Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Janjian

"Apa artinya pintar kalau nggak punya attitude?"

÷÷÷

Hari ini Selin tiba di sekolah lebih cepat 5 menit dari biasanya. Bahkan, pak Wawan, satpam sekolahnya menyadari hal itu.

“Hai, Non Selin tumben datang lebih cepat 5 menit dari biasanya,” sapa pak Wawan ketika melihat Selin baru saja memasuki gerbang sekolah dengan tergesa-gesa.

Pak Wawan memang terkenal ramah pada murid perempuan. Selin berterima kasih sekali pada pak Wawan karena saat MOS hari terakhir waktu itu mengizinkannya masuk gerbang secara diam-diam padahal ia sudah terlambat. Sejak hari itu pak Wawan hafal dengan namanya.

“Iya, Pak. Lagi ada perlu,” jawab Selin sekenanya. Tanpa menunggu tanggapan dari pak Wawan yang ia duga akan memperpanjang percakapan yang tidak penting, Selin segera berbelok ke area parkir sekolahnya.

Matanya dengan mudah menemukan vespa berwarna biru langit yang terparkir di sana. Selin berdecak kesal. Padahal ia berharap Saga belum sampai dan Selin berencana akan menunggunya di tempat parkir untuk mengambil buku catatannya. Namun, lagi-lagi ia kalah cepat.

Tidak ada pilihan lain, Selin harus ke kelas Saga sekarang juga. Ia berjalan cepat. Dari pada naik lift yang pasti dipenuhi senior, Selin lebih memilih naik tangga menuju area kelas 12 di lantai 3.

Sesampainya Selin di sana, ia baru sadar bahwa ia tidak tahu Saga berada di kelas apa? Ia hanya tahu bahwa Saga kelas 12.

Selin memberanikan diri bertanya pada dua orang cowok yang berjalan hampir melewatinya.

“Kak, boleh tanya? Yang namanya kak Saga ada di kelas mana?”

Kedua cowok itu saling tatap sesaat, kemudian salah satu di antaranya bertanya balik. “Saga yang mana, nih? Gamadi Sagara atau Sagara Miller?”

Waduh! Selin tidak tahu nama panjang Saga.

“Saga anak IPA atau IPS?”

“Eh?”

“Saga yang kalem atau yang songong?”

“Eh?” Selin makin kebingungan.

“Ciri-cirinya gimana? Rambut hitam atau coklat?

Selin sungguh tidak tahu Saga yang dicarinya adalah Saga yang mana. Dia hanya tahu Saga adalah anaknya om Galang. Bila Selin mengatakan itu, apa mereka tahu Saga yang mana yang ia maksud?

Sebelum Selin melontarkan kalimatnya, sebuah getaran singkat di sakunya membuatnya buru-buru meraih ponselnya. Ada pesan balasan masuk.

081789101 : Nggak usah ke kelas gue. Kita ketemuan aja di kantin lantai 2 pas jam istirahat

Selin menghela napas lega, kemudian mengangkat kepalanya. Ditatapnya 2 kakak kelas yang masih menunggunya bersuara. “Nggak Jadi, Kak. Makasih,” katanya sambil tersenyum sungkan.

Selin segera berbalik, menuruni anak-anak tangga menuju kelasnya di lantai 1. Dalam hati, ia masih berharap agar Saga tidak membuka apalagi membaca isi buku catatannya.

***

Di kelas, Saga duduk di kursinya sambil memperhatikan sebuah foto di ponselnya yang baru saja diambilnya beberapa waktu lalu secara diam-diam.

Tidak ingin membuang waktu, Saga bergerak cepat. Sejak pagi-pagi sekali ia sudah berada di dekat rumah yang diduganya adalah tempat tinggal wanita simpanan papanya.

Seperti dugaannya, tidak lama kemudian seorang gadis berseragam khas sekolah Nuski keluar dari rumah itu dengan tergesa-gesa. Saga segera mengambil gambar dengan ponselnya sebelum gadis itu melaju dengan ojek online yang sudah menunggu di depan pagar.

Foto di ponselnya tidak terlalu jelas menangkap wajah gadis itu. Namun, setidaknya Saga jadi punya gambaran seperti apa ciri-ciri anak dari wanita simpanan papanya. Yaitu berambut hitam lurus sepunggung, kulit putih dan tinggi sedang.

“Wih, diam-diam lo demen sama cewek?” Suara Agam tiba-tiba saja mengejutkan Saga hingga membuat Saga buru-buru mengunci ponselnya. “Syukurlah. Gue pikir selama ini lo nggak normal.” Agam mengusap dadanya dengan berlebihan, kemudian duduk di sebelah Saga. “Sekarang gue bisa sedikit tenang jadi teman sebangku lo selama 2 tahun berturut-turut dan 1 tahun mendatang.”

“Berisik lo!” kesal Saga.

“Cewek tadi siapa? Cewek lo? Kenalin dong.” Agam mencondongkan tubuhnya mendekati Saga.

“Gue nggak kenal dia.”

“Oh, jadi ceritanya lo diam-diam suka sama cewek itu?” Agam menyimpulkan sendiri. “Mana, sini lihat fotonya. Gue hafal semua cewek cantik di sekolah ini. Kalau cewek di foto itu termasuk dalam kategori cantik menurut gue, berarti gue pasti tahu!” katanya berbangga diri.

Saga melirik Agam sekali lagi. Mungkin ada untungnya juga bila ia memberitahu foto ini. Siapa tahu Agam benar mengetahui nama dan kelas gadis dalam foto ini hingga memudahkan rencananya.

Saga mengaktifkan kembali layar ponselnya. Dipandanginya sekali lagi foto gadis yang sedang menutup pagar dari jarak jauh, kemudian ia mengulurkannya pada Agam.

Agam menyambut ponsel Saga penuh minat. Cukup lama ia memperhatikan sosok gadis dalam foto itu. “Lo ngambil gambarnya nggak niat banget. Masa tampak belakang gini!”

Saga berdecak sekali, kemudian tangannya bergerak hendak merebut kembali ponselnya. Namun, Agam masih mempertahankannya.

“Sini kembaliin!” pinta Saga. “Berarti itu cewek nggak termasuk kategori cantik!” katanya menyimpulkan.

“Tunggu, tunggu!” Agam masih menggenggam erat ponsel Saga yang berusaha direbut pemiliknya. “Kayaknya gue tahu cewek ini.”

Saga melebarkan matanya sambil menanti kata-kata Agam selanjutnya.

“Dia anak kelas sepuluh,” sebut Agam tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.

Mata Saga mengikuti arah pandang Agam di ponselnya. “Siapa namanya?”

***

Selin sudah merasa siap mental menginjakkan kakinya di kantin lantai 2. Usahanya membujuk Hani untuk menemaninya ke tempat Ini, gagal. Teman sebangkunya itu bilang bahwa ia belum cukup berani mengunjungi tempat yang selalu dikuasai senior. Alhasil, di sinilah Selin kini berada. Berdiri di pintu masuk kantin lantai 2 seorang diri, tanpa tahu harus ke mana.

Selin mengirim sebuah pesan untuk seseorang yang mengajaknya bertemu pagi tadi.

Selin A. : Kak, aku udah di kantin lantai 2

“Gue rasa kantin ini nggak perlu patung selamat datang!”

Selin mengangkat kepalanya. Matanya langsung bertemu dengan sepasang mata hitam dengan sorot yang tajam. Cowok tinggi dengan rambut hitam lurus yang panjangnya hampir menutupi matanya itu baru saja menegur Selin yang berdiri di tengah pintu.

“Lo manusia atau robot?” tegur cowok itu lagi karena Selin tidak juga menyingkir. “Lo nggak ngerti bahasa manusia?”

“Eh?” Selin baru paham beberapa detik kemudian. Ia segera menepi agar tidak menghalangi langkah cowok itu yang hendak keluar dari kantin.

Selin melirik tag nama di seragam cowok itu. Gamadi Sa—-

Selin gagal mengeja keseluruhan nama pada tag itu karena cowok itu sudah berjalan cepat melewatinya. Selin masih memandangi arah berlalunya cowok itu. Hingga sebuah getaran singkat dari ponselnya kembali menarik perhatiannya. Ada chat balasan masuk.

081789101 : lihat ke arah jam 2

Selin langsung menoleh ke sisi kanannya. Dengan mudah ia melihat seseorang yang sedang duduk bersama 2 temannya sambim mengacungkan buku catatan milik Selin tinggi-tinggi.

Selin melangkah penuh semangat. Senyuman cerianya perlahan memudar ketika menyadari bahwa bukan Saga yang menemukan buku catatannya. Karena Selin yakin bahwa ia tidak salah membaca tag nama cowok yang ia temui di parkiran sekolah kemarin.

Langkah Selin semakin dekat. Ia masih berusaha berpikiran positif bahwa salah satu dari 2 teman di sekitar cowok itu adalah Saga yang dicarinya.

Selin sudah berdiri di dekat meja. Matanya memperhatikan ketiga senior yang kini menatapnya dengan senyuman.

“Silakan duduk,” kata cowok yang masih memegang buku catatan milik Selin.

Dengan canggung, Selin duduk tepat di hadapan cowok itu. Siapa yang tahan ditatap terang-terangan oleh para senior yang tidak dikenalinya?

“Nama gue Hansel. Lo bisa panggil gue Hans,” kata cowok itu memperkenalkan diri. Ia tersenyum pada Selin yang menatapnya takut-takut. “Kenalin juga teman-teman gue. Yang ini namanya Bisma,” lanjutnya sambil menepuk bahu seseorang di sebelahnya. “Kalau yang di sebelah lo namanya Rio.”

Selin menatap dua orang itu dengan kecewa. Tidak ada yang bernama Saga seperti harapan awalnya. Lalu, bagaimana Hansel bisa tahu nomor ponselnya?

“Salam kenal, Selin," ucap Hansel. "Pantun lo kemarin unik juga. Ketahuan banget kalo lo anak IPA.”

Selin menoleh kembali pada Hansel. “Jadi, motor vespa itu punya Kakak?”

“Vespa?” Hansel mengerutkan keningnya. “Motor gue ninja.”

Selin makin bingung. Jelas-jelas ia menempelkan kertas berisi pantun perkenalannya di motor vespa. Mengapa malah Hansel yang menerimanya?

“Omong-omong, cara lo ngajak kenalan unik juga. Menarik.” Hansel tersenyum lagi.

Selin jadi bingung harus bersikap seperti apa. Apa sopan bila ia mengatakan yang sebenarnya bahwa Hansel salah paham? Bahwa surat perkenalannya kemarin sesungguhnya bukan ditujukan untuk Hansel?

Hansel menyadari sejak tadi Selin terus menatap buku catatan yang ia letakkan di atas meja. Ia lalu mengulurkannya pada Selin yang langsung disambut dengan serapan cepat oleh gadis itu.

“Kakak nggak baca isinya, kan?” tanya Selin memastikan.

Hansel menanggapi lucu sikap Selin yang berlebihan. “Sori, gue sempat buka halaman pertama. Biar gue tebak,” Tatapan mata Hansel menipis memperhatikan Selin dengan teliti. “Lo suka robot ya?”

Selin berpikir sejenak, kemudian mengangguk ragu.

“Kebetulan, gue ketua ekskul robotik. Lo bisa gabung kalau berminat,” tawar Hansel.

Mata Selin langsung berbinar. “Beneran, Kak? Aku pengin banget masuk ekskul robotik.”

Bisma dan Rio saling pandang sesaat. Sempat merasa tak percaya bahwa ada cewek yang antusias masuk ke ekskul robotik yang sebagian besar diminati kaum adam.

“Di ekskul robotik ada yang namanya Saga kan, Kak?” tanya Selin, masih dengan semangat yang berkobar. Ia tahu bahwa Saga sangat suka dunia mesin dan robot. Jadi, sudah pasti Saga yang ia maksud mengikuti ekstra kurikuler robotik.

“Saga?” Semua mata kini menatap Bisma yang baru saja mengulang nama yang disebutkan Selin. “Maksud lo Gamadi Sagara?”

“Eh?” Selin bahkan tidak tahu nama lengkap Saga yang ia maksud.

“Saga emang sempat gabung ekskul robotik waktu kelas 10. Tapi cuma satu semester. Dia tiba-tiba aja mundur. Padahal waktu itu lagi persiapan lomba antar provinsi. Robot buatannya waktu itu bahkan diprediksi bakal juara umum. Tapi sayang, dia malah nggak ikut. Padahal dia pintar banget urusan mesin.” Jelas Bisma bernada kecewa.

“Apa artinya pintar kalau nggak punya attitude? Ekskul robotik butuh anggota yang punya passion di robot. Bukan cuma main-main kayak dia!” Hansel turut menumpahkan rasa kecewanya. Masih berbekas di ingatannya ketika harapan banyak orang bergantung pada Saga waktu itu, namun Saga justru mengambil keputusan yang mengecewakan.

Selin sungguh terkejut mendengarnya. Benarkah Saga yang dicarinya sudah meninggalkan dunia robot? Padahal dari cerita om Galang selama Ini, Selin yakin bahwa Saga begitu mencintai robot.

“Gue masih berharap Saga bisa gabung lagi di ekskul robotik.” Rio ikut berpendapat. “Karena menurut gue, cuma dia yang bisa mengembalikan kejayaan ekskul robotik sekolah ini setelah beberapa tahun meredup.”

“Buat apa harapin seseorang yang nggak punya semangat? Percuma maksa dia gabung kalau ujung-ujungnya bakal bikin kecewa lagi! Ekskul robotik sekolah ini akan tetap berjalan sekali pun nggak ada Saga di dalamnya!” Hansel menekankan setiap kalimatnya.

Membayangkan bahwa Saga benar-benar sudah meninggalkan dunia robot, membuat Selin tidak bisa menerimanya begitu saja. Karena ia tahu betapa robot adalah impian dan harapan seorang Saga. Selin bisa merasakannya setiap kali om Galang bercerita tentang putranya.

“Aku akan buat kak Saga mau gabung lagi di ekskul robotik!”

Pernyataan Selin barusan menarik perhatian 3 cowok di meja itu.

“Bercanda lo!” sahut Bisma tak percaya. “Bahkan pembina ekskul robotik aja nggak sanggup bujuk Saga buat gabung lagi.”

“Beneran. Aku akan kerja keras supaya kak Saga mau gabung lagi!” yakin Selin dengan semangat yang berkobar.

Hansel, Bisma dan Rio saling tatap tak percaya.

“Tapi ...,” Suara menggantung Selin menarik kembali perhatian 3 cowok di meja itu. “Kak Saga ... orangnya yang mana?”

TBC

Ok, polosnya Selin 11 12 lah sama Salsa MIB. Wkwk

Enjoy sama ceritanya? Aku juga enjoy nulisnya.

Nikmatin aja dulu alurnya sebelum nebak-nebak. Ceritanya masih panjaaaang

Salam,
pitsansi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro