Chap 17
!!WARNING!!
•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.
~Selamat Membaca~
"S-sua, kau t-tidak apa-apa?" Tanya Solar bersusah payah menahan beratnya lemari besi yang menimpa punggungnya, hanya untuk melindung Sua.
"S-solar! B-bagaimana ini kau--"
"Shhh- aku tidak apa-apa, ka-kau cobalah untuk keluar d-dari sini.."
"Kau gila?!"
Beberapa saat yang lalu, ketika gulungan air datang menghantam keduanya. Solar dan Sua sempat terseret air itu, namun beruntunglah tak jauh dari sana ada anak tangga.
Sehingga Solar mencoba bertahan dengan memegang erat ke salah satu anak tangganya dengan menggunakan tangan kiri sementara tangan yang lainnya menggemgam tangan Sua.
Tapi naas, ketika keduanya sedang bertahan, satu lemari besi yang ikut terseret air itu menghantam Solar sampai ke ujung koridor, dan berakhir dengan Solar yang menghadap pembatas koridor dengan Sua didepannya dan punggungnya menahan beratnya bobot lemari besi tersebut. Beruntunglah air tersebut masih seatas pinggang.
"C-cepat! Tidak ada waktu lagi!"
"Tapi, t-tidak mungkin aku meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini Solar!" Jawab Sua sambil berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh
"Aku..aku tidak apa-apa ugh setelah kau keluar aku pasti akan m-menyusulmu d-dari belakang--"
Sua menggeleng cepat "Tidak, aku tidak bisa mempercayaimu, tch i-ini semua salahku. S-seharusnya aku tidak keras kepala dan mengikuti perkataanmu tadi. Bodoh!" Ucapnya lagi sambil memukul pelan kepalanya
"Tidak Sua, i-ini bukan salahmu. K-kau begitu pun karena k-khawatir pada teman kita yang l-lain kan..aku mengerti itu.."
"Hiks, t-tapi--"
Dreeegh
"Akhh--!" Pekik Solar, ketika punggungnya sudah tidak mampu menahan berat lemari itu lagi. Kini ia mencoba menahan lemari itu dengan bantuan kedua lututnya yang menahan ke salah satu dinding kapal
"Solar! Hiks k-kumohon bertahanlah.." Lirihnya sambil memikirkan cara untuk keluar dengan selamat
Mati-matian Solar menahan diri agar tidak kehilangan kesadarannya, hingga "Sua! Cepat! Cobalah k-kau merangkak n-naik keatas punggungku agar kau b-bisa keluar lebih dulu!" Sekali lagi Solar memerintah
"Hiks, tidak mau! A-aku tidak mau meninggalkanmu hiks" Sua kekeh dengan pendiriannya
"Jangan menangis Sua, kalau k-kau menangis..a-aku, aku juga akan merasa s-sedih.."
"Sua, kumohong dengarkan a-aku. Sekarang ini k-kesalamatanmu adalah h-hal yang lebih penting. D-dan aku juga sudah b-berjanji pada diriku sendiri un-untuk senantiasa melin-dungi mu bagaimana pun juga. Dan pada Kak Ice--"
Sua tidak menjawab, ia bingung. Ia tidak mau meninggalkan Solar sendirian, yang ia mau adalah keduanya bisa selamat bersama-sama. Bukan seperti ini.
Dalam kondisi seperti itu Sua memang tau, kalau posisi temannya itu sulit untuk diselamatkan. Jika Solar tetap diam, maka dia akan kehabisan tenaga karena tidak sanggup menahan berat lemari terlalu lama, dan bisa saja ia akan kehilangan kesadaran, dan dirinya juga pasti akan tetap terjebak disana.
Tapi jika Solar bergerak, maka lemari itu akan lebih cepat menimpa Solar dan dirinya, dan yang ada nanti keduanya akan kehilangan kesadaran dan meninggal ditempat. Maka, jalan yang lebih baik adalah salah satu dari mereka bisa keluar dan selamat. Dan itu hanyalah Sua
"S-solar aku---"
"Cepatlah--!" Perintahnya sekali lagi
Sua menunduk tidak mampu menahan deraian air matanya lagi "maaf" Gumamnya namun masih bisa terdengar oleh Solar
Solar tersenyum "Tidak perlu meminta maaf, ini bukan salahmu atau salah siapapun. Jadi, h-hapus air matamu itu.."
"K-kau jelek kalau s-sedang menangis." Sempat Solar bercanda. Ia hanya tidak ingin gadis yang ia sukai ini menangis dihadapannya, apalagi dalam posisinya yang terlihat begitu menyedihkan
Sua memukul lengan Solar pelan "Tapi, aku tidak bisa m-meninggalkanmu sendirian Solar hiks"
"Sua kumohon, k-kalau kau tidak mau pergi juga..a-aku akan merasa gagal dalam melindungimu. D-dan lagi bisa-bisa K-kak Ice mengamuk p-pada ku nanti h-haha"
"Jangan bercanda! Ini tidak lucu bodoh!'
"Hufft--sebelum kau pergi, dengarkan perkataanku s-sekali lagi, kau tidak perlu menjawab cukup dengarkan saja. A-aku sampai akhir hayatku akan selalu m-menyayangimu Sua. W-walau aku tidak bisa m-memilikimu tapi setidaknya a-aku senang, karena Kak Ice yang ada b-bersamamu saat ini. A-aku juga jadi tidak begitu k-khawatir"
"A-aku juga senang karena, s-setidaknya dulu kita pernah d-dekat, dan bersahabat dengan baik. Itu akan s-selalu aku ingat selamanya. Jadi, kuharap kalian berdua tetap bertahan. D-dan akan selalu bersama-sama, s-selamanya"
"Terimakasih Sua k-karena kau pernah hadir dan, m-mengisi hari-hariku selama ini. Dan m-maaf akan segalanya, selamat tinggal"
Diakhir kalimatnya, Solar menampilkan senyum manis nan tulus pada gadis didepannya itu. Sementara Sua sendiri tidak bisa berkata apa-apa lagi selain membiarkan air matanya terus mengalir di kedua pipinya.
"Cepat n-naik!"
Dengan berat hati, Sua menuruti perkataan Solar, langsung merangkak naik keatas punggungnya dan lemari besi diatasnya.
Berhasil.
Dreghhh
Brughh
"Solar!!" Tepat setelah Sua keluar dari sana, lemari itu langsung saja menimpa tubuh Solar yang sudah terkapar lemas tak bernyawa.
Sua masih berada ditempatnya, ia menangis melihat Solar yang sudah pergi. Sekarang ia sendirian, tidak ada siapapun yang menemani selain air yang kini sudah tepat setinggi dada.
Ia takut, ia tidak tau apa yang harus dilakukan sekarang. Jalan menuju kelantai atas pun tak bisa, karena anak tangga yang tertutupi oleh meja besar. Tidak ada jalan lain, selain tangga tersebut
Lihat? Inilah maksudnya, walau ia berhasil keluar dari himpitan lemari tadi pun tidak akan menjamin bahwa dia akan benar-benar selamat.
Sua, gadis itu terduduk lemas di salah satu anak tangga sambil menangis meratapi nasibnya sekarang. Ia menyesal, menyesali segalanya. Yang ia, mampu lakukan sekarang pun hanyalah...menangis.
"Ayah, ibu, kakak. Maafkan aku, hiks maafkan aku yang terkadang membuat kalian kesal dengan kelakuanku yang tidak pernah mau menuruti perkataan kalian semua. Maafkan aku juga karena aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian dan hanya bisa membebani saja. Maaf---hiks"
"A-aku..aku..hiks aku juga minta maaf karena a-aku harus pergi meninggalkan kalian semua lebih d-dulu. Aku juga sebenarnya belum ingin mati hiks aku belum mau! Aku masih ingin bersama dengan kalian semua!"
"Tumbuh dewasa ditemani kehangatan dari kalian, menjalani hari-hari y-yang indah bersama kalian, dan-- d-dan masih banyak lagi hal yang ingin aku lakukan bersama-sama"
"Hiks t-tapi, takdir berkata lain. Hiks ayah, ibu terimakasih karena kalian telah merawatku sampai saat ini, hiks terimakasih pula untuk kasih sayang kalian yang tulus, d-dan terimakasih juga atas semua kebahagiaan yang kalian b-berikan untukku selama ini. Ayah, ibu, kakak..aku s-sangat menyayangi kalian semua hiks"
"Ice, maafkan aku...aku tidak bisa menepati janjiku padamu. Asal kau tahu, aku juga sangat menyayangimu, selamanya. Terimakasih untuk semuanya Ice"
"Selamat tinggal"
Grudughhhh
Byuaarrrrrr
Tap
Tap
Tap
Tap
Tap
Tap
Sreekk
"Hahh, dasar anak-anak nakal. Bahkan sampai sekarang mereka tidak pernah menghubungiku, atau sekedar memberikan kabar..tidak kakaknya maupun adiknya, keduanya sama saja"
"Hmm lebih baik aku menonton televisi saja dulu sambil menunggu telefon dari mereka"
Biip---!
"--korban tewas kapal tenggelam di Korea Selatan mencapai sebelas orang, yang diduga merupakan siswa siswi SMA ART INSTITUTE dari Indonesia yang tengah melakukan perjalanan study tour"
"Diketahui kapal ferry berjenis SAEBOM_A13 yang mengangkut 114 penumpang itu tiba-tiba saja berhenti ditengah-tengah lautan saat perjalanan dari Pulau Jeju menuju Pelabuhan Wando"
"Terjadinya kapal tenggelam belum diketahui pasti penyebabnya. Saat kapal masih dalam posisi tenggelam, para awak kapal menceritakan bahwasanya kapten kapal tersebut tewas saat sedang mengemudikan kapal dengan kelajuan yang rendah dan kini sedang dalam kasus penyelidikan"
"Beruntungnya dengan sigap para awak kapal tersebut memberikan arahan bagi para penumpang agar segera berlari menuju keatas luar kapal dan memakai jaket keselamatan"
"Namun naas, sebelas dari lima puluh tujuh siswa SMA itu tidak dapat diselamatkan yang diduga masih terjebak didalam awak kapal--"
B
iip---!
"Ha-haha..b-berita macam apa itu? M-mentang-mentang anakku sedang study tour disana. Beritanya pun--"
"--ah tunggu, t-tidak mungkin kan...Sua? A-aku harus menghubunginya sekarang"
Tuuutt
Tuuutt
Tuuutt
Tuuutt
"Ayolah, kumohon angkat teleponnya angkat---"
"H-halo? Hiks ibu? I-bu.."
"Ya Tuhan, akhirnya kau mengangkat telefon dari ibu, Azlina? Nak? Kau tidak apa-apa kan hah? Cepat katakan pada ibu kalau kau tidak apa-apa..tadi ibu lihat berita tentang--"
"Ibu...hiks kami mengalami kecelakaan--"
⟨⟨Skip Time⟩⟩
_Rumah Sakit Noemuyaa_
Drap
Drap
Drap
Drap
Drap
Derap langkah kaki yang saling bersahut-sahutan itu tangah berlari kencang saling mendahului menyusuri koridor rumah sakit Korea Selatan.
_Kamar 116_
Brakk
"Azlina?!"
"Sua?!"
Azlina, yang kini sedang beristirahat diatas brankar rumah sakit itu langsung menoleh kearah sumber suara saat dia mengenali suara-suara tersebut.
"Ayah, Ibu?!" Sahutnya, yang langsung memeluk kedua orangtuanya.
"Nak, s-syukurlah kau selamat..kau tau betapa khawatirnya kami setengah mati ketika mendengar berita itu nak? Ibu benar-benat takut kau kenapa-napa" Ucap ibunya sambil mengelus kepala dan punggung putri bungsunya.
"Kau tidak apa-apa kan Lina? Apa ada yang terluka?" Kini ayahnya yang bertanya
"Lina tidak apa-apa ayah, hanya lengan Lina terkena luka gores saja"
Sekali lagi kedua orangtuanya memeluk Azlina dengan erat, seolah takut kehilangan putrinya itu.
"Hiks ayah ibu..."
"K-kenapa nak, apa ada yang sakit lagi? Hm? Cepat katakan biar kami panggil dokter--"
"B-bukan itu..hiks, teman-teman Lina..mereka---"
"Azlina? M-maaf ibu mau tanya, tapi....S-sua dimana ya? K-kenapa dia tidak ada disini? Apa dia a-ada diruang kamar lain?"
Ya, seseorang yang baru saja memotong perkataan Azlina itu adalah ibunya Sua dan ayahnya disampingnya.
Azlina yang mendengar pertanyaan tersebut tak mampu menjawab dengan kata-kata. Hanya air mata yang terus mengalir tanpa henti dan isak tangis yang terdengar dari mulutnya.
Ia tidak sanggup, ini terlalu menyakitkan baginya..ketika ia mengetahui bahwa kedua sahabatnya masih belum bisa ditemukan. Ia juga tidak tahu apakah keduanya masih selamat atau tidak.
"K-kenapa kamu menangis? H-haha, d-dimana Sua?" Tanya ibu Sua sekali lagi dengan kelopak mata yang sudah dipenuhi buih air mata yang siap jatuh kapan saja
Azlina hanya menggelengkan kepalanya pelan "A-aku tidak tahu bu, t-tapi sebelum itu---"
Ya, Azlina pun menguatkan hatinya karena semuanya berhak tau apa yang sudah terjadi. Lalu iapun mencoba menceritakan apa yang terjadi disaat sebelum para tim penyelamat datang hingga akhir.
"Apaa?? T-tidak mungkin!" Sangkal ibu Sua setelah mendengar semua penjelasan sahabat putrinya ini.
"Nak, k-kau tidak bercanda kan?" Kini ayahnya Sua yang membuka suara
"Itu semua b-benar..."
"HUWAA SUA! TIDAK INI TIDAK BENAR, SIAPAPUN TOLONG KATAKAN PADAKU KALAU INI SEMUA HANYA MIMPI BURUK KU! TOLONG KATAKAN BAHWA INI HANYA HALUSINASI KU SAJA HIKS"
"Tidak, tidak, tidak, tidak...SUA!!! HUWAA...TIDAK IBU MOHON JANGAN SEPERTI INI!! SUA IBU MOHON KEMBALILAH SUA...HIKS JANGAN TINGGALKAN IBU NAK HUWAAA"
"KENAPA KAU TEGA MENINGGALKAN IBUMU SEPERTI INI NAK?! HIKS KUMOHON KEMBALILAH!! SUA ANAKKU!!!"
Histeris ibunya Sua pun pecah tak tertahankan. Ayahnya Sua langsung memeluk sang istri yang juga terlarut dalam tangisan.
Azlina dan kedua orangtuanya pun turut merasakan kesedihan yang teramat dalam, dan tanpa sadar mereka bertiga juga ikut menangis tersedu-sedu.
_Kamar 117_
Di kamar inap yang satu ini, terdapat seorang gadis yang tengah terbaring lemah tak sadarkan diri, memakai infus dan nasal oxygen juga tak lupa oximeter yang terpasang di jari telunjuknya, gadis tersebut tak lain adalah Wulan.
"Kakak...kakak, jangan tinggalkan aku kak.." Gumam Wulan lirih, ia mengigau.
Brakkk
"Indri?! Wulan?!" Seru kedua orangtua gadis itu, ketika tiba diruang inap putri bungsunya
Betapa terkejutnya ayah ibu Wulan ketika mendapati anaknya itu yang terbaring tak sadarkan diri. Dengan segera keduanya berjalan cepat menghampiri brankar Wulan.
"W-wulan? Wulan kau baik-baik saja nak? Wulan, ayah ibu ada disini nak, ibu mohon bangunlah" Ucap lirih sang ibu
Tak kunjung bangun, keduanya memilih untuk duduk disamping brankar menunggu putrinya itu tersadar kembali sambil melihat sekeliling kamar tersebut, mencari keberadaan putrinya yang lain yakni Indri, putri sulung mereka.
Merasa yang dicari tak ada, sang ayah bergegas keluar ruangan guna untuk menanyakan dimana ruangan putrinya itu berada. Namun, orang-orang yang ditanyai itu tidak ada yang mengetahui satupun.
"L-lalu dimana Indri? Yah, bagaimana Ini? A-apa Indri baik-baik saja? Ayo cepat cari dia"
"Tenang, yakinlah bahwa Indri akan baik-baik saja. Setelah ini, dokter akan datang kemari. Saat itu juga kita tanya padanya"
Tok
Tok
Tok
Krietttt
Lelaki paruh baya yang memakai kemeja putih dan stetoskop yang bertengger di lehernya itu masuk ke ruang inap dimana Wulan berada.
Berjalan perlahan mendekati brankar dan dua orangtua itu, sang dokter yang ditemani suster pun langsung memperkenalkan diri.
"Permisi, saya dokter Yoon yang akan memeriksa keadaan putri anda sekalian"
Ayah ibunya langsung berdiri dari tempat duduknya, mempersilahkan sang dokter untuk memeriksa lebih dalam keadaan putrinya itu. Lalu keduanya duduk disofa yang tersedia dikamar tersebut.
Selesai memeriksa, sang dokter menyatakan bahwa keadaan Wulan baik-baik saja, tidak ada luka serius. Wulan hanya tidak sadarkan diri karena imunnya yang tidak kuat menahan air laut bersuhu sangat dingin itu.
Kembali ke rencana awal, yaitu menanyakan keberadaan sang putri sulung pada dokter, namun jawaban samalah yang mereka dapati. Bahkan dokter sekalipun tidak tahu.
Sang ibu sudah menangis tersedu-sedu memikirkan nasib putri sulungnya. Begitu pula ayahnya, namun bagaimana pun juga disana posisinya adalah sebagai seorang suami dan ayah maka ia harus kuat dan tegar untuk merangkul sang istri dan juga putrinya, lalu menenangkannya dan meyakinkannya bahwa Indri pasti baik-baik saja.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro