Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 // Fan war

Harap dibaca dengan runtun.
Tinggalkan jejak vote dan komen bukti kamu hadir.
.
.
.
.

"Chan. Ya, ya ... biarin aku nyetir sendiri ke kampusnya."

"Nggak! Kamu, aku yang anter."

"Chan ...."

Sudah dari kemarin malam Wenda merengek agar dapat izin membawa mobilnya sendiri ke kampus. Pasalnya bukan apa-apa, Chandra belum yakin Wenda bisa menyetir dengan benar. Menurut informasi yang Joy berikan, saat belajar menyetir Wenda menabrak tong sampah organik di pinggir jalan.

"Tapi, 'kan kamu kuliahnya cuma satu mata kuliah, dan itu pun jam sepuluh Chan, aku kuliah dari jam delapan. Emang kamu mau kaya orang bego di kampus sampe jam sepuluh," papar Wenda masih berusaha bernegosiasi.

Wenda duduk di tepi tempat tidur, masih sibuk menyisir rambut panjangnya, sesekali Wenda membenahi rol rambut yang dia kenakan untuk menyanggah poninya.

Chandra mendekati Wenda, seraya mengalungkan handuk di lehernya. Tubuhnya sedikit membungkuk memperhatikan wajah Wenda.

"Lipstik baru, ya?" tanya Chandra merasa ada yang berbeda dari wajah Wenda—yang sebenarnya mengalihkan pembicaraan.

Wenda berbinar, merasa semangatnya berkobar untuk membahas hal yang satu ini.

"Iya, bagus nggak? Kemarin beli sama Joy. Ini tuh lip cream yang suami aku jadi brand ambassador-nya. Bonus Potocard-nya juga ganteng parah."

Chandra menyesal mengalihkan pembicaraan dengan membahas lipstik yang Wenda kenakan. Ingin rasanya mencolokkan linggis ke mulutnya. Chandra paham betul siapa yang Wenda sebut 'suaminya', tak lain tak bukan sang idola yang dia kagumi.

"Bagus nggak?" tanya Wenda lagi.

"Iya bagus, cocok sama kamu. Jadi mirip Wendy Redvelvet."

"Sebanyak idol Korea, kamu cuma tahu sama Wendy aja. Nggak ada yang lain?"

"Ada! Yang suka aku liat di iklan kopi cobain kuy. Mirip Kak Dhika."

Wenda tergelak mendengar ucapan Chandra, menyamakan kakak paling menyebalkan sedunia menurutnya dengan artis Korea, hal yang paling dia pungkiri.

"Lucas? Mana ada si kambing bandot itu mirip Lucas WayV. Ngadi-ngadi kamu."

"Kiss," ucap Chandra tiba-tiba.

"Tapi aku bawa mobil sendiri ya?"

Balik lagi bahas itu. Sia-sia aja dong gue nahan hati, dengerin tentang laki Korea yang mukanya sama semua itu.

Chandra bergeming, tidak mengiyakan pun tidak menolak permintaan Wenda yang itu-itu lagi.
Wenda mendekatkan wajahnya, mencium sekilas pipi kiri Chandra.

"Kok, di pipi? Di sini dong," tunjuk Chandra pada bibirnya yang sudah dimajukan.

Wenda menangkupkan pipi Chandra, mengecup sekilas bibirnya.

"Boleh, ya."

Chandra berbalik, berjalan menuju kamar mandi. Melanjutkan rencana awalnya.

"Chan," panggil Wenda lagi. "Boleh, ya."

"Nggak, Wen. Kamu aku anter," tandas Chandra yang sudah masuk dan menutup pintu kamar mandi.

"CHANDRA!" teriak Wenda dengan nada geram terdengar sampai kamar mandi.

Chandra menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi. Tubuh atasnya sudah tidak dibalut kaus yang tadi dia kenakan.

"Apa, Sayang? Mau nemenin aku mandi?"

"Ish, nyebelin banget, sih. Dasar mesum."

-o0o-

Wenda masih kesal dengan kejadian pagi tadi, dari mulai kuliah hingga selesainya kelas, wajah Wenda seperti baju yang tidak kena panas setrikaan. Kusut!

"Lo kenapa sih, Wen? Dari mulai kelas muka lo ditekuk aja. Kurang jatah dari Chandra lo semalem?" celetuk Joy sudah mulai jengah.

"Ngomong apa sih, lo. Otak lo sebelas dua belas sama cowok lo. Kotor banget!"

Joy terkekeh, sebegitu mesumkah dia di mata Wenda? Kalau iya, Jaffran harus disalahkan dalam hal ini. Loh? Kok jadi Jaffran.

"Ya, habisnya lo kayaknya bete banget dari tadi, ada masalah?"

"Ya, gimana nggak bete. Gue—"

Belum juga sempat Wenda mengutarakan isi hatinya. Ponselnya berdering ada pesan masuk.

Anaknya Bapak Agung :
Wen, kelasnya udah kelar belum? Aku di kantin kampus C sama Jaffran.

Tidak usah berharap pesan itu akan Wenda balas. Dia masih kesal dengan si pengirim. Dibacanya saja sudah cukup beruntung.

"Apa tadi?" Joy kembali menanyakan cerita Wenda yang sempat terjeda.

"Gue tuh pengin bawa mobil sendiri, tapi nggak di bolehin sama Chandra."

"Ya, kali! Chandra mau jadi duda, Wenda. Gaya nyetir lo udah kayak kucing punya nyawa sembilan tahu nggak! Belajar nyetir yang bener dulu," tegas Joy yang secara tidak langsung membenarkan apa yang dilakukan Chandra.

Wenda dan Joy berjalan menuju kantin gedung C, langkah mereka terhenti saat seorang gadis menyapanya.

"Hai, Wen. Masih ingat gue?"

Wenda mengernyit. "Kita pernah satu SMP, 'kan? Kuliah di sini juga lo."

"Iya, Wen. Gue satu jurusan sama Chandra cuma beda kelas aja. Hmm ... gue boleh minta tolong? Tolong kasih ini ke Chandra, bisa?"

Wenda melirik paper bag yang gadis itu berikan. Apa nih? Malesin banget, sih. Nggak tahu apa gue lagi bad mood denger namanya aja.

"Gue lagi kemusuhan sama Chandra. Kenapa nggak kasih sendiri. Dia ada di kantin C."

"Kita mau ke sana, bareng aja," sambung Joy.

Wenda, Joy, dan Alika berjalan beriringan menuju tempat keberadaan Chandra. Entah Wenda yang terlalu polos, hingga dia tidak menaruh curiga sedikit pun pada Alika. Ya, gadis yang sedang berjalan beriringan dengannya ini adalah Alika. Gadis yang sama selalu memberi Chandra 'kopi penyemangat' setiap harinya.

Mata Chandra semakin membesar, rahang Jaffran sudah jatuh, saat melihat seseorang yang sangat tidak mereka harapkan bertemu dengan Wenda, justru sekarang sedang berjalan ke arah mereka.

"Mampus lo, Chan. Itu cewek kenapa bisa bareng bini lo, siap-siap lo nggak diberi jatah tiga bulan," bisik Jaffran.

"Diem lo! Omongan lo ngebantu nggak, bikin tambah panas dingin iya," balas Chandra dengan perasaan ketar-ketir.

"Kenapa? Aku cantik ya hari ini? Makanya kamu ngeliatin aku kayak gitu," celetuk Joy saat kakinya sudah sampai di depan meja Jaffran.

"Sayang, mending kita cari meja lain aja, yuk," ajak Jaffran keluar dari mejanya, menarik tangan Joy menjauh.

Joy bingung, apa sebenarnya terjadi. "Kenapa?"

"Bakal ada fanwar," tandas Jaffran.

Wenda mengurungkan niatnya untuk duduk, saat rungunya menangkap suara ganjil yang diucapkan gadis di sebelahnya, berdiri di depan Chandra—suaminya—mengangsurkan paper bag yang sejak tadi dia jinjing.

"Chan, ini untuk lo." Alika menyimpan paper bag itu di meja depan Chandra. "Gue tahu mungkin lo muak dengan apa yang gue lakukan setiap harinya, tapi gue cuma mau nyoba sampe lo mau nerima gue. Gue suka sama lo, udah dari kita SMP.

Wenda menarik lengan Alika, mau tak mau sekarang posisinya berhadapan dengan Wenda. "Gue nggak salah denger, 'kan?"

"Nggak, Wen. Gue suka sama sahabat lo."

Wenda mendecih. "Sahabat, ya? Oke, sahabat." Wenda melirik Chandra seolah sedang berbicara melalui mata apa ini? Apa ini? Lo jelasin, sekarang!

Chandra menarik Wenda untuk duduk di sebelahnya, pandangannya beralih ke Alika yang masih berdiri. Beruntung mereka di meja pojok, suasana kantin pun masih lenggang, rasanya jika dibahas di sini tidak masalah.

"Lo, duduk dulu. Gue mau jelasin ke lo, penting banget."

Alika menarik kursi di depannya, duduk berhadapan degan Wenda dan Chandra. Mata Wenda penuh kilatan marah memperhatikan Alika. Wenda tidak menyukai sesuatu miliknya diganggu orang lain. Wenda tidak salah, kan? Dia berhak marah, karena pada kenyataannya Chandra sah miliknya.

"Gue, kan udah bilang ke lo untuk berhenti. Kok, lo lebih milih bebal sih?" Chandra menghela napas, "lo cuma tahu gue sahabatan 'kan dengan wenda? Gue kasih tahu lo, gue sama Wenda udah nikah," tandas Chandra.

Alika terkejut, matanya nanar menatap Wenda dan Chandra bergantian. Sejenak gadis itu murung menundukkan wajahnya.

"Oi, kedelai hitam yang dibesarkan seperti anak sendiri," panggil Wenda pada Alika.

"Wen, itu Malika, ini Alika. Beda konsep, Wen."

Wenda mendelik tajam menatap Chandra, terpaksa Chandra harus membungkam mulutnya sementara.

"Lo, 'kan yang ngomongi gue di perosotan waktu TK, lo juga yang ngatain bias gue flop, tapi ujungnya lo embat juga. Chanyeol EXO itu punya gue! Sekarang lo centil-centil sama laki gue, lo sehat?" cemooh Wenda.

"Wen, kok bawa-bawa artis Korea, sih?"

"Diem kamu! Kamu juga sama. Ganjen! Keenakan ya dikasih kopi setiap hari. Pantesan tadi ngotot mau datang pagi, padahal kuliah jam sepuluh. Mau nemuin beliau ini?"

Jari Wenda sudah diarahkannya ke wajah Alika. Wenda terus menunjuk-nunjuk Alika seiring dengan ucapannya yang pedas.

"Wen, nggak gitu, tadi maksud ak—"

"Udah deh, mending kamu diem." Wenda mengibaskan tangan Chandra. "Besok-besok kamu nggak usah kerja di pabrik papi lagi, kerja aja sama Kak Dhika. Biar puas ngopi."

"Wen, tenang dulu." Chandra mencoba menenangkan Wenda yang suaranya sudah naik satu oktaf, sementara tangannya menggebrak meja.

"Wen, gue minta maaf," cicit Alika. "Gue nggak tahu kalo kalian udah nikah, serius. Gue minta maaf banget."

Alika meremat ujung bajunya, merasa bersalah? Tentu, suara gadis itu sudah gemetar tanda gugup mengepungnya. 

"G-gue nggak akan ganggu Chandra lagi, gue janji. K-kalo gitu gue permisi dulu."

"Ya, udah pergi sana. Nggak usah balik lagi bila perlu."

Alika bergegas meninggalkan Wenda dan Chandra, semetara Joy dan Jaffran yang tadi sempat pindah ke meja lain kembali mendekat.

"Gila! Luar biasa lo, Wen. Gue suka gaya lo yang nunjuk-nunjuk itu cewek, apalagi pas bagian 'Chanyeol Exo punya gue!'. Keren banget deh pokoknya. Bar-barnya dapet banget, emang pelakor tuh harus di gituin biar tahu diri," ujar Joy tanpa dosa sudah mengompori Wenda.

Jaffran menepuk dahinya melihat Joy yang mengompori Wenda, dia takut Wenda akan tambah murka. Bukan apa-apa, jika tambah murka pasti Chandra yang terancam dan dia akan tertarik dalam masalah rumah tangga temannya ini. Nikah belum, sudah ribet dengan rumah tangga—orang.

Tanjung Enim, 22 Oktober 2020
Republish, 27 Februari 2021


Btw, kemarin gw ikutan war di Twitter. Karena Bias gw dikatain fandom lain. Wkwkwk
*Tidak untuk ditiru*
161222

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro