Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 // Ide Gila

Chandra terlihat mondar-mandir di kamarnya, benda canggih masih tertempel di salah satu telinganya.

Nomor yang anda hubungi tidak dapat menerima panggilan.

Suara pemberitahuan itu sudah puluhan kali terdengar sejak kemarin. Chandra terlihat kehilangan akalnya, tidak mampu berpikir jernih.

Sialan!

"Kamu ke mana sih, Son." Terdengar frustrasi, Chandra mengacak rambutnya kasar. Ponsel yang sejak tadi berada di genggaman dia lempar begitu saja ke atas sofa.

Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur, matanya menatap langit-langit kamar. Beban berat serasa mengepung otaknya, menurunkan kemampuan berpikirnya. Chandra mencoba memejamkan mata, lengannya disimpan di atas dahinya. Beristirahat sebentar, berharap bisa menjernihkan pikiran.

Chandra masih mencoba menenangkan pikiran, tapi semua terasa sia-sia. Bayangan kebersamaan bersama Sonya selama tiga tahun menjalin kasih berputar-putar seperti rol film.

Matanya kembali terbuka, otaknya berpikir keras mencari ide apa yang akan dia lakukan hari ini.

"Wenda! Ya. Wenda. Gue harus minta bantuan Wenda," gumam Chandra.

Navera Four Wenda, sahabat Chandra sejak duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Gadis cantik dengan senyum manis itu selalu Chandra jaga dan manjakan.

Chandra beranjak dari posisi berbaringnya. Mencari benda pipih yang tadi dia lempar asal di atas sofa.
Ponsel telah Chandra temukan, dicarinya id caller Wen-wen pada benda canggih keluaran terbaru miliknya.

"Halo, Chan. Kenapa?" Suara Wenda terdengar di seberang sana.

"Wen, temani gue, yuk. Gue mau cari Sonya. Gue jemput sepuluh menit lagi."

"Tapi, Chan. Gu—" Belum selesai Wenda mengutarakan ucapannya, sambungan telepon sudah terputus.

***

"Benci banget, deh, kalo udah kayak begini. Lo nggak ada temen lain apa? Yang bisa lo seret ke mana aja, gue juga punya urusan, Chan," gerutu Wenda yang tidak terima dengan perlakuan Chandra.

Lima menit yang lalu, Chandra sudah berdiri di depan rumah Wenda bersama motor sport kesayangannya.

"Udah ngomelnya? Pasang yang bener itu helm, buruan naik. Udah kayak ibu kost nagih uang kontrakan lo. Ngomel mulu."

"Lo juga sama. Lo tuh—"

"Ya ampun! Kita kapan berangkatnya ini, kalo debat mulu. Buruan naik," potong Chandra memberi perintah.

Motor sport Chandra membawa mereka ke sebuah kost putri. Chandra dan Wenda berdiri di depan gerbang tinggi.

"Chan, ini kost cewek. Lo mau cosplay jadi cewek, biar kayak di FTV?"

"Gue mau cari info Sonya. Ini tempat Sonya ngekost," imbuh Chan sembari membuka helmnya.

"Lo nggak bisa masuk, Chan. Lihat tuh," tunjuk Wenda ke arah sebuah papan putih yang bertuliskan beberapa peraturan termasuk dilarang keras membawa teman pria ke dalam kamar kost.

"Ya, makanya gue ngajak lo, biar lo yang masuk ke sana." Chandra menyeringai. "Please ya, Wen. Tolong gue. Gue bakalan turuti apa aja yang lo mau."

Lama Chandra menunggu Wenda keluar dari kost putri itu. Matanya berbinar saat melihat bayangan Wenda sudah ditangkap netranya. Dengan tidak sabarnya, Chandra menodong Wenda dengan pertanyaan. "Gimana, Wen? Lo dapat sesuatu? Lo tahu di mana Sonya?"

"Gue udah tanya di dalam, mereka cuma tahu Sonya dapat beasiswa ke luar negeri, mereka nggak ada yang tahu universitas mana atau alamatnya."

Chandra terlihat gusar, mengembuskan napasnya kasar. Chandra kadang memang sangat menyebalkan bagi Wenda, tapi bagaimanapun juga dia tetap tidak tega melihat sahabatnya seperti ini.

"Sabar ya, Chan. Mending kita pulang, besok gue temenin lagi cari Sonya."

"Atau kita cari ke Bandung aja, Wen? Sekarang," usul Chandra.

"Heeh, dinosaurus. Gue masih punya orang tua. Nggak bisa lo tarik ke mana aja, lo pikir gue gerobak tinggal tarik dorong aja," cerca Wenda pada Chandra.

Mau tak mau, akhirnya Chandra harus meninggalkan tempat itu, membawa Wenda pulang kembali ke rumahnya.

Tiga puluh menit perjalanan, sekarang mereka sudah berada di ruang keluarga rumah Chandra. Sepanjang perjalanan Chandra hanya bungkam, terlihat jelas pikirannya kalut. Itu yang membuat Wenda semakin iba terhadap sahabatnya.

"Chan, gue pinjam laptop lo dong. Gue mau buka pengumuman SBMPTN."

"Ambil aja di kamar gue, Wen. Di meja belajar gue."

Wenda masuk ke kamar Chandra, mengambil apa yang dia butuhkan, kemudian kembali ke ruang keluarga, senyum tipis terkembang di sudut bibir Wenda. Jantungnya memacu dua kali lipat. Jujur saja dia merasa gugup dengan hasilnya.

Baru saja Wenda membuka laptop, Chandra berujar memberikan password laptop yang akan Wenda gunakan itu.

"Password-nya 14februarilove."

Wenda mengernyitkan keningnya. Chandra kembali membuka suaranya. "Itu tanggal lahir Sonya," tandasnya.

Wenda menekan keyboard sesuai petunjuk yang diberikan Chandra. Pikirannya terlintas sesuatu.

Sayang banget lo Chan sama Sonya. Sampai password laptop pun tanggal lahirnya.

Chandra menyentuh touchscreen handphone-nya berulang-ulang, menghubungi nomor Sonya. Berharap ponselnya sudah kembali aktif dan bisa menerima panggilan atau pesan.

Tapi kenyataan pahit tetap saja belum beranjak, Sonya bagai ditelan bumi. Tidak ada kabar lagi setelah pertemuan terakhirnya dengan Chandra dua hari lalu. Chandra menunduk masih menatap layar ponselnya.

"Huaa ... gue nggak lulus lagi." Suara setengah berteriak itu menginterupsi Chandra. Dia mendongak menatap lamat, memperhatikan gadis di depannya.

"Belum lulus lagi?" tanya Chandra retoris. Padahal sudah jelas, sebelumnya Wenda menyebutkan bahwa dirinya gagal lagi.

Chandra memperhatikan sahabatnya dengan penuh iba. Padahal kondisi dia sama atau bahkan lebih menyedihkan. Chandra kembali fokus pada ponselnya.

Wenda masih belum mau mengalihkan pandangannya pada layar di depannya. Dia mencoba sekali lagi, memasukkan nomor pendaftaran dan tanggal lahirnya pada kolom yang disediakan di sana.

Hasilnya tidak berubah, kalimat yang dia lihat tadi pun masih sama.

Anda dinyatakan tidak lulus seleksi SBMPTN 20xx.

Wenda tertunduk lesu, menyatukan keningnya pada meja kayu di samping laptop. Tangannya menjuntai di bawah meja. Impiannya untuk bisa menimba ilmu di universitas yang sama dengan salah satu abangnya harus kandas.

Posisi Wenda berubah sedikit, kepalanya sedikit dimiringkan lalu berujar, "Gue harus gimana, Chan? Masa gue nggak kuliah, sih. Apa gue nikah aja kali, ya. Nggak usah kuliah, tapi ... gue, kan nggak punya cowok, Chan."

Chandra yang mendengar ucapan konyol Wenda mendongakkan kepalanya. Matanya membesar, jika digambarkan di dalam kartun anak-anak, di atas kepalanya bersinar sebuah bohlam, menandakan baru saja mendapatkan ide cemerlang.

"Wen," panggilnya, sementara Wenda masih sibuk dengan kegalauannya. "Gue punya ide, Wen."

Wenda mendongakkan kepala, dagunya ditopang dengan tangan kirinya. "Ide apaan, Chan?"

Tampak ragu, Chandra mengucapkan ide—menurutnya—cemerlang. "Gimana ... kalau lo aja yang nikah sama gue."

Wenda berdecih. Meremehkan ide cemerlang Chandra. "Ide gila lo, nggak usah ngajak gue, Chan. Jangan bercanda."

"Gue nggak bercanda, Wen. Lo mau kawin, tapi nggak punya cowok. Lah, gue? Persiapan pernikahan sudah siap, tapi calon gue kabur nggak tahu ke mana. Kita saling melengkapi, kan?"

Wenda tergelak sampai perutnya terasa sakit menertawakan ide gila Chandra. "Gue geli, Chan. Ngebayangi menghabiskan sisa hidup gue sama sahabat gue sendiri."

Chandra menatap Wenda, seolah menyiratkan permohonan menyetujui idenya. Sampai suara lembut menginterupsi mereka.

"Eh, kalian ada di rumah. Mami kira kalian nongkrong di luar," tukas mami yang baru saja pulang dari butiknya.

Chandra langsung berdiri dari posisi duduknya. "Mi, Sonya kabur. Dia ke Inggris nggak mau melanjutkan pernikahan dengan aku."

Mami terkejut mendengar penuturan Chandra dengan tempo tergesa, hingga membuat mami harus mencerna lagi apa yang barusan anak semata wayangnya ucapkan.

"Kabur? Kamu jangan bercanda, Chan. Pernikahan kalian kurang dari dua bulan akan digelar. Gaun pengantin Sonya juga sudah hampir selesai mami rancang."

"Aku serius, Mi! dua hari lalu Sonya mutusin aku. Dia bilang mau ke Inggris. Melanjutkan belajar di sana."

Mami masih terperangah dengan ucapan Chandra. "Terus pernikahan kalian gimana? Semua sudah siap digelar."

"Aku punya calon pengganti, Mi." Mata Chandra melirik Wenda yang sedari tadi menjadi saksi perbincangan antara ibu dan anak ini.

Wenda tertawa sumbang saat tatapan mami dan Chandra sudah jatuh padanya. "Dia bercanda, Mi. Ya, Chandra cuma bercanda, Mi."

Wenda memang sudah dekat dengan kedua orang tua Chandra. Itu sebabnya tidak heran jika Wenda ikut memanggilnya dengan sebutan mami juga.

Mami berdeham. "Mami pikir-pikir, ide Chandra cukup menarik."

Bola mata Wenda sontak membesar. Dia tidak percaya. Ide gila Chandra justru disambut hangat mami dengan tangan terbuka.

Ini ide gila. Mereka sama-sama gila.
.
.
.

Tanjung Enim, 19 Juli 2020
Re-publish. August, 31. 2020
Re-publish. February, 3. 2021

Salam Sayang
RinBee 🐝

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro