Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04. Rumah Aquila

Jangan lupa Vote+komen ya!

"jangan hanya karena gue bantu lo jawab Bu Allen itu artinya gue bisa nolongin terus." - Aquila

***

Althea merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Kakinya bergetar hebat di bawah meja dan tangannya benar-benar basah karena terlalu takut.

Aquila yang sadar akan ketakutan orang di sebelahnya itu pun, hanya melirik sekilas dan tidak terlalu memperdulikan. Ia justru sibuk memainkan kukunya.

"Kalian kemarin kemana saja? Kenapa membolos kelas setelah istirahat kedua?" tanya Bu Allen memulai introgasi.

"Ibu tahu dari mana kalau saya membolos? Kemarin kelas saya bukan jam pelajaran Bu Al," jawab Aquila sambil memainkan kukunya. Sama sekali tak melirik kepada lawan bicaranya.

"Saya melihat kamu saat pemeriksaan di kantin Aquila. Guru mata pelajaran sejarahmu juga telah melapor pada saya," ungkap Bu Allen, "akui saja kalau kamu memang membolos, Aquila."

Aquila sempat membuka matanya lebar, pertanda dia cukup terkejut mendengarnya. Namun, tak butuh waktu lama baginya untuk menetralkan kembali raut wajah terkejut itu.

"Oh. Wajar memang sih, Bu. Pelajaran sejarah di siang bolong itu bikin saya ngantuk. Mending bolos daripada menganggu konsentrasi teman-teman yang lain. Benar kan, Bu?" tanya Aquila tanpa rasa berdosa.

Bu Allen menatap Aquila tajam, lalu berucap, "Alasanmu masih sama saja, Aquila. Tidak pernah di upgrade dari minggu lalu."

"Memang nyatanya begitu, kok," balas Aquila tak acuh. Menurutnya, warna kuku di tangannya jauh lebih manarik minat daripada guru di hadapannya saat ini.

Bu Allen beralih menatap gadis di sebelah Aquila. Beliau mengenal gadis ini. Ia berbeda dengan Aquila, tapi mengapa ia mau menjadi partner Aquila membolos kemarin?

Sebenarnya Bu Allen tahu kemarin mereka membolos, bersama satu siswi lain lagi. Ketika Bu Allen ingin memergoki mereka, tamu yang memang sudah memilikk janji dengan beliau pun tak dapat dibiarkan. Alhasil, ia memilih meninggalkan siswi-siswi yang membolos itu daripada tamunya.

Kembali ke situasi saat ini. Bu Allen merasa mejanya bergetar, entah karena apa. Tetapi setelah melihat wajah gadis polos di depannya saat ini, ia tersadar bahwa gadisitu merasa takut yang luar biasa.

"Althea," panggil Bu Allen sedikit lembut. Cara menangani gadis seperti Althea itu berbeda dengan cara menangani gadis seperti Aquila. Harus lembut dan tenang.

Althea mendongakkan kepalanya jadi menatap Bu Allen. "I ... Iya, bu."

"Kenapa kemarin kamu membolos? Ibu tahu, sebelumnya kamu tidak pernah nekat membolos seperti ini. Apa kamu sedang ada masalah?"

Althea justru bingung ingin menjawab seperti apa. Tidak mungkin jika Althea berkata bahwa semua ini karena Arcas atau konflik sambal antara Arcas dengan Aquila. Althea merasa kakinya semakin bergetar hebat.

"Althea jawab saja dengan jujur," ucap Bu Allen masih selembut pertanyannya tadi.

"I ... tu bu, sa ... ya minta ma ... maaf," lirih Althea. Bukannya menjelaskan, Althea justru meminta maaf.

"Ibu bertanya alasanmu, Althea, bukan menyuruh kamu meminta maaf," ucap Bu Allen, "apa ada hubungannya dengan Aquila?"

Althea hanya diam saja. Bukannya enggan menjawab, tapi mulutnya tak mampu berbicara di saat dirinya merasa terlalu takut sepertisekarang.

"Iya, Bu." Bukan Althea yang menjawab, melainkan Aquila. Althea menatap gadis itu terkejut.

"Memang benar, dia membolos karena saya. Saya yang menghambat temannya untuk makan ketika jam istirahat kemarin, sehingga mau tidak mau dia harus menemani temannya untuk menghabiskan makanan, Bu," jelas Aquila dengan suaranya yang terdengar sangat percaya diri.

Bu Allen menatap Aquila pemuh selidik. "Benar Althea?" tanya Bu Allen memastikan.

Althea hanya mengangguk membenarkan, sedangkan Aquila memutar bola matanya malas.

"Santai aja kali," sahut Aquila di sebelahnya.

Althea hanya diam tak menyahut. Ia memang selemah itu bila berurusan dengan Aquila.

"Teman kamu satu lagi kemana, Al?" tanya Bu Allen.

"Keluar kota, Bu," jawab Althea sekemanya.

"Wah, parah-parah! Licik juga teman lo itu," desis Aquila. Althea hanya menatapnya penuh tanya.

"Dia berani bolos kemarin karena dia tau kalau hari ini dia bakal gak masuk. Lha, lo? Mau aja dibodohin temen sendiri."

Sakit. Tapi ucapan Aquila ada benarnya juga. Tidak mungkin Arcas tidak tahu mengenai kepergiannya hari ini. Ah, kenapa Althea tidak menyadarinya ya.

"Aquila, jaga bicara kamu!" ucap Bu Allen mengingatkan. Aquila hanya berdecak sekali kemudian kembali diam.

"Jadi karena kalian telah membolos, kalian akan mendapat hukuman," kata Bu Allen lagi. Althea kembali ketakutan mendengarnya, sedangkan Aquila terlihat seperti bodo amat dan sudah terbiasa.

"Untuk Althea mendapat pengurangan 10 poin. Untuk Aquila, karena ini sudah lebih dari kesekian kalinya kamu membolos maka hukumannya adalah pemanggilan orang tua."

Althea terkejut mendengarnya. Ternyata hukuman mereka berbeda, Althea pikir ia akan dihukum membersihkan toilet, atau menyapu lapangan. Ternyata pengurangan poin. Bahkan itu jauh lebih buruk.

"Ya, sudah. Paling juga orang tua saya sibuk, Bu. Tidak sempat datang seperti biasanya. Lalu untuk apa Ibu repot-repot manggil mereka?" tanya Althea sedikit sinis.

"Setidaknya sekali dalam setahun, 0rang tua kamu datang ke sini Aquila," jawab Bu Allen.

"Ah, ya sudahlah. Terserah Ibu saja," balas Aquila malas. Ia sudah muak dengan surat-surat itu.

Bu Allen bangkit berdiri, lalu beralih membuka lemari kaca transparan. mencari surat pemanggilan orang tua untuk Aquila. Setelah menemukan apa yang dicari, Bu Allen kembali duduk dan menyerahkan surat tersebut pada Aquila.

"Sebelum meninggalkan ruangan saya, apa ada lagi yang ingin kalian tanyakan?" tanya Bu Allen.

"Temannya dia gimana, Bu? Masa cuma dia doang yang dapat pengurangan poin, seharusnya kan temannya juga, Bu," ujar Aquila memanas-manasi.

"Teman Althea juga sudah ibu kurangi lima poin," jawab Bu Allen.

"Cih, cuma segitu?"

"Mereka tidak suka membolos seperti kamu Aquila," sindir Bu Allen telak.

"Sudah kan, Bu? Kalau begitu saya permisi," Aquila bangkit berdiri. Althea yang sudah mjlai membaik pun segera pamit pada Bu Allen dan menyusul Aquila.

"AQUILA!" panggil Althea begitu mereka telah di luar ruangan Bu Allen. Tak sulit memanggil gadis itu, karena dia langsung membalikkan tubuhnya menatap Althea dengan alis yang menukik tajam.

" Makasih, udah bantu jawab Bu Allen tadi," ucap Althea tulus.

"Iya. Harusnya lo ga usah setakut itu, itu biasa" kata Aquila lagi. Aquila mengangkat tangannya untuk menutupi kepala dari sinar matahari. Nampaknya matahari mulai menyinari bumi tanpa rasa ampun. Karena masih pagi saja, rasanya sudah panas sekali.

Kegiatan Aquila itu justru mengundang perhatian beberapa orang yang ada di sana. Mereka jadi salah fokus karena cincin permata milik Aquila bersinar begitu indahnya. Menampakkan sinar kuning keemasan.

Althea jadi teringat pesan Scoprio tadi pagi. Mungkinkah cincin Aquila yang dimaksud Scorpio? Karena jika diteliti lebih lanjut, maka mereka pasti akan menemukan banyak kesamaan dalam permata itu.

"Aquila .... bisa bantu gue?" tanya Althea ragu-ragu.

***

Althea merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia baru saja pulang dari sekolah. Peluh yang membasahi wajah, ia bersihkan dengan selembar tisu. Lalu memejamkan mata, sesekali menarik napas berat. Hari ini terasa sungguh panjang.

Setelah penolakan dari Aquila tadi pagi, Althea jadi merasa kepikiran. Pasalnya dia benar-benar yakin bahwa cincin yang ada di Aquila merupakan cincin yang dimaksud oleh Scorpio.

Udara sejuk dari pendingin ruangan menerpa wajah Althea halus. Membuat gadis itu ingin terbang memasuki alam bawah sadar. Tetapi niat itu urung ketika Althea terperanjat kaget karena tiba-tiba lemari bajunya diketuk dari dalam. Sepertinya Scorpio akan datang kembali, sesuai dengan ucapannya kemarin. Dan sepertinya, Scorpio bukan hanya khayalan Althea semata.

Althea bangkit dari kasur dengan malas. Melangkahkan kakinya menuju lemari, lalu membukanya dengan perlahan. Namun sehati-hati apapun Althea, sosok itu tetap saja ceroboh.

Di dalam sana, Scorpio bersandar pada pintu lemari yang berukuran sedikit lebih besar dari dirinya. Jadi, ketika Althea membuka pintu, mau tidak mau Scorpio harus terjerembab ke lantai sama halnya seperti kemarin.

"Bilang dong kalau mau buka pintunya," keluh Scorpio sambil mengelus punggungnya yang sakit.

Althea tidak menghiraukan keluhan Scorpio. Ia justru meneliti bagian dalam lemari baju itu. Masih sama seperti lemari baju pada umumnya, yaitu terbuat dari kayu. Lalu, darimana Scorpio bisa masuk.

Di sisi kiri lemari juga masih tergantung beberapa dress milik Althea yang jarang di pakai. Althea jarang keluar rumah, sehingga koleksi bajunya pun hanya sedikit. Masih tersisa banyak ruang kosong di sebelah kanannya. Tempat di mana Scorpio tadi berada.

"Thea? Kamu cari apa?" tanya Scorpio heran.

"lo kok bisa muncul di lemari baju gue? Lewat mana?" tanya Althea balik tanpa menatap Scorpio. Ia masih meraba bagian dalam lemari itu, memastikan itu adalah kayu.

"Pintu penghubung," jawab Scorpio.

"Hah? Maksudnya?"

"Ada pintu penghubung antara duniamu dengan duniaku, Thea," jelas Scorpio.

"Lho, terus mana pintunya?" tanya Althea lagi, "kok gak ada?"

"Ada kok, tapi kamu harus baca mantra dulu," jawab Scorpio lagi. "Wow, ajaib ya!" seru Althea takjub.

"Kurang lebih ya begitu," balas Scorpio, "jadi gimana? Kamu mau bantu aku mencari cincin itu, kan?"

Althea membalik badannya, lalu mengangguk pasti. "Sebenarnya gue tahu di mana cincin lo berada. Tapi sayangnya, orang itu gak percaya pada gue jika itu milik lo."

"Kamu serius? Jadi di mana cincin itu?" tanya Scorpio tak percaya.

"Ada di Aquila. Teman satu sekolah gue," jawab Althea.

"Kalau begitu, sekarang kita ke rumah teman kamu itu," ucap Scorpio sangat bersemangat.

"Eeehh, tunggu dulu, Pio," cegah Althea seraya menarik tangan keras Scorpio. Lagi-lagi Althea terkejut, ia lupa kalau Scorpio bukan manusia biasa seperti dirinya.

Scorpio mengangkat salah satu alisnya, "Kenapa?"

"Aquila itu angkuh, Pio. Dia juga tidak ingin berteman sama gue, jadi gue rasa dia gak akan mau bertemu dengan gue," jawab Althea menunduk lesu.

"Thea, kamu bilang, kamu akan membantu aku menyelamatkan duniaku?" tanya Scorpio seraya meraih tangan Althea yang tadi menahannya. Althea mengangguk membenarkan.

"Untuk menyelamatkan duniaku, kita butuh cincin itu dan teman sekolahmu itu Althea," jelas Scorpio, "jadi, bagaimanpun keadaannya, kamu harus yakin kalau dia pasti akan menjadi rekan penyelamatanmu."

Althea hanya diam saja, sedangkan Scorpio bingung memikirkan bagaimana caranya agar gadis di hadapannya ini percaya.

"Thea, aku yakin kamu mengerti keadaanku saat ini. Keluargaku dalam bahaya dan kita harus segera menyelamatkan mereka, secepatnya, Thea," ujar Scorpio. Dilihatnya Althea yang mukai melunak. Keraguan di matanya pun telah lenyap.

"Oke. Tapi gue mau lo yang menjelaskan langsung pada Aquila," ucap Althea. Scorpio hanya mengangguk saja.

"Jadi di mana rumah teman sekolahmu itu?"

"Agak jauh dari sini. Kita harus pesan ojek online dulu," jawab Althea.

"Hah? Ojek online itu apa, Thea?" tanya Scorpio bingung mendengar ucapan Althea.

"Lho, di dunianya Pio enggak ada ya? Itu seperti kita memesan mobil lalu mereka yang akan mengantarkan kita ke rumah Aquila," jelas Althea.

"Oh, gitu. Ya sudah."

"Kamu tidak menyamar, Pio?" Althea baru saja ingin mengambil cardigan yang tergantung di balik pintu.

"Menyamar? Untuk apa?" Scorpio berjalan mendekati Althea.

"Kamu bukan manusia biasa, Pio. Orang-orang nanti bisa saja curiga."

Althea keluar kamar sebentar, lalu mengambil sepasang pakaian dari kamar adiknya yang masih kosong itu, biasa adiknya bermain ke rumah teman ketika sore begini. Setelah itu Althea kembali ke kamarnya dan menyerahkan sepasang pakaian tersebut pada Scorpio.

"Apa, nih?" tanyanya bingung.

"Baju. Kamu bisa menyamar dengan ini," jawab Althea sekenanya, "kamu bisa ganti dulu. Aku tunggu di luar ya." Althea melangkah keluar kamar, lalu menutupnya pelan.

Setelah itu ia membuka ponselnya dan segera menghubungi Arcas. Telponnya terhubung langsung dengan Arcas. Tak perlu menunggu lama, Arcas langsung mengangkat panggilannya.

"Cas, tolong shareloc rumahnya Aquila dong, please. Lo bilang kalian tetanggaan, kan?" tanya Althea langsung pada intinya.

"Mau ngapain lo ke rumah Aquila?" tanya Arcas balik.

"Udah lo tinggal kirim aja, Cas. Gue ada urusan dikit." Setelah itu Althea langsung mematikan ponselnya.

Terdengar suara pintu yang dibuka. Althea segera membalik badan dan melihat Scorpio yang telah mengenakan setelan adiknya itu. Hoodie all size berwarna hitam dengan tulisan brand ternama di bagian dadanya, lalu bawahan jins abu-abu yang gantung pada bagian mata kakinya. Serta topi untuk menutupi bentuk aneh telinga Scorpio.

"Udah?" tanya Althea memastikan.

Scorpio mengangguk, lalu berucap "Pakaian ini aneh. Tapi aku suka."

Althea tak menanggapi ucapan Scorpio barusan, karena dia sibuk mencari tas kecil miliknya di meja belajar.

"Ayo!" ajak Althea setelah menemukan apa yang dia cari.

Selama di perjalanan, Scorpio tak henti-hentinya memandang takjub pada jajaran gedung tinggi di tepi jalan. Juga kendaraan yang berlalu lalang di sekitar mereka. Dan jangan lupakan berbagai macam toko yang ada di tepi jalan juga.

Butuh waktu sekitar 15 menit bagi mereka untuk bisa tiba tepat di depan rumah megah Aquila. Rumah dengan tiga lantai, pagar berwarna keemasan dan halaman yang cukup luas.

Althea menatap bel rumah tersebut ragu. Ia takut jika nantinya Aquila akan menolaknya lagi. Scorpio menepuk pundak Althea pelan, meyakinkan gadis itu agar segera menekan bel.

"Aku yang akan menjelaskan, Thea. Tenang saja," ucap Scorpio menenangkan.

Akhirnya Althea menekan tombol tersebut. Terdengar suara bel itu menggema di seluruh penjuru rumah. Tak butuh waktu lama, ada seseorang yang membuka pagar.

Kaki Althea mulai bergetar, harap-harap cemas dengan seseorang yang sedang berjalan mendekat pagar. Setelah pintu terbuka, ternyata itu adalah satpam.

"Maaf, Dek, ada yang bisa saya bantu?" tanya satpam ramah.

"Kami ingin bertemu Aquila, Pak," jawab Althea.

"Baik, silahkan tunggu di teras. Sebentar, saya panggilkan dulu," ucap satpam itu mempesilahkan.

Althea dan Scorpio segera melangkah memasuki halaman rumah besar itu. Lalu mereka duduk manis di salah satu kursi yang disediakan di teras.

Beberapa menit setelahnya, Aquila muncul dengan dress rumahan berwarna kuning. Nampak serasi dengan kulit tubuhnya yang berwarna putih cerah. Serta rambutnya yang tergerai rapi, tak menampakkan seperti orang yang sedang berada di rumah.

"Kenapa?" tanyanya sambil menatap Althea malas.

Althea berusaha tersenyum, kakinya terasa bertambah bergetar. Tangannya mulai berkeringat.

"Ehm, Aquila, gue masih berharap lo bisa menerima permintaan gue tadi pagi," ucap Althea gugup.

"Udah gue bilang enggak, ya gak bisa! Jangan maksa deh lo," ukar Aquila kesal, "jangan hanya karena gue bantu lo jawab Bu Allen itu artinya gue bisa nolongin terus."

"Bukan buat gue, La. Buat dia," Althea menunjuk orang di sebelahnya. Aquila baru menyadari ada orang lain di sebelah Althea. Kelihatannya tampan juga.

"Halo, aku Scorpio," ucap Scorpio memperkenalkan diri, lalu mengulurkan tangan.

***

Asik, Scorpio ketemu Aquila untuk pertama kalinya, nih! kira-kira Aqula mau ikut membantu gak ya? jangan lupa pantengin terus cerita ini!


Salam cintah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro