Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27 // Tali Spaghetti

Chandra dan Wenda tergesa memasuki butik mami, sejak pagi buta mami sibuk menelepon anak menantunya untuk segera ke butik miliknya. Mami sudah tidak sabar menunggu hari ini, menunggu Wenda dan Chandra mengenakan rancangannya yang lagi-lagi spesial hanya untuk mereka, katanya.

Hari ini atau tepatnya nanti malam akan digelar acara tahunan yang diadakan Universitas Bina Internasional, dalam rangka hari jadi kampus yang ke-57. Salah satu universitas bertarap internasional tertua di Jakarta bahkan di Indonesia.

"Lama banget, sih. Ini udah ditungguin dari tadi. Kan mami bilang dari siang ke sini," omel mami.

"Maaf, Mi. Tadi Chandra ketiduran jadi kita telat," jawab Wenda.

Chandra menarik lengan Wenda, dia tidak terima kenapa dikambinghitamkan. "Sayang, kamu juga ikut ketiduran. Kok, aku disalahin. Kamu juga tidurnya pules banget. Mentang-mentang dikeloni," ucap Chandra enteng.

Wenda mengarahkan jarinya ke perut Chandra, meninggalkan cubitan kecil di sana. Chandra meringis.

"Aw! Sakit, Wen."

"Malah ribut, udah buruan sana, Wenda udah ditunggu di ruang makeup," perintah mami.

Wenda berlari kecil ke ruangan yang diperintahkan mami, sementara Chandra duduk di sofa yang ada di ruangan mami.

"Sabar sih, Mi. Lagian baru juga jam tiga. Acara jam tujuh."

"Wenda butuh waktu buat dandan, ya. Kalau kamu iya, mau diapain juga tetep aja jelek."

"Emang semua ibu semua sama. Di matanya anak tetangga selalu terlihat lebih baik," sindir Chandra.

Mami hanya mengulum senyum mendengar sindiran anak semata wayangnya.

"Lagian, kalian ngapain aja sih, siang-siang gini? Capek banget ya, sampe ketiduran," goda mami ke Chandra.

Chandra memicingkan matanya menatap mami. "Mi, mikirnya sampe mana?" Chandra membuka lemari pendingin yang ada di sampingnya, meraih satu kaleng softdrink.

"Nggak sampe kemana-mana, kok. Cuma batas ... ya, siapa tahu kalian lagi bikinin mami cucu."

Chandra tersedak, minuman bersoda yang sedang dia tenggak seketika keluar dari hidung dan menyembur dari mulutnya.

"Mi, kejauhan mikirnya," sanggah Chandra dengan sedikit terbatuk-batuk.

"Minum air ini dulu. Kamu cuma segitu aja udah sampe muncrat ke mana-mana."

"Habisnya Mami ngomong gitu," kilah Chandra sembari meminum air mineral yang diberikan mami.

"Kok, malah nyalahin mami. Kamu yang mulai ngomong keloni tadi. Jangan salahin mami dong."

Astaga, ini mau dijawab lagi, takut pintu surga ditutup. Di neraka nggak kuat panas, mana nggak boleh bawa kipas angin.

"Mi, masih lama nggak? Aku mau lanjut tidur," ujar Chandra seraya membaringkan tubuhnya di sofa.

-o0o-

"Wah, jadi tambah cantik gini menantu mami," puji mami saat MUA baru saja selesai mendadani Wenda.

"Mantunya emang udah centong, Jeng. Ditambah polesan lagi, terpampang nyata kecantikan paripurna. Uh, ulala, cucok, deh," lanjut seorang MUA yang jenis kelaminnya diragukan.

"Wen, ayo ke ruang ganti, mami mau ambil baju kamu dulu."

"Mi, Chandra mana?" tanya Wenda karena sejak tadi dia tidak melihat keberadaan Chandra.

"Lanjut tidur katanya tadi. Nggak tau udah bangun belum."

Wenda masuk ke dalam ruang ganti, tangannya satu membuka kancing kemeja dan menanggalkannya, hingga menyisakan tubuh atasnya hanya berbalut tanktop. Tangan Wenda yang satu sibuk memegang ponsel, menghubungi Chandra. Wenda takut Chandra susah dibangunkan jika sudah tidur.

"Iya, Sayang. Kenapa?"

Wenda berbalik, matanya melotot saat mendapati Chandra sudah berada di belakangnya. Percuma saja dia menelepon jika orangnya cuma berjarak kurang dari satu meter di belakangnya.

"Lho? Sejak kapan kamu masuk sini."

Chandra lebih mendekat, menarik pinggang Wenda untuk lebih merapat ke tubuhnya. "Cantik banget. Istrinya siapa, sih?"

"Istri sahnya Park Chanyeol."

Chandra menyentil dahi Wenda. "Kurang-kurangi halunya, suami sah kamu tuh Chandra." Chandra meneliti wajah Wenda. "Ini boleh kiss, nggak sih? Pengin aku kiss," ujar Chandra.

"Nggak! Jangan aneh-aneh, ya. Ini udah jam lima. Nanti kamu rusak makeup aku."

"Sayang, aku mau kiss. Kiss, ya. Boleh, ya," rengek Chandra seperti anak kecil.

Wenda melototi Chandra, memberikan tatapan tajam sebagai peringatan siaga satu.

"Ya, udah deh. Kalo nggak boleh kiss. Aku pelukin aja. Nanti kalo acara udah selesai, aku kiss kamu sampe mabok." Chandra memeluk Wenda.

"Ini tali baju kamu apa fungsinya sih, Wen. Kecil gini," ucap Chandra dengan jahilnya menurunkan satu tali tanktop Wenda dan membenamkan wajahnya pada bahu Wenda.

Wenda membiarkan saja, asal bayi besar ini tidak berulah merusak makeup-nya, dia bebas mau berkata apa. Namun, lama kelamaan ada sesuatu yang ganjil terjadi di bahu kanannya. Bibir Chandra sudah melekat di sana. Seperti lintah jantan.

"Chandra! Kok ditandain, sih," bentak Wenda saat melihat ada tercetak merah di bahu putihnya.

Sang pelaku hanya menyengir tanpa dosa. Wenda bergerak memukul-mukul Chandra tanpa henti.

"Emang, dasar nggak ada akhlak!" geram Wenda masih dengan gerakan memukul Chandra.

"Ada apa ini, kok ribut-ribut," tegur mami yang baru saja masuk ke ruang ganti dengan membawa baju yang akan Wenda kenakan.

"Mami, liat ini, ditandai Chandra barusan," adu Wenda yang memperlihatkan hasil karya terindah Chandra.

Mami tidak tahan untuk tidak memberikan pelajaran pada Chandra, ditariknya telinga caplang Chandra. "Dasar bocah, sinting. Nggak bisa nahan atau gimana sih?"

"Ya, kan biar nggak ketuker, Mi. Makanya aku kasih tanda."

"Kamu pikir istri kamu sandal jepit di masjid. Pake ketuker."

***

Wenda dan Chandra sudah sampai di pelataran gedung kampus, baru saja turun dari mobil menuju aula tempat acara suara nyaring menginterupsi mereka.

"Wendaa ... lo cantik banget," puji Joy saat mereka bertemu di pintu masuk.

"Lo juga, Joy. Cantik banget. Gue sampe pangling.

"Chandraaa ... ganteng banget sih lo," teriak Jaffran heboh.

Chandra menoleh, melemparkan tatapan jijik. "Pengin muntah, anying. Apaan sih, lo! Udah kayak homo tahu nggak!"

"Iya. ya, Chan. Kenapa bisa gitu ya. Kalo sesama cewek saling muji, enak aja gitu dengernya. Lah kalo sesama cowok. Belum apa-apa udah mau muntah, jijik anjim, berasa jadi makhluk belok."

Chandra hanya mengedikkan bahunya. "Untuk urusan itu, gue serahin ke lo. Silakan lo yang mikirin teorinya kenapa bisa terjadi."

Suara dengungan mic terdengar di setiap sudut, menginterupsi kegiatan orang-orang sekitar. Ballroom dengan luas sekitar 8.515 meter ini cukup menampung mahasiswa dan para dosen dalam acara ini. Wenda, Chandra, Joy, dan Jaffran sudah duduk pada kursi yang telah disediakan di dalam ruangan, mendengarkan setiap kata sambutan dari petinggi kampus dan jajarannya.

Acara resmi sudah selesai tiga puluh menit lalu. Sekarang adalah acara bebas yang sangat dinantikan oleh mahasiswa, yang katanya ajang mencari pasangan. Wenda dan Joy sibuk saling mengabadikan momen ini dalam jepretan kamera.


"Wen, lo duduk di sana, ya. Gue ambil foto lo. Pose yang cantik," ucap Joy yang sudah mengarahkan kamera pocket-nya pada Wenda.

Wenda berseru senang, saat melihat hasilnya. "Ah, lo bisa banget motonya, Joy. Keren, ih. Sini gue fotoin lo," tawar Wenda.

Joy sudah berdiri, wajahnya sedikit menghadap ke belakang. Dia bersiap mengambil pose terbaik Joy.
Wenda tersenyum saat melihat hasilnya pada layar kamera.

"Ah, cantik lo, Joy." Wenda memperlihatkan hasilnya pada Joy.

"Mau gue posting di instagram, ah. Bagus, Wen."


Wenda terlalu menikmati berfoto ria bersama Joy. Hingga melupakan Chandra—suaminya. Netranya menyapu penjuru, mencari keberadaan Chandra. Matanya menyipit saat yang dicari sudah dia temukan, tapi ... seseorang yang tidak dia harapkan sedang berjalan menuju Chandra.

Wenda bergegas berjalan ke tempat keberadaan Chandra, dia tidak menghiraukan Joy yang memanggil-manggil karena ditinggalkan begitu saja.

"Chan," panggil Wenda dengan tangan yang langsung melingkar di lengan Chandra.

Chandra menoleh, menelengkan kepala ke wajah Wenda. "Udah fotonya?"

Wenda hanya mengangguk, tubuhnya kian merapat ke Chandra, bergelayut manja di lengan kokoh Chandra. Seorang gadis dengan dress berwarna putih, bagian atasnya terbuka, hanya ada tali tipis pada bahunya. Berjalan bak model profesional dengan high heels 15 cm ke arah Wenda dan Chandra.

Chandra sedikit mengernyitkan dahi dengan sikap Wenda yang tiba-tiba menempel padanya. "Mau sesuatu?" tanya Chandra.

Wenda tidak menjawab, matanya nyalang menatap pada sosok yang sudah berdiri di hadapannya.

"Hai," sapa Shanshan.


Chandra mengalihkan pandangannya dari Wenda ke perempuan di depannya.

"Kamu, anaknya Om Siswanto, kan?" tanya Shanshan lagi.

"Iya, benar. Lo siapa?" Chandra balik bertanya.

Shanshan mengulurkan tangannya, Chandra ragu menyambutnya, dia biarkan saja tangan Shanshan menggantung di udara.

"Sayang, aku haus. Mau minum!" ucap Wenda tiba-tiba.

Beruntunglah sekarang tingkat kepekaan Chandra sedang aktif. Chandra jelas mengerti maksud Wenda, terlebih lagi sapaan 'sayang' yang tidak pernah Wenda sebut sebelumnya.

Pasti ada apa-apa nih bini gue.

"Maaf, istri gue haus. Kita mau cari minum. Permisi!" tegas Chandra membawa Wenda menjauh dan meninggalkan Shanshan yang merasa tertolak sebelum bertindak.

Chandra mengangsurkan gelas minum pada Wenda. "Kamu kenal dia?" tanya Chandra.

"Dia itu yang aku ceritain kemarin, dia itu Shanshan," bisik Wenda.

"Oh, dia yang namanya Shanshan. Lumayan."

Wenda mendelik tajam, jelas dia paham arti dari kata lumayan yang Chandra lontarkan.

"Bercanda, Sayang. Tetep cantikan kamu pokoknya," puji Chandra.

"Awas ya kalo kamu ganjen-ganjen ke dia."

Chandra mengusap puncak kepala Wenda. "Nggak akan, tapi kamu juga janji hindari dia. Oke? Dia kayaknya bukan dari keluarga sembarangan."

Wenda mengangguk. "Hmm, aku janji."

"Ah, jadi pengin cepet-cepet pulang."

"Emang mau ngapain?"

"Mau cium-ciumin kamu sampe pingsan," bisik Chandra.

Mata Wenda terbuka lebar, telapak tangannya melayang di lengan Chandra. Memukulnya gemas.

"Tapi, Chan. Aku rasanya pengin banget mutusin tali spaghetti di dress-nya tadi. Biar dia nggak pake baju sekalian. Emang dia nggak malu apa ya, pake baju kebuka gitu. Nggak takut masuk angin."

Chandra tergelak mendengar niat dan gerutuan Wenda. "Kamu kok jahat sih, Wen."

"Terus gimana dia bisa masuk tadi. Emang nggak ada larangan apa ya pake baju kebuka gitu?"

"Ada, kok. Cuma ya pinter-pinter mereka nyiasatinnya gimana. Mungkin tadi dia tutupin pake apa gitu."

"Pake daun pisang, mungkin," celetuk Wenda.

Chandra semakin tergelak. "Sayang, kalo pake daun pisang kayak lontong dong."

"Lemper isi oncom!"

Tanjung Enim, 14 NOV 2020
Republish, 4 Maret 2021

Salam sayang ♥️
RinBee 🐝

Berhubung aku belom tidur. Jadi, malam ini Doble. 😆 Happy reading gengs.
251222

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro