Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

06 // Raja dan Ratu Tiga Hari

Chandra masih sibuk dengan ponselnya, membalas satu per satu pesan yang masuk pada benda canggih miliknya. Jarinya terarah membuka aplikasi Instagram, Chandra mengunggah satu foto. Foto dirinya dan Wenda saat selesai akad nikah.

Di ballroom hotel sore tadi, dengan dihadiri keluarga besar Wenda dan Chandra. Di hadapan penghulu, keluarga, dan saksi nikah. Chandra berjabat tangan dengan ayah Wenda, mengucapkan janji suci ijab kabul dengan lantang dalam satu kali percobaan.

Acara akad nikah dilanjut makan malam bersama keluarga besar kedua mempelai, yang berakhir hingga pukul sepuluh malam. Sekarang Chandra dan Wenda sudah berada di kamar hotel. Chandra masih sibuk berselancar di dunia maya. Sementara Wenda baru saja menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi.

Wenda mengenakan piama pink, dengan kepala masih berbalut handuk. Dia duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. Dari pantulan cermin Wenda menatap Chandra.

"Chan, lo nggak mandi?" Wenda bertanya pada sosok yang—sudah menjadi suaminya—masih asik dengan dunianya sendiri.

"Iya, bentar lagi."

Wenda meraih ponselnya di atas nakas, merangkak naik ke tempat tidur. Dia melakukan hal yang sama, membuka aplikasi instagram miliknya.

Dia terkekeh pelan saat netranya membaca komentar teman-temannya pada foto yang diunggah Chandra tadi.

"Kenapa lo?" tanya Chandra.

Wenda menunjukkan layar ponselnya pada Chandra. "Ini ... gue masih lucu sama foto kita tadi, fotografernya hebat. Ngarahin kita jadi kaya nikah beneran."

Chandra mengerutkan dahinya. "Kita emang nikah beneran, Wen. Lo kira main-main."

Wenda menggaruk tengkuknya, diiringi cengiran salah tingkah.

"Chan, kok, caption-nya terima kasih?" tanya Wenda.

"Ya, makasih. Kalo nggak ada lo, mungkin saat ini keluarga gue sedang dalam keadaan malu, karena anaknya gagal nikah," ucap Chandra sendu, membuat hati Wenda tersentil merasa iba.

Wenda tersenyum, Chandra secara refleks melakukan hal yang sama. Lalu mereka kembali sibuk dengan benda canggih masing-masing.

-o0o-

Daun pintu kamar hotel yang sedang ditempati Wenda dan Chandra diketuk seseorang. Suara ketukan itu, semakin lama menjadi sangat menggangu telinga.

"Chan ... ini mami." Suara mami menggema dari balik pintu, meski terdengar samar.

Wenda menjadi pihak pertama yang bangun lebih dulu karena suara berisik itu. Langkahnya gontai dengan separuh nyawa, membuka pintu pelan.

"Kalian baru bangun?" tanya mami yang sudah di ambang pintu. Wenda hanya mengangguk.

"Buruan mandi, ini udah jam lima lho. Acara resepsi jam sepuluh. Cepet bangunin Chandra, itu udah ditunggu di ruang makeup," titah mami, mata Wenda terbuka sempurna saat kata resepsi ditangkap pendengaran menuju otaknya.

"Iya, Mi. Maaf kami kesiangan. Semalem it—"

"Nggak apa-apa, mami paham, kok." Mami tersenyum tipis, lalu berbalik meninggalkan kamar Wenda dan Chandra.

Wenda kembali masuk ke kamarnya, hal yang pertama dia lakukan membangunkan Chandra dari tidurnya. "Chan, bangun. Kita kesiangan. Buruan bangun, mau acara resepsi."

Chandra menggeliat, matanya mengerjap berulang, membiasakan cahaya masuk retinanya.

Wenda berlari kecil menuju kamar mandi. "Chan bangun, jangan tidur lagi," teriak Wenda, lalu hilang di balik pintu kamar mandi.

Chandra menuruti titah Wenda. Dia terduduk di sofa, meraih ponselnya untuk sekadar memeriksa sudah pukul berapa. Banyak panggilan dan pesan dari mami pada layar ponselnya.

Semalam dia terlalu lelah, karena kemarin seharian harus berada di tengah-tengah keluarga. Menyalami keluarga yang mengucapkan selamat padanya dan Wenda.

Tidak usah terlalu banyak berharap pada pengantin muda itu, semalam mereka tidak melakukan ibadah seperti pasangan sah lainnya. Mereka belum melakukan sunah Rasul seperti kebanyakan orang sebut, karena semalam adalah malam Sabtu bukan malam Jumat.

Pikiran mami tentang apa yang mereka lakukan, hingga membuat mereka kesiangan tidaklah benar, karena nyatanya mereka tidur terpisah. Wenda tidur di tempat tidur, sementara Chandra tertidur di sofa.

***

Suasana acara resepsi pernikahan Wenda dan Chandra di ballroom hotel berjalan meriah, sesuai yang sudah disepakati hari Sabtu adalah undangan dari pihak Wenda. Para tamu banyak dari kalangan dokter rekan Ayah Wenda.

"Wen," panggil Chandra saat netranya menangkap beberapa pria dewasa dan wanita berkumpul pada satu meja bundar.

"Ya, kenapa?"

"Itu siapa?" Chandra mengarahkan lirikan pada satu titik.

Bola mata Wenda membesar saat mendapati yang di maksud Chandra. "Gila! Mereka tambah berusia, tambah gans, anjir."

Chandra mengerutkan dahinya. "Lo kenal?"

"Mereka rekan ayah, dokter Rumah Sakit Kalandra, Chan."

Tatapan Wenda masih tertuju pada mereka.

"Lo lihat yang pakai jas hitam, Chan?" Chandra mengangguk. Wenda melanjutkan ucapannya, "Itu namanya dokter Hendra, beliau sudah punya istri. Yang di sebelah kirinya itu istri dokter Hendra. Cantik banget, 'kan?"

Wenda mengalihkan pandangannya, "Lo lihat di sebelah kanan dokter Hendra? Yang mukanya mirip Jack Frost, apalagi kalo rambutnya diwarnain putih. Namanya dokter Theo, dia surgeon sama kayak ayah," lanjut Wenda.

"Terus, yang di sebelahnya siapa?" tanya Chandra saat sosok pria berjas navy dengan kemeja berwarna senada ditangkap penglihatannya.

"Nah ... ini jagoannya, Chan. Namanya dokter Bisma. Dia cucu pemilik Rumah Sakit Kalandra. Udah ganteng, pinter, cucu CEO pula." Wenda menaruh kagum pada sosok itu.

Wenda melirik Chandra sesaat. "Coba kalo gue punya otak seencer Bang Lay, gue bakal kuliah kedokteran, terus bisa kerja di Rumah Sakit Kalandra, ya siapa tahu bisa berjodoh sama dokter Bisma." Wenda terkekeh pelan. "Keren banget, gue jadi cucu mantu CEO Kalandra Grup."

Chandra mendelik tajam ke arah Wenda. Pengakuan Wenda tidak bisa diterima olehnya. "Alhamdulillah," jawab Chandra sekenanya.

Wenda memutar wajahnya menatap Chandra. "Kok? Alhamdulillah?" Wenda bingung dengan ucapan syukur yang Chandra lontarkan.

"Ya, Alhamdulillah, otak lo nggak seencer Bang Lay, lagian ngapain sih capek-capek ngehayal jadi cucu mantu CEO. Gue ingetin, gue anak CEO juga dan lo mantu CEO," jawab Chandra ketus.

Bukan untuk menyombongkan diri, tapi kenyataannya memang begitu. Ayah Chandra seorang CEO di pabrik tekstil perusahaanya.

Wenda bergelayut pada tangan kokoh Chandra, bukan bermanja, tapi lebih mencari penopang karena kakinya sudah terasa pegal berdiri menggunakan high heels, belum lagi gaun pengantin yang super merepotkan saat akan berjalan.

Mereka sudah kembali duduk di kursi pengantin. Chandra masih menatap lurus keberadaan dokter-dokter Kalandra. Tak luput juga seorang wanita yang berada di samping dokter Bisma menjadi perhatiannya.

"Lagian ... itu dokter udah punya istri, Wen." Chandra masih membahas dokter itu, dia tidak terima Wenda yang sudah berstatus istrinya berandai-andai jadi istri dokter itu.

"Eh? Lo masih bahas dokter Bisma?" Wenda kembali berucap, "Mana istrinya? Dokter Bisma belum ada istri, Chan." Seperti yang Wenda ketahui dari sang ayah, bahwa cucu pemilik Rumah sakit Kalandra itu belum menikah.

"Itu apaan? Gue tadi lihat mereka datang barengan, lo perhatikan outfit mereka pun senada." Chandra seolah menyakinkan bahwa sosok perempuan berada di samping dokter Bisma adalah istri dokter Bisma.

Wenda menyadari perubahan wajah dan sikap Chandra, menunjukkan rasa tak suka saat Wenda dengan bangganya berkhayal berjodoh dengan dokter itu. Wenda tersenyum jahil. "Chan, cocokan gue apa cewek itu nih, sama dokter Bisma."

Chandra spontan memutar wajahnya mendengar ucapan Wenda. "Cewek itulah! Hei, inget lo udah jadi bini gue." Chandra tidak terima.

Menggoda Chandra seperti mainan baru baginya. Baru saja bibir Wenda ingin menggoda Chandra kembali, segerombolan anak muda seusia mereka menghampiri.

"Wenda! Chandra ... selamat, ya," teriak sepasang muda mudi menyentak kedua mempelai. Mereka adalah teman Wenda dan Chandra.

"Jodoh aneh, ya. Pacaran sama siapa, nikahnya sama sahabat sendiri," ucap si cewek.

"Wenda mainnya alus, nikungnya di pertiga malam," sambung si cowok.

Chandra melirik Wenda yang masih tertawa kecil, tangannya terulur menyeka sudut mata Wenda yang berair karena terlalu banyak tertawa mendengar lelucon temannya.

"Ekhem, mesra banget, sih. Raja dan Ratu sehari kita."

Wenda menimpali ucapan temannya. "Bukan sehari, tapi tiga hari. Pegel, nih. Mau gantiin gue, nggak?" jawab Wenda asal.

"Wah, gue belum kuat mental buat kawin muda." Si cowok langsung memberikan tanggapan.

"Gantiin doang, sampe resepsi selesai,  kalo mau gue ganti baju nih," celetuk Wenda.

Mereka tertawa kembali, pikiran anak-anak muda seperti mereka pernikahan bisa selucu itu.

-TBC-

Tanjung Enim.
Re-publish. 08 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro