25 // Pegawai Butik
Chandra menatap fokus layar ponselnya yang tersandar pada botol kecap dan saus di atas meja kantin, tangannya memegang pena di atas selembar kertas. Sesekali dahinya mengkerut, telunjuknya menyentuh kembali layar ponsel, hingga video yang sedang dia tonton kembali memutar dari awal.
Di seberangnya, tidak jauh berbeda. Jaffran tampak mencoret-coret di atas kertas portofolio, raut muka bingung tercetak jelas. Helaan napas berat beberapa kali terdengar.
"Nonton apaan, sih? Serius banget." Wenda yang baru saja datang, mengambil posisi duduk di sebelah Chandra.
"Iya, nih! Kita datang sampe nggak disadari," sambung Joy yang sudah duduk di samping Jaffran.
"Eh, udah datang, sini duduk," ajak Chandra.
"Telat, Pak! Ini udah duduk saya," sungut Wenda.
Wenda mencondongkan kepalanya ke depan, meneliti ponsel Chandra, matanya menyipit. "Tumben nontoni beginian?"
Wenda bingung, luar biasa bingung. Pasalnya video yang sedang ditonton Chandra adalah video cara mengerjakan soal-soal berhitung; matematika ekonomi.
"Ini ada tugas, Wen. Si kampret ini, baru ngasih tahu tadi. Nanti ini mau dikumpul."
Wenda meraih kertas yang sejak tadi Chandra—pelototi—kerjakan. Matanya meneliti soal yang ada di sana.
"Kamu, nggak bisa ngerjain ini?"
Chandra menggeleng lemah. "Kalo bisa udah selesai aku kerjain, Wen."
Suara Jaffran menginterupsi Wenda dan Chandra. "Chan, kita bolos aja, yuk. Pusing gue, ini soal udah kayak pertanyaan malaikat dalam kubur. Susah ampun."
Wenda sudah mengambil gerakan ingin melemparkan kotak tisu pada Jaffran. "Lo berdua bolos, besoknya gue penggal," ancam Wenda.
"Ampun, Mbak jago." Jaffran mengangkat kedua tangannya kemudian melirik Chandra. "Galak banget bini lo, Chan."
Wenda menekuri soal tugas Chandra, jarinya yang mengapit pena lincah di atas kertas. Tangan kirinya menghitung menggunakan kalkulator pada ponselnya. Bulu matanya yang lentik bergerak indah saat matanya berpindah memperhatikan soal yang satu dan yang lainnya.
Lima belas menit sudah, kertas soal Chandra sudah penuh dengan jawaban yang tertulis rapi. Wenda mengangsurkan ke depan Chandra.
"Kok, kamu bisa ngerjainnya?" tanya Chandra takjub, Wenda berhasil mengerjakan tugasnya.
"Bisa lah, ini kan soal yang pernah kita pelajari di kelas dua belas. Makanya, kalo Bu Tuti jelasin pelajaran tuh dengerin."
Chandra menggaruk tengkuknya. "Aku dengerin, kok. Cuma emang rada susah aku ngerti aja," kilah Chandra.
"Bro, nyontek. Buruan siniin kertas lo." Jaffran menggapai-gapai kertas yang masih di tangan Chandra.
"Lo juga, Jaf. Sama aja! Masa soal ini aja nggak tahu. Kebanyakan tidur sih kerjaan lo."
Tanpa memalingkan wajahnya pada kertas jawaban, Jaffran menyahuti ucapan Wenda. "Gue nggak sengaja tidur, Wen. Gimana, ya. Suara Bu Tuti tuh merdu banget, serasa didongengi aja gitu," sela Jaffran yang tidak bisa diterima akal sehat.
"Kamu, suka tidur di kelas, Beib? Ngapain? Mending tidur di kamar," tukas Joy pada Jaffran memastikan rahasia yang baru saja terbongkar.
"Yeh, sama aja ini bininya." Wenda mencibir, "Iya, Joy. Dia tukang tidur di kelas. Pernah sama guru agama disuruh berwudhu biar nggak ngantuk. Eh, dia malah tidur di toilet musala. Satu kelas nyariin dia."
Joy tergelak mendengar aib pacarnya sendiri. "Berarti ... emang sudah bakat alami dia gitu ya, Wen." Joy semakin menjadi menertawakan Jaffran.
"Bro, mulut bini lo lemes banget," sindir Jaffran.
Chandra cuma mengangkat bahu. "Wen, kamu mau langsung pulang atau ke butik?" tanya Chandra seraya membenahi rambut Wenda yang jatuh, membawanya ke belakang telinga.
"Mau ke butik aja, di rumah bosen juga. Nanti nebeng sama Joy, kan searah sama rumahnya."
"Hati-hati, ya. Nanti pulangnya aku jemput."
"Jaf, udah belum. Lo nulis lama banget. Udah kayak cabe-cabean ngelukis alis. Buruan udah mau masuk ini." Chandra beranjak dari kursinya.
"Woi! Sialan. Nggak tahu tempat si anying."
"Wow."
Seru Jaffran dan Joy berbarengan saat melihat apa yang terjadi di depannya. Chandra mendaratkan satu kecupan di pelipis Wenda. Wenda gelagapan, kepalanya menoleh kanan kiri, takut aksi Chandra jadi tontonan mahasiswa lain, bahkan dosen. Beruntung, tidak ada yang melihatnya kecuali Joy dan Jaffran.
"Makasih udah ngerjain tugas aku, nanti pulang aku bawain makanan favorit kamu," ucap Chandra berlalu.
-o0o-
Wenda memasuki butik, langkahnya dibawa ke lantai dua. Tujuannya adalah ruangan mami, tapi ... kosong.
Mami ke mana ya? Atau ada urusan di luar.
Tujuan selanjutnya adalah ruang sebelahnya. Netra Wenda menangkap sosok yang tidak asing baginya, sudah beberapa kali dia jumpai, baik di kampus atau di butik mami.
Wenda melangkah masuk, mendekat ke Tia yang sedang sibuk melayani permintaan pelanggan VVIP butik mami.
"Eh, Mbak Wenda. Udah selesai kuliahnya?" tanya Tia saat menyadari keberadaan Wenda di sampingnya.
"Iya, Kak. Lagi ada tamu, ya? Mami mana?" bisik Wenda hampir terdengar seperti gumaman.
"Ibu lagi ada meeting."
Wenda hanya mengangguk, pandangannya beralih pada sosok gadis yang masih sibuk memilah-milih dress yang terpajang pada gantungan. Dia berbalik, menatap Wenda sesaat.
"Lo temennya Joy, kan? Kerja di sini lo?" tanyanya.
Wenda mengepalkan tangannya, pertanyaannya memanglah umum dan hal biasa, tetapi cara penuturannya yang membuat Wenda menahan rasa jengkel. Dengan tatapan merendahkan, telunjuk lentik yang dihiasi art nail mengacung dari atas ke bawah menunjuk Wenda.
"Mbak Wenda ini me—"
Ucapan Tia terpotong, saat Wenda mencekal pergelangan tangan Tia, kepalanya menggeleng samar seolah sedang mengisyaratkan 'jangan beri tahu'.
"Iya, Kak. Saya kerja paruh waktu di sini," ucap Wenda tenang dan menjaga etika sopan santun.
"Beruntung, ya. Punya temen anak orang kaya, pasti ke mana-mana ditebengi, dibayari. Eh, malah dinikahi juga. Seperti Upik abu menjadi Cinderella," ucap Shanshan sinis.
Ya, gadis angkuh yang sedang berdiri dengan melipat tangan di depan dada, kacamata gelap bertengger di atas kepalanya, makeup yang sedikit berlebihan, dan bibir merona terang karena lipstik yang dia kenakan adalah Yuan Shanshan.
Wenda duduk di sofa, pikirannya masih saja memikirkan ucapan Shanshan tiga puluh menit lalu. Netranya melihat tumpukan kertas sketsa, ada satu lembar sketsa yang menarik perhatian Wenda. Gambar long dress, dengan model atasnya berupa kemben yang menggantung dan hanya ada seutas tali tipis di kedua bahu. Jelas terlihat terbuka pada bagian atas.
"Itu pesanan pelanggan yang tadi, Mbak." Tia memberi tahu Wenda. "Oh, iya. Di kampusnya mau ada acara ya, Mbak? Ibu sudah nyiapin outfit buat Mbak Wenda dan Mas Chandra," lanjut Tia yang membuat Wenda semakin bingung.
"Outfit buat apa, Kak?"
"Buat acara di kampus lah, Mbak. Kampus Mbak Wenda setiap tahun rutin ngadain acara ini, dalam rangka hari jadi kampus. Dan tiap tahun juga biasanya banyak yang ambil jasa di sini."
Wenda mengangguk, dia jelas tahu jika di kampusnya dua pekan lagi akan diadakan pesta kampus. Dia hanya tidak tahu jika pesta itu akan seperti pesta-pesta kalangan atas.
"Emang harus banget ya, kak? Pake baju mahal di acara itu? Nggak ada yang pake kebaya biasa atau batik?" tanya Wenda polos.
"Nggak harus sih sebenarnya, cuma anak-anak kalangan atas aja kadang berlebihan. Adekku lulusan sana, setiap tahun dia pakai yang biasa-biasa aja."
Wenda tersenyum. "Ya, udah. Berarti aku pakai yang ada aja, aku juga nggak mau pakai yang kayak gini, semua terbuka. Nanti nikmati pesta nggak malah masuk angin," tunjuk Wenda pada sketsa baju Shanshan.
Tia tergelak mendengar celetuk Wenda. "Ya, nggak harus juga yang kayak gitu, Mbak. Ini kan sesuai request orang. Mbak Wenda tinggal bilang aja mau modelnya gimana sama ibu. Ibu udah excited lho, mau merancang baju buat Mbak Wenda, masa ditolak."
Ada benarnya juga, tidak mungkin Wenda menolak dan memakai baju seadanya yang dia miliki, sementara mami sudah sangat bersemangat. Bagaimana kalau nanti jadi bahan pembicaraan kampus. Menantu seorang desainer terkenal di Jakarta, tetapi memakai outfit biasa saja.
Sebenarnya aku mau nolak, tapi mami pasti kecewa kalo aku ngelakuin itu, tapi aku nggak mau orang-orang berpikiran aku manfaatin keluarga Chandra.
Tanjung Enim, 08 NOV 2020
Republish, 02 Maret 2021
Haloooowwww... Selamat hari Jumat epribadeh. Bagaimana liburan sekolahnya? 🤭
Salam sayang ♥️
RinBee 🐝
231222
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro