07 // Rumah Mertua
Wenda dan Chandra sudah berstatus sahabat, tapi menikah. Sementara mereka tinggal di kediaman Chandra, tidak ada kesulitan bagi Wenda untuk beradaptasi di lingkungan keluarga Chandra. Karena saat status mereka masih menjadi sahabat pun, Wenda sudah akrab bahkan menganggap keluarga Chandra seperti keluarganya sendiri. Begitu juga sebaliknya, kedua orang tua Chandra sangat menyukai Wenda.
Mata Wenda mengerjap pelan, menyamakan cahaya yang masuk ke dalam kamarnya melalui celah gorden kamar. Wenda berbalik, sekarang dia tidak sendiri lagi, hal pertama setiap kali bangun tidur akan ada Chandra di sampingnya.
Chandra dengan wajah damainya saat tidur, memeluk guling yang berada di antara mereka. Tangan Wenda terulur menyentuh wajah Chandra. Jari telunjuknya dengan jahil menusuk-nusuk lubang kecil di pipi Chandra.
Chandra terusik, dengan suara seraknya dia bergumam, "Gue masih ngantuk, Wen. Capek. Semalem baru tidur jam 2."
Wenda terkekeh. "Siapa suruh maennya sampe jam 2," balas Wenda tidak mau kalah.
Mata Chandra terbuka pelan, sebelum akhirnya mengatup kembali. Namun, bibirnya masih berujar menimpali ucapan Wenda. "Ya, habisnya nanggung. Lo enak ngomong gitu, lo tidur. Gue jadi sendirian nyelesaiinnya, berjuang sampe puncak," gumam Chandra, bergerak mencari posisi ternyaman memeluk bantalnya.
"Habisnya gue ngantuk. Gue, 'kan nggak biasa begadang, Chan. Terus gimana, menang nggak semalem?"
Chandra menghela napas panjang. "Gimana mau menang, pas gue sampe puncak bukit nengok lo udah molor, akhirnya gue diserang musuh. Mati, deh."
Wenda tergelak. "Gimana kalo nanti kita maen game lagi, Chan. Gue janji nggak akan ketiduran."
"Hmm." Chandra hanya bergumam sebagai balasan ajakan Wenda.
Semalam sepasang pengantin baru itu bermain game di komputer gaming Chandra. Tidak usah berpikiran yang macam-macam tentang mereka.
Wenda beranjak dari posisinya, meraih ponselnya melirik jam digital pada layar. Menunjukkan pukul 06.15, Wenda berjalan menuju kamar mandi. Mengosongkan kantung kemihnya dan membersihkan diri.
Lima belas menit kemudian, Wenda sudah menyelesaikan urusannya. Netranya menangkap Chandra masih di atas tempat tidur, dengan posisi tengkurap memeluk guling.
Masih tidur?
Wenda merangkak menaiki tempat tidur mereka, kepalanya dia rebahkan di punggung lebar Chandra sebagai bantalnya. Deru napas teratur Chandra bisa Wenda rasakan. Tangannya meraih ponsel, membuka aplikasi sosial media miliknya. Lima belas berselancar di sosial media membuat Wenda merasa bosan.
"Chan," panggil Wenda yang sudah merubah posisinya.
"Hmm." Chandra hanya bergumam lagi.
"Jam berapa nanti mau ke rumah ayah?"
Chandra memutar posisinya, hingga kepala Wenda tidak lagi di punggungnya melainkan sudah berada di dada bidangnya. Jika tadi Wenda bisa merasakan deru napas Chandra, sekarang detak jantung Chandra bisa dia dengar mengalun dengan teratur.
Tangan Chandra terulur, mengelus kepala Wenda, mencubit kecil pipi Wenda. Posisi Wenda yang menyamping, membuat sebelah pipinya menempel di dada Chandra.
"Iya, nanti agak siangan aja, ya. Gimana kalo habis makan siang?"
Wenda beranjak dari posisinya, duduk bersila. "Jangan habis makan siang, gimana kalo habis sarapan aja? Soalnya gue mau makan siang di sana. Gue kangen masakan bunda."
Chandra hanya mengangguk, isyarat menyetujui permintaan Wenda. Matanya yang masih tertutup sesekali bergerak.
"Chan, ayo bangun." Wenda menggoyangkan lengan Chandra. Chandra masih bergeming, belum berniat beranjak dari tempat tidurnya.
"Chan," rengek Wenda, "buruan gue laper."
Chandra bangun dari posisi tidurnya, meski tubuhnya masih di atas tempat tidur. Wenda sudah melipat lengan di depan dada, menatap Chandra datar.
Chandra terkekeh pelan, dia beranjak turun dari tempat tidur, tangannya terulur mengacak poni Wenda sambil berlalu menuju kamar mandi.
***
"Wen, udah mutusin mau ambil kuliah jurusan apa?" tanya mami di sela-sela acara sarapan mereka.
"Udah, Mi. Wenda mau ambil fashion desain aja, Mi."
Mami menatap Wenda tak percaya. Senyumnya terbit secerah mentari pagi.
"Beneran, Wen?" tanya mami semangat.
"Iya, Mi."
"Kamu tahu nggak? Mami punya impian, pengin banget punya anak cewek yang punya minat di bidang yang sama dengan mami." Mami melirik Chandra. "Tapi sayang, mami cuma punya anak cowok. Itu juga sudah diklaim bapaknya buat nerusin perusahaan," lanjut mami.
"Ekhem, selesaiin dulu sarapannya, Mi," sela papi.
"Emang bener, 'kan, Pi?" sungut mami membalas ucapan papi.
"Tapi nggak apa-apa, Pi. Sekarang mami senang. Udah punya Wenda. Mantu mami yang cantik ini."
"Ciye ... mantu mami," celetuk Chandra menggoda Wenda.
"Oh, iya, Wen. Sebelum kuliah dimulai, kalo kamu bosen di rumah. Kamu boleh main ke butik mami," tawar mami.
Mata Wenda berbinar. "Serius boleh, Mi?"
"Boleh dong, untuk mantu mami tersayang."
"Bili ding, intik minti mimi tirsiying," gumam Chandra menirukan ucapan mami dengan sedikit cibiran.
"Biarin aja, Wen. Dia lagi iri tuh," ujar mami membuat Wenda terkekeh.
***
Wenda terlihat sibuk memasukkan beberapa potong pakaian Chandra ke sebuah tas. Pakaian yang akan digunakan Chandra untuk seminggu ke depan di kediaman orang tua Wenda.
Chandra masuk ke kamar mereka. Wenda tak menghiraukan Chandra. Masih asik dengan kegiatannya.
"Sibuk ya, Bu. Lagi packing baju siapa, Bu? Suaminya, ya," canda Chandra sembari merebahkan tubuhnya di sofa.
"Oh, bukan, Pak. Ini baju supir saya. Rencananya ini baju-baju mau saya donasikan. Baik, 'kan saya. Suami juga kalo nggak guna, nanti saya donasikan juga loh, Pak," sindir Wenda.
Chandra terkekeh, tungkainya menghampiri Wenda yang duduk bersila di depan lemari. Chandra berjongkok meraih kedua pipi Wenda. Dicubitnya gemas pipi chubby itu.
Tangan Wenda memukul-mukul lengan Chandra. Berharap pipinya lepas dari cubitan.
"Chan! Akh, sakit!" teriak Wenda.
Chandra menyeringai, wajahnya lebih mendekat ke wajah Wenda. "Akh sakitnya bisa di pelani nggak? Nggak usah pake teriak. Nanti didengar bibi di bawah. Dikira lagi yang iya-iya."
Wenda mendorong dada Chandra, matanya membola. Wenda salah tingkah dengan ucapan Chandra. Dia paham betul arah pembicaraan Chandra.
"Mesum banget sih, lo," hardik Wenda dengan muka sudah memanas.
"Mesum sama bini sendiri. Nggak dosa, Wen. Malah pahala kali," celetuk Chandra.
Chandra bangkit dari posisinya, membuka lemari tempat di mana underwear-nya disimpan. Menaruh beberapa potong pakaian dalamnya ke dalam tas tanpa menyusunnya.
"Chan, itu disusun biar rapi," tukas Wenda menunjuk pakaian dalam itu tanpa berminat menyentuhnya.
"Ya, lo yang susun, Wen."
Wenda berdeham mengusir sesuatu mengganjal di pangkal tenggorokan. "Nggak. Lo aja yang nyusunnya," tolak Wenda.
"Kenapa? Lo malu? Baru juga liat pembungkusnya, Wen. Belum isi dalamnya," seloroh Chandra dengan tangan bergerak menyusun dalamannya.
Dia tidak tahu saja jika pipi Wenda sudah merona merah mendengar celotehan Chandra. Wenda bangkit dari posisi duduknya, tujuannya adalah tempat tidur. Menetralkan dadanya bergemuruh tak tentu.
Sial. Laki gue mesum parah. Tapi gue penasaran juga, sih. Astaga Wenda.
Chandra sudah menyelesaikan pekerjaannya, dia menyusul Wenda yang duduk bersandar di sandaran tempat tidur. Wenda yang sedang asiknya bermain ponsel tiba-tiba terlonjak saat Chandra sudah merebahkan kepalanya di paha Wenda.
"Ih, sana. Sana. Risih tahu nggak," protes Wenda. Sementara yang diprotes semakin mengeratkan pelukan pada pinggang Wenda.
"Akh! Sakit, Wen," keluh Chandra sembari mengelus kulit kepalanya yang terasa panas.
Wenda menjauhkan kepala Chandra dengan cara menarik rambutnya.
"Salah sendiri. Siapa suruh bandel."
"Kayaknya gue salah nikahin orang, deh. Ini preman pasar yang gue nikahin."
Wenda mendelik, tak terima disebut preman pasar.
"Ya udah, ntar malem lo tidur sana sama preman pasar," tantang Wenda.
"Oh, Nggak jadi, dong. Gue tarik lagi ucapan gue. Ini Wenda bini gue bukan preman pasar. Mantu mami yang cantik," puji Chan sembari menggoyang-goyangkan kedua lengan Wenda.
Wenda hanya mencebikkan bibirnya, melihat tingkah Chandra yang konyol.
"Calon sieun istri," gumam Wenda selanjutnya.
Tanjung Enim, August. 09. 2020
Re-publish, Sept, 08. 2020
Re-publish, Feb, 08. 2021
Salam
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro