Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

06. Dunia Mondland

"Tak kusangka. Kaki ini benar-benar berpijak di atas tanah antah-berantah yang tak pernah aku percaya." - Althea

Althea baru saja ingin mengenakan tas ranselnya, tetapi ia urungkan karena mendengar suara ketukan dari lemari baju miliknya. Pasti itu Scorpio. Tetapi, untuk apa laki-laki itu muncul sepagi ini? Tidak mungkin jika Scorpio ingin mengajak Althea ke dunianya sepagi ini.

Althea berjalan mendekati lemari, lalu membuka pintu itu dengan perlahan. Seperti biasa, Scorpio itu ceroboh karena selalu bersandar pada pintu lemari. Akibatnya ia kembali terhempas ke ubin yang dingin dengan posisi yang kurang mengenakkan, seperti pertemuan mereka sebelumnya.

Althea memekik terkejut. Ia belum terbiasa dengan kehadiran Scorpio, terlebih di dalam kamarnya dengan gender mereka yang berbeda. Jika ayah atau ibu tahu soal Scorpio, Althea yakin mereka pasti akan menceramahi Scorpio panjang dan mengira yang tidak-tidak.

"Pio! Pasti Pio bikin gue kaget deh," ucap Althea mengelus dadanya.

"Eh, maaf Thea. Aku selalu lupa kalau itu pintu. Lagipula di dalam sana gelap, aku jadi tidak bisa lihat apa-apa," ucap Pio menjelaskan.

"Kan Pio harusnya bisa inget bentuknya," ucap Althea, "kenapa Pio udah datang ke sini? Kan ini masih pagi?"

"Kamu dan Aquila harus pergi ke duniaku saat matahari mulai terang, Thea."

"Lho, kenapa? Memangnya selama aku pergi nanti, waktu di duniaku ini akan berhenti berputar?" tanya Althea terkejut.

"Tidak. Karena itu aku harus mengajakmu ke duniaku ketika matahari mulai bersinar terang, Thea. Itu akan memudahkan penglihatan kita. Saat malam, Mondland akan sangat gelap dan itu akan menyulitkan kita."

"Lalu, Aquila bagaimana?" tanya Althea lagi.

"Kita ke rumahnya dulu." jawab Scorpio ringan. Ia melangkahkan kaki menuju pintu keluar. Kemudian, memegang pintu dan mulai menekannya.

"Eitts, gak bisa, Pio!" sahut Althea tiba-tiba, membuat Scorpio menghentikan pergerakannya. Lalu berbalik badan menatap Althea. "Kenapa?"

"Di bawah masih ada ayah, ibu dan adik gue lagi sarapan. Kalau mereka lihat lo, bisa jadi panjang urusannya," jawab Althea menjelaskan secara singkat.

"Terus gimana?" tanya Scorpio bingung.

"Ah, telpon aja," usul Althea. Ia segera merogoh ponsel di saku roknya lalu mencari nama Aquila. Sayangnya dia lupa untuk menyimpan nomor Aquila. Alhasil ia menghubungi teman sebangkunya dan meminta nomor Aquila dari sahabatnya itu.

Arcas langsung memberikan apa yang Althea inginkan, tentu dengan sederet pertanyaan keponya yang tak sempat Althea jawab. Setelah mendapat nomor Aquila, Althea segera menelpon gadis itu dan menyuruhnya datang ke rumahnya.

Sebelum telpon dimatikan, Althea dapat mendengar gerutuan gadis itu di seberang sana. Beberapa kali, Althea dengar suara gadis itu meletakkan barang-barangnya dengan kasar. Althea meringis kecil mendengarnya.

"Kamu ngapain sih, Thea?" tanya Scorpio bingung.

"Telpon Aquila, minta dia datang ke sini. Tapi kayanya, dia lagi badmood deh," jawab Althea.

"Badmood? Apa itu?" tanya Scorpio tak mengerti.

"Ehm, itu lho kaya misalnya suasana hati lo lagi buruk, terus lo dibikin kesel sama orang lain gitu," ucap Althea lagi-lagi menjelaskan seperti ibu guru kepada muridnya.

"Oh iya, tadi gue nanya," ucap Althea mengingat sesuatu.

"Apa?"

"Kenapa kita mesti pergi ke dunia lo sekarang, sih? Terus sekolah gue gimana?" tanya Althea.

"Apa? Sekolah? Sepagi ini, Thea?" tanyanya heran, "di MondLand biasanya mulai sekolah dari matahari tenggelam."

"Hah? Ngapain sekolah malem-malem?"

"Ya, belajarlah. Masa kemah," jawab Scorpio dengan nada bergurau.

"Eh, bukan gitu maksud gue, Pio!" Althea tertawa renyah mendengarnya.

Mereka berbincang cukup lama, menunggu kedatangan Aquila ke rumahnya. Sesekali keduanya bertukar cerita mengenai perbedaan dua dunia mereka. Tak lama setelah itu, ponsel Althea berdering dan menampakkan foto profil Aquila di layarnya. Althea segera mengangkat telpon tersebut dan hampir saja melemparkan ponselnya karena tiba-tiba Scorpio berdiri di sebelahnya dengan posisi yang dekat sekali.

"Gue di depan! Lo gak ada niatan bukain pintu gitu? Kaki gue pegel jalan dari mobil ke pintu rumah lo," ucap Aquila dari balik sambungan telpon.

Ingin rasanya Althea mulut Althea mencibir, tapi apalah daya, dirinya tak pernah berani berurusan dengan Aquila. Hanya sekedar berbicara saja Althea sudah keringat dingin bukan main.

"Iya, maaf. Ini gue turun," jawab Althea. Gadis itu segera melangkah menuju pintu keluar dan berlari kecil menuruni tangga. Sesekali matanya mengawasi sekitar. Rumah ini nampak sepi. Pasti ayah dan ibu telah berangkat kerja tadi pagi, dan adiknya pasti telah berangkat sekolah bersama temannya.

Althea tiba di depan pintu utama. Namun sayangnya, pintu itu terkunci. Althea segera kembali naik tangga untuk mencari cadangan kunci rumah miliknya di kamar.

"Lama amat, sih! Gue pulang, nih!" ancam Aquila di seberang sana. Althea terkejut mendengarnya. Gadis itu pikir, telpon mereka sudah tidak terhubung dalam panggilan lagi.

"Lho, kok uda balik? Mana Aquilanya?" tanya Scorpio heran.

"Belum. Mau ambil kunci," Setelah menjawab Scorpio sekenanya, Althea segera berlari menuruni tangga dengan cepat. Kakinya terus bergantian menapaki ubin dingin ini agar segera tiba di depan pintu utama.

"Woi! Gue tamu kok dibiarin nunggu lama sih?!" sewot Aquila tak sabar. Bertepatan dengan itu, Althea tiba di depan pintu rumahnya. Lalu memasukan kunci dan memutarnya, hingga pintu itu dapat terbuka sempurna.

Nampak siluet hitam Aquila dari balik pagar rumahnya. Althea segera berlari kecil dan menghampiri pagar tersebut. Kemudian, membuka pagar itu dengan cara menggesernya ke kanan.

"Maaf, La," Hanya itu yang dapat Althea ucapkan dari sekian banyaknya kata.

Aquila melangkah masuk begitu saja, tanpa memedulikan sang tuan rumah. Lalu ia meletakkan tas selempangnya di atas kursi teras.

"Haus gue, Al. Minum dong!" pinta Aquila seenaknya.

"Tapi kita udah di tungguin sama Pio, La,"

"Memangnya Lo mau gue mati kehausan? Terus gak bisa bantu temen lo itu?" tanya Aquila sinis. Althea yang mendengarnya pun hanya diam. Ia mulai merasakan salah satu kakinya bergetar. Tangannya juga ikut sedikit basah.

"Eng ... enggak kok, La. Bentar gue ambilin," ucap Althea pada akhirnya. Ah, dasar Althea, digertak sedikit saja langsung gemetaran.

"Kamar lo di mana? Biar gue bisa langsung ke sana," tanya Aquila

"Lantai dua, pintunya yang ada tulisannya Althea's bedroom," jawab Althea.

Aquila mengangguk mengerti. Lalu ia berucap, "antar minumnya ke sana ya cepetan, Gue haus."

Aquila melangkah masuk ke dalam rumah. Lalu berjalan menaiki tangga dan menghilang setelah melewati dinding pembatas ruangan di lantai atas.

Althea mengambil segelas air putih, lalu membawanya ke kamar. Setibanya di kamar, ia melihat Aquila yang telah merebahkan tubuh di atas kasurnya.

"Lo-" ucapan Althea tertahan dengan sendirinya. Seperti biasanya, ia tak pernah bisa melawan Aquila.

"Ini minumnya," ucap Althea menyerahkan gelas yang tadi ia bawa.

"Serius ini doang? Di kamar mandi mah juga ada," cibir Aquila, tetapi perempuan itu tetap meminumnya.

"Lo mau?" Tanpa sadar, Althea mengucapkan pertanyaan yang seharusnya menjadi rahasia dirinya dan Tuhan saja.

"Enggak lah! Nanti gue sakit perut, emangnya lo mau tanggung?" sinis Aquila lagi.

Scorpio yang sejak tadi hanya memperhatikan mereka mulai berjalan mendekat. Aquila mendelik kaget karena Scorpio tadi sudah ia usir menjauh, sekarang justru mendekat lagi.

"Udah gue bilang, jauh-jauh sana! Lo bisa jadi bahaya tau. Lo mau gue mati?" tanya Aquila. Wajahnya terlihat sedikit cemas antara ketakutan dan khawatir.

"Eh, enggak kok. Kalian udahkan bertengkarnya? Kita harus ke Mondland sekarang."

"Sebelum kita ke sana, ada beberapa hal yang perlu kalian ingat. Pertama, pastikan perhiasan dengan permata itu tidak kalian lepaskan. Karena jika kalian melepaskannya, maka kalian bisa mati di duniaku itu."

"Kenapa?" tanya Althea.

"Karena kalian bukan berasal dari dunia yang sama denganku. Kedua, jangan salah gunakan kekuatan kalian."

"Oke."

"Eh, tunggu, apa? Kekuatan?" pertanyaan Althea barusan tak sempat dijawab karena Scorpio dan Aquila telah bergerak mendekati pintu. Kemudian Scorpio membuka pintu lemari itu. Lalu mulutnya komat-kamit membaca sesuatu. Sepertinya mantra.

Setelah beberapa detik menunggu, muncul sebuah lubang hitam dari lemari itu. Althea dan Aquila menganga tak percaya.

Tak lama setelahnya, Scorpio menarik kedua gadis itu dan membawanya masuk melewati lubamg hitam yang disebut portal dunia Mondland.

Kedua gadis itu Lagi-lagi terkejut. Mereka merasakan tubuhnya terputar-putar. Tak ada bayangan apapun yang dapat ia lihat selain warna hitam dan cahaya putih yang menyilaukan mata.

Mereka tiba di dunia lain tersebut. Keadaannya memang cukup menyeramkan bagi Althea. Ia tak pernah melihat rumput berwarna putih seperti ini. Di tambah awan kelabu di langit menambah kesan menegangkan baginya.

***

Tunggu part selanjutnya yaaa!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro