16 // Panggil (an) Sayang.
Setelah pemeriksaan selesai dokter Bisma pamit pulang, sementara Ina masih berada di dalam kamar yang sama dengan Wenda dan Chandra.
"Terima kasih ya, Kak," ujar Chandra yang sudah dia ucapkan berulang. "Maaf jadi ganggu Kakak, padahal tadi mau pergi, ya."
"Sama-sama, Chan. Justru kakak yang minta maaf. Gara-gara cookies dari kakak Wenda jadi gini. Tadi cuma mau bawa Clarissa jalan sore doang kok, ke minimarket beli camilannya."
"Nggak apa-apa, Kak. Lagian kakak juga nggak tahu."
Ina tersenyum setelahnya, meski masih ada rasa tidak enak di hatinya. Netranya beralih pada sang buah hati, sedang asiknya bersenda gurau bersama Wenda. Tangan mungil Clarissa mengelus pipi Wenda yang sedang duduk bersandar di tumpukan bantal.
"Momo cantik," ujar anak itu sambil tersenyum.
"Aunty, cantik?"
"Hmm." Clarissa mengangguk dengan lucu.
"Kamu juga cantik, lucu, pinter lagi," balas Wenda mencubit gemas pipi gembil Clarissa.
"Ca ... Caca. Hei, Sayang jangan gitu, aunty Wenda lagi sakit loh." Bocah perempuan itu tidak mendengarkan seruan sang mama, dia tetap merangkak di atas tubuh Wenda, tangan mungilnya meraih wajah Wenda, mendaratkan satu kecupan hangat di pipi kanan Wenda.
"Woah, aunty dapat kiss!" Wenda bersorak senang, sengaja menampilkan ekspresi terkejut berlebihan demi si balita tertawa riang.
"Tepat cembuh ya, Momo," ucapnya lagi.
Wenda menoleh ke arah Ina, dahi Wenda mengernyit. "Momo siapa, Kak? Clarissa panggil aku Momo dari awal ketemu." Wenda bertanya mencari jawaban.
"Nggak tahu, kakak juga baru denger."
Wenda membenahi posisi duduknya, memangku Clarissa. "Clarissa, momo siapa, sih?"
Kedua telapak tangan si kecil bergerak, dia simpan di dada Wenda. "Ini Momo," ucapnya.
"Kalo Om Chan?"
"Itu, uncle," tunjuk Clarissa pada Chandra yang sejak tadi duduk di pinggir tempat tidur.
"Eh, dia tahu sama Chandra?"
"Tadi, Clarissa tanya sama kakak. Katanya om sebelah rumah siapa namanya," kekeh Ina.
"Masa gue om sih, Wen. PasanganUncle gitu pasangannya aunty, Clarissa aja panggilnya uncle," protes Chandra.
Wenda melirik Chandra. "Nggak cocok lo dipanggil uncle. Om aja udah kebagusan buat lo. Harusnya mamang."
Wenda kembali fokus pada Clarissa. "Mama mana?" tanya Wenda lagi.
Clarissa memutar tubuhnya menghadap Ina yang dia belakangi. "Itu, Mama."
Wenda memutar bola matanya ke atas. Berpikir siapa lagi yang akan dia tanyakan. "Kalo papa, mana?"
"Kelja. Kemalin pelgi jauh, papa cali uang buat Caca beli jajan es klim," ucap Clarissa dengan cadel di beberapa kata.
"Papanya Clarissa lagi ada dinas ke luar kota," timpal Ina.
"Terus Momo siapa dong, Kak?"
"Oh, mungkin ... mommy-nya."
"Mommy?"
"Adiknya papa Clarissa. Clarissa panggil mommy."
Wenda tersenyum menatap Clarissa yang dengan asik memainkan rambut panjang Wenda. "Kamu mau panggil aku mommy, ya?"
Clarissa mendongak menatap Wenda, "Mommy? Ini momo, mommy juga kelja di lumah sakit."
"Mommy-nya Clarissa dokter." Ina kembali menimpali ucapan sang anak.
"Jadi aku dapat panggilan sayang. Momo?"
"Iya, Momo," tandas balita itu.
-o0o-
Wenda sudah beberapa kali menguap, matanya sedikit berair karena kantuk yang dia rasakan. Ina dan Clarissa sudah pulang sejak dua puluh menit yang lalu. Bocah cantik itu sudah kelelahan bermain, saat dibawa pulang sang mama pun sudah tertidur pulas.
"Ngantuk, ya?"
Chandra membenahi posisi tidur Wenda, menarik selimut menutup hingga batas dada. Tangannya meraih remote AC, menyetel suhu yang dia perkiraan pas untuk kenyamanan Wenda.
"Istirahat, ya. Kerjaan gue masih belum selesai tadi." Chandra mengusap dahi Wenda, mengusap puncak kepala Wenda kemudian beranjak meninggalkan kamar mereka.
Chandra kembali ke aktivitasnya semula, menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun, pikirannya mengawang, ada sesuatu yang menggangu kerja otaknya. Dia menghentikan kegiatannya, kakinya melangkah ke pojok ruangan, merebahkan tubuhnya pada kursi yang ada di sana. Memejamkan matanya sampai ... ketiduran.
Chandra tersentak, saat ponselnya berdering di atas meja di hadapannya. Dia melirik benda canggih itu masih menjerit minta perhatian, Chandra terlalu malas mengangkat panggilan dari Jaffran, dia biarkan begitu saja hingga ponselnya tidak lagi berbunyi.
"Gue ketiduran, jam berapa sekarang," gumamnya seraya melirik jam dinding.
Sudah menunjukkan angka 19.05. Itu berarti sudah dua jam Chandra ketiduran, gimana keadaan Wenda, ya?
Chandra bangkit dari posisinya, berjalan ke luar menuju kamar mereka. Keadaan kamar gelap, lampu kamar belum dinyalakan. Tangannya mencoba mencari sakelar yang ada di sisi dinding. Chandra bergegas menekan tombol itu saat indera perabanya sudah menemukannya.
"Eh, sudah bangun." Chandra tersenyum menghampiri Wenda yang sudah duduk di atas tempat tidurnya, mengusap pelan matanya, mengusir sisa kantuk di sana.
"Udah, baikan? Masih gatal-gatal nggak?"
"Chan, lapar." Bukan menjawab pertanyaan Chandra, Wenda justru mengucapkan pernyataan.
"Kita belum ada stok bahan makanan di dapur. Delivery aja, gimana?"
Wenda hanya mengangguk, Chandra mengulurkan tangannya ke Wenda. Mereka berjalan menuju pantry. Wenda duduk pada bar stool di samping Chandra yang sibuk memesan makanan dari aplikasi online.
Chandra menoleh, meraih kepala Wenda. Mengusap rambut Wenda sembari berucap, "Jangan sakit lagi, ya."
Wenda memutar tubuhnya menghadap Chandra. "Lo kenapa, sih? Lebay banget, gue bukan sakit parah. Gini doang juga."
Tangan Chandra mengusap dahi Wenda. "Gue trauma kalo orang terdekat gue sakit, Wen."
"Kenapa emang?"
"Dulu waktu gue umur tujuh tahun, mami bilang gue mau ada adik, gue seneng banget waktu itu."
Chandra menghela napas sejenak, "Tapi ... mami keguguran, gue dulu nggak tahu istilah itu keguguran, mereka cuma bilang, mami sakit calon adik gue—"
"Chan ...," lirih Wenda. "Stop! Gue nggak mau denger itu lagi."
Mata Chandra menatap Wenda. Mata Wenda berkaca, tangannya berkeringat dingin. "Iya, nggak gue lanjutin, tapi janji jangan sakit, oke?"
Wenda mengangguk, berusaha menarik senyum meski terlihat aneh. Chandra tidak tahan dengan rasa gemasnya pada Wenda, dia mendaratkan satu kecupan di pelipis Wenda.
Suara Bel terdengar nyaring, menyentak kegiatan Chandra. "Itu mungkin makanannya," ujar Chandra mengusap puncak kepala Wenda. "Aku ambil dulu, ya."
Setelah kembali dari depan, Chandra segera menata makanan di meja pantry. Mereka mulai menyantap makan malam perdana di rumah mereka.
"Wenda, kayaknya kita harus ngubah panggilan, deh, jangan 'lo gue' lagi," ujar Chandra.
Wenda mendongak menatap wajah Chandra. "Emhang kenawpha?" jawab Wenda dengan mulut penuh makanan. Tangan Chandra bergerak ke sudut bibir Wenda, membersihkan sisa makanan.
"Ya, nggak apa-apa. Gue diledekin Jaffran, katanya udah suami istri, tapi masih lo gue, dia sama Joy yang masih pacaran aja ada panggilan sayang."
Wenda mengangguk-angguk, Chandra melanjutkan ucapannya. "Clarissa aja ada panggilan sayang buat lo."
"Emang mau dipanggil apa? Ayah bunda kayak anak jaman now, terus nanti pas anniversary bikin postingan di sosial media, 'selamat aniversity ke satu tahun ayah, bunda sayang ayah'."
Wenda tergelak mengingat sesuatu yang dia lihat di sosial media. "Alay banget tahu nggak, Chan. Mana dia ngomongnya aniversity lagi, aniversity apaan coba? Sodara jauhnya university?"
"Ya, nggak gitu juga, Wen. Terserah panggil apa. Panggil sayang juga boleh," celetuk Chandra sembari menikmati makanannya tanpa melihat ekspresi wajah Wenda.
Sesaat kemudian Chandra mengangkat kepalanya, lalu berkata, "Wen, lo kan suka Korea, ya mungkin ada panggilan apa gitu ala Korea. Oppa ... mungkin?"
Wenda mengernyit. "Kalo lo mau gue panggil oppa, pastikan dulu muka lo mirip main rapper Exo."
"Ya, Wen. Kalo muka gue mirip dia, bukan lo yang gue nikahi."
"Siapa, emang?"
"Son Seung-wan," tandas Chandra.
Mereka menghabiskan makan malam dengan sesekali bercanda, Chandra bangkit membereskan piring kotor, membawanya ke wastafel untuk dicuci.
"Kamu istirahat aja, biar aku yang beresin," ucap Chandra pada Wenda yang berdiri di sampingnya.
Wenda mengulum senyum, rasanya masih aneh mendengar Chandra mengucapkan kata sapaan aku dan kamu.
Tanjung Enim, 04 Okt 2020
Republish. 24 Feb 2021
Salam sayang
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro