cinta dan perdamaian. Tetapi dalam hiduku, aku tidak pernah merasakan adanya cinta dan aku tidak menyukai perdamaian. Untuk apa berdamai jika kalian tidak bisa menjadi penguasa bukan?" suara Eris menggelegar memenuhi ruangan.
"Dan pemuda itu, berpikir bahwa dia bisa melawan seorang Eris, hm? Tidak salah?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Scorpio hampir saja keluar dari balik dinding, tempat mereka bersembunyi. Sama seperti dulu, saat Eris baru jadi penguasa. Scorpio bersembunyi di balik dinding ini juga.
"Aku tahu, kalian ada di sini. Keluarlah, jika tidak permata ini akan aku buang ke lautan!" teriaknya sekali lagi.
Dengan tergesa-gesa, Scorpio muncul dari balik dinding. "Tidak akan!" sergah Scorpio yang telah berdiri tepat di hadapan pria itu dengan pedang di tangan kanannya.
"Wow, terburu-buru sekali anak muda. Kemarin ku lihat, kamu dan teman-temanmu kesulitan karena dikejar-kejar gurita. Bagaimana jika hari ini kamu merasakannya lagi?" tanya Eris dengan senyum miringnya. Dalam sekali lemparan, permata itu telah jatuh ke laut.
Althea yang melihat itupun segera bertindak cepat, entah keberanian darimana. Yang jelas, ucapan Aquila tadi benar-benar memberinya kekuatan. Althea berlari menuju jendela, lalu melompat ke dalam laut seraya berucap, "Demi kebaikan, Aku akan gunakan kekuatan!"
Gadis itu sempat nebgedipkan matanya pada Scorpio, lalu menghilang di dalam lautan. Scorpio yang melihatnya terbakar kemarahan.
"ALTHEA!" pekiknya terkejut. Ia beralih menatap Eris, lalu mengacungkan benda tajam di tangan kanannya. "Eris! Tak akan kubiarkan kamu menang lagi sekarang!"
Adu pedang kembali terjadi. Antara Eris dan Scorpio beserta para pengawal. Perkelahian ini tidak seimbang. Scorpio tidak akan mampu melawan sendirian, alhasil Aquila muncul dengan perubahannya menjadi elang. Lalu mengecoh para pengawal yang ingin menyerang Scorpio dari belakang. Tak sulit menumbangkan mereka karena dengan sekali cakaran di wajah, para pengawal itu telah tumbang.
Lalu, Aquila kembali berubah menjadi manusia. Ia mengambil salah satu pedang yang tergeletak di lantai, lalu menggunakannya dengan nekat. Dirinya tak seperti Althea yang lemah. Hanya memegang pedang saja sudah bergetar.
Satu persatu para pengawal itu berhasil di tumbangkan, hanya tersisa Eris dan Scorpio. Aquila pikir, Scorpio bisa menangi pria itu sendirian. Jadi, Aquila memutuskan untuk membebaskan para tahanan terlebih dulu.
Althea muncul dari balik dinding tempat persembunyian mereka dengan terengah-engah. Lalu berteriak, "Pio, aku berhasil mendapatkan permatanya!"
Atensi Eris berubah menjadi menyorot gadis itu dengan beringas. Ia meninggalkan Scorpio begitu saja dan mendekati Althea. Ia menarik tangan gadis itu lalu berupaya meraih permata yang dipegangnya.
"Pio, tangkap!" Althea melemparkan permata itu pada Scorpio. Laki-laki itu berhasil menangkapnya. Lalu Scorpio ingin meletakkan semua permata di tempatnya sebagai penyokong kehidupan, etapi suara Eris lagi-lagi meracuni otaknya.
"Dengar Anak muda, jika kamu meletakkan kembali semua permata itu pada tempatnya, maka kamu akan kehilangan gadis ini," ancam Eris seraya mengarahkan pedangnya di leher Althea. Sehingga muncul bercak darah di sana.
"Hah?" Scorpio terkejut bukan main. Ia jadi merasa bimbang sekarang. Bagaimanapun, Althea bagian terpenting di hidupnya sekarang. Mereka berteman. Gadis itu telah banyak mengorbankan waktu demi dunianya. Tetapi dia butuh permata ini untuk dunianya.
"Jangan dengarkan dia, Pio. Letakkan saja permata itu! Duniamu lebih penting. Kamu bisa menyelamatkan banyak nyawa lainnya," ujar Althea dengan nada bergetar. Bahkan dirinya pun tidak siap mati dalam keadaan seperti ini. Di dunia lain pula.
"Benar kata gadis ini. Jika kamu menyelamatkan duniamu, maka kamu hanya akan kehilangan satu orang. Tetapi sebaliknya, jika kamu menyelamatkan gadis ini, maka banyak nyawa yang telah kamu korbankan," ujar Eris lagi.
"Aku ... aku ..." ucap Scorpio terbata, "ma ... Maafkan aku, Thea."
"ARGH!!"
***
Oooh tidaaak, Altheaaa😭
Satu part lagi menuju ending ~
Salam cintaaah💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro