Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chap 15

!!WARNING!!

•Karakter" Boboiboy hanya milik Monsta.
•Author hanya meminjam karakternya.
•Karakter lain ialah OC author.
•Alur cerita murni karangan author.
•Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan atau kata yang tidak pas ataupun kata yang tidak pantas.

~Selamat Membaca~


























"Kak, Syal pemberian nenek ada di dalam tas. Aku ingin mengambilnya tapi..tidak mungkin ya.." Ucap Wulan dengan suara yang gemetar menahan tangis

Indri menatap Wulan nanar, dia tau itu adalah syal yang sangat disayangi adiknya, ia sama sekali tidak pernah lupa untuk membawa syal tersebut kemana pun dirinya pergi "Kalau begitu akan aku ambilkan"

"Eh?! Jangan kak bahaya! Sudahlah tak apa..mungkin nanti para tim itu juga akan membawa barang-barang yang bisa diselamatkan kan?"

"Belum tentu kan? Lagipula syal itu pemberian terakhir dari nenek, kenangan-kenangan kita. Tidak mungkin kita membiarkannya hilang begitu saja."

"Hanya pergi kedalam, mengambilnya lalu segera keluar. Itu tidak akan lama, oke? Kau tunggu disini bersama yang lain" Jawab Indri samar-samar dengan senyum tipisnya lalu bergegas masuk kedalam kapal dan menuju ruang kamar yang mereka tempati sebelumnya.

"K-kak! Aku ikut!"

"Wulan! Kalian mau kemana?" Cegah Yaya yang begitu khawatir "itu, kakakmu kenapa malah masuk kedalam lagi?!"

Namun Wulan tak memperdulikan pertanyaan Yaya dan langsung lari mengejar langkah sang kakak.

Yaya yang kala itu merasa bingung sekaligus khawatir tanpa berkata apa-apa lagi langsung mengejar kedua adik kakak itu diikuti Ying dan Gempa yang tak sengaja mendengar ucapan Yaya.

Tidak ada yang menyadari kepergian mereka berlima. Sisanya fokus memperhatikan keselamatan yang lain.































Sesekali Gopal melirik kearah bawah air, melihat sudah seberapa dalam mereka tenggelam "Haduh, bagaimana ini, apa kami semua bisa selamat ya..." Menatap kearah samping kanan yang terdapat teman-temannya, Gopal menautkan kedua alis matanya.

"eh?! T-tunggu sebentar--" Ucapnya kaget ketika dia mulai menyadari bahwa teman kelompoknya itu berkurang.

"Hei, teman-teman. Ini perasaanku saja atau memang beberapa dari kelompok kita ada yang tidak ada ya?"

Hali dan Solar yang mendengar ucapan Gopal, langsung menghitung dan memperhatikan siapa saja yang ada disekitaran mereka dan yang tidak ada.

Solar yang menghitung lebih cepat langsung menyadari siapa saja yang tidak ada disana "Yaya, Ying, Wulan, Indri, dan Kak Gempa tidak ada. D-dimana mereka?"

"Apa? Indri, Gempa?" Tanya Halilintar memastikan, sesekali melihat sekeliling.

=====

"K-kak lebih baik kita kembali saja, ini benar benar berbahaya"

"Sebentar lagi kita sampai dikamar tadi, sabar ya. Kau simpan dimana tasnya?"

"Em, di dekat tempat tidur"

"Oke, kau tunggu saja di dekat pintu jadi kalau ada apa-apa kau bisa lari lebih dulu"































Brakkkk




































"Indri! Wulan! Kalian dimana?!"

Berlari kecil menyusuri lorong kamar, Yaya, Ying, dan Gempa tak henti-hentinya memanggil nama kedua temannya itu.

"Apa mungkin mereka pergi ke ruang kamar? Karena kalau tidak salah dengar Indri dan Wulan mau kesana untuk mengambil sesuatu.."

"Kalau begitu kita kesana se--"




















Dreeetttt

Grudughh























"Aaaaa! Kenapa ini?!"

Tiba-tiba saja kargo kapal bergeser ke satu sisi bagian kiri, alhasil kapal tersebut miring dan tidak dapat berdiri tegak kembali.

Tentu hal itu membuat para penumpang semakin panik dan histeris, mendapat perintah dari beberapa awak kapal mereka semua belari dan berdiri tepat dibagian sebelah kanan kapal guna untuk meminimalisir terjadinya tenggelam lebih cepat.

Sua membuka handphonenya melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 08.59 waktu setempat namun para tim penyelamat tak kunjung datang. Ini sudah terhitung satu jam setelah mereka melakukan panggilan.

"Sebenarnya Gempa, Indri, dan yang lainnya pergi kemana sih?! Bisa-bisanya mereka pergi tanpa bilang terlebih dahulu!"

"Dan ini juga tim penyelamat sialan apaan?! Kenapa sampai sekarang masih belum datang juga?! Apa mereka sengaja menunggu kita semua mati dulu baru datang?!" Gerutu Halilintar

Taufan yang berada tak jauh dari Halilintar itu merasa kesal seusai mendengar ucapan dari sang kakak.

"Kak! Dari pada bicara yang tidak-tidak, lebih baik kakak berdoa saja dalam hati dan tutup mulutmu itu" Hardik Taufan

"Taufan benar, mau kau memaki mereka habis-habisan pun itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Bersikap tenanglah ketika berada disituasi seperti ini, dan yakinlah mereka semua pasti kembali" Sahut Fang yang sama kesalnya seperti Taufan.

Sang empu hanya berdecak kesal, merasa kalah telak oleh kedua orang itu.

























Dreeekkk









Brruughh












Drughhhduggg





























"Ya Tuhan kapal ini sudah semakin miring, oh ayolah mana tim sar?!!"

"Kak Blaze, T-thorn takut" Rengek Thorn dengan suara yang terdengar sangat lemah kini wajahnya berwarna pucat pasi, suhu badannya sangat dingin, nafasnya tersengal tak beraturan

Blaze yang tengah merangkul adik seperjahilannya itupun terkejut dan langsung membaringkan Thorn dilantai kapal dan membiarkan kepalanya berada diatas pangkuannya.

"Eh? T-thorn? Kak Hali, Kak Taufan! Sepertinya a-asma Thorn kambuh!" Teriaknya panik namun mencoba untuk mengontrolnya agar kakaknya yang lain tidak ikut panik

"Apa?! Thorn! Hei, tenangkan dirimu" Ucap Taufan yang kini sudah berada disamping Thorn

Thorn berusaha meraup udara sebanyak mungkin ditengah-tengah kerumunan agar oksigen kembali memenuhi paru-parunya.

Hali yang merasa adiknya itu kesulitan untuk mendapatkan oksigen pun tidak tinggal diam "MINGGIR! TOLONG BERI RUANG UNTUK ADIKKU!"

Namun apalah daya, disaat kondisi seperti itu tidak ada yang memperdulikan teriakkannya, semuanya mengabaikan. Dan malah semakin berdesakkan, apalagi mengingat posisi kapal yang sudah miring sekarang ini.

"Tch, Sialan!! Thorn, Thorn dengarkan aku..hei kau bisa mendengar suara ku kan?" Halilintar kembali berbicara sambil duduk disamping lain Thorn

Siempu hanya mengangguk lemah, memberikan jawaban pada kakaknya.

"Taufan, dimana inhalernya?"

"I-itu, kurasa tertinggal didalam kamar kak, karena terlalu panik kita semua meninggalkan barang-barang disana termasuk ponsel" Jawabnya dengan raut wajah yang bingung dan panik

"Apa?! Tch sial, Thorn? Dengarkan aku, cobalah lagi tarik nafas perlahan lalu hembuskan secara berulang dan teratur, bisa?" Arah Halilintar sembari diperagakkannya.

Thorn yang sudah pasrah itu pun hanya mampu mengikuti ucapan kakaknya walau ia tau hal itu sedikit kurang berguna karena ya kondisinya saat ini yang tidak memungkinkan.

Tidak mau diam saja, Blaze dengan sigap memindahkan adiknya ke pangkuan kakak sulungnya dan langsung berlari kecil ke dalam kapal "Kak, kurasa itu tidak akan berguna. Aku akan masuk kedalam untuk mengambil inhalernya, hanya sebentar!" Teriaknya kecil yang semakin lama semakin menjauh

"Blaze?! Bahaya! Kau jangan kesana! Blaze kembalilah!" Sahut Halilintar yang berteriak asal karena kesulitan mencari adik ketiganya itu.

"Aku akan menyusulnya kak" Ujar Taufan

Mendelik tajam pada anak laki-laki penyuka biru itu "Kau jangan macam-macam!" Ancamnya galak

"Lalu? Apa kita akan membiarkannya pergi sendirian begitu saja hm?" Balas Taufan tak terima

Mencoba mencegah terjadi keributan yang berkepanjangan, Fang yang sedari tadi hanya diam pun mulai membuka suara "Biar aku temani, sekalian kita cari yang lain"

Taufan mengangguk cepat lalu berdiri dan bergegas masuk kedalam

Halilintar akhirnya hanya menghela nafas berat "Hati-hati, cepat kembalilah. Kumohon" Ucapnya parau, saat ini dia benar-benar sudah berada di titik terendahnya. Apalagi melihat kondisi adik-adiknya.

Taufan sedikit terkesiap, baru pertama kali ini ia mendengar seorang Halilintar mengucapkan kata "Mohon" dengan suara yang parau dan kacau. Namun, bukan waktunya untuk bercanda. Taufan langsung meyakinkan kakaknya itu bahwa dia dan yang lainnya akan cepat kembali dengan aman dan selamat.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Panik, panik, panik, dan panik mereka semua. Kapal yang semakin miring dan semakin tenggelam, Thorn yang semakin lama semakin melemah hingga pada akhirnya---

--Thorn menghembuskan nafas terakhirnya.

"THORN?! TIDAK, Thorn bangun! Jangan seperti ini Thorn kumohon bangun!! THORN!!!" Histeris Halilintar dan saudaranya yang lain.

Tidak kuat menahan tangis Sua, Azlina, Gopal, Ice, Solar, bahkan Halilintar sendiri pun akhirnya kehilangan dinding penguatnya. Dinding tersebut roboh mereka menangis sejadi-jadinya, menangis karena saudara mereka Thorn yang harus kehilangan nyawanya karena penyakit asmanya yang kambuh dan tak tertolong, menangis karena khawatir akan saudaranya yang lain yang masih belum kembali, menangis karena tim penyelamat tak kunjung datang, menangis karena mereka berada disituasi survive. Ah sudahlah...

Baik Halilintar, Ice, maupun Solar. Mereka merasa gagal untuk melindungi seluruh saudaranya ataupun teman-temannya.



=====

"K-kak bagaimana ini? Wulan takut..apa kita tidak akan pernah bisa keluar dari sini? Apa kita akhirnya akan benar-benar mati disini kak? Hiks, Wulan ingin kita selamat kak..Wulan tidak mau kita mati disini" Ujar Wulan yang benar-benar sudah tenggelam dalam kepanikan

Indri yang duduk tak jauh dari adiknya itupun hanya bisa memeluk erat tubuh adiknya yang gemetar ketakutan, sambil memegang erat syal yang sudah berhasil ia temukan. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan sekarang selain diam, dan berdoa..berharap ada seseorang yang mau membukakan pintu untuk mereka.

Dia hanya terdiam, memikirkan segala hal dan segala cara agar mereka bisa selamat, terutama adik satu-satunya itu.

Ya, ketika kapal sudah berada diposisi setengah miring, Wulan yang kehilangan keseimbangannya itu terjatuh masuk kedalam kamar dengan pintu yang tertutup rapat dan tidak bisa dibuka lagi.

Kaget, keduanya mencoba membuka kembali pintu kamar itu dengan segala cara namun hasilnya nihil, tiba-tiba saja pintunya macet, enggan untuk terbuka.

Dan alhasil keduanya terkurung disana tidak bisa keluar selain mengharapakan bantuan orang lain.

Dari awal kapal ini berhenti pun tidak ada yang bisa mereka harapkan.

Berharap terdapat perahu cadangan, maka itu hanya akan tetap menjadi harapan kosong, mengharapkan awak kapal yang lainnya pun tidak berguna. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain memastikan bahwa para penumpang tetap aman dan selamat.

Masih belum diketahui pasti apa penyebab kapal ini berhenti dan tenggelam, dan tak ada yang tahu juga penyebab meninggalnya nakhoda kapal tersebut.

"K-kak! A-air! Airnya masuk kedalam kamar kak!" Panik Wulan yang menyadarkan Indri dari lamunannya.

"Oh tidak..."

.

.

.

.

.

.

.

"Gempa! Ying! Kalian tidak apa-apa?"

"Iya! Kami tidak apa-apa Ya" Sahut kedua orang yang namanya disebut tadi.

"Apa kalian bisa membukanya dari dalam situ?"

"T-tidak bisa"

Kalau kalian tanya kenapa, posisi ketiga orang itu tidak jauh berbeda dengan Indri dan Wulan. Ketika kapal sudah mulai miring, Gempa dan Ying juga kehilangan keseimbangan tubuh dan terjatuh masuk ke dalam kamar kosong sebelah kiri, dengan nasib yang sama seperti adik kakak disana, pintu kamarnya tertutup rapat. Sementara Yaya, tubuhnya hanya terpelanting saja dan membentur dinding.

"Aduh bagaimana ini--hah astaga! A-airnya sudah mulai naik!"



=====

"Ya Tuhan tolong selamat kami semua"

"Hei! Lihat tim penyelamat sudah datang!" Seru salah satu penumpang

Akhirnya setelah penantian satu jam, dua kapal dan helikopter pun tiba di lokasi dan dengan cepat melakukan penyelamatan.

Karena mayoritas penumpang dalam kapal ferry itu anak sekolah, satu kapal. penyelamat mengutamakan 57 penumpang umum terlebih dahulu

Lalu satu kapal lainnya mulai menyelamatkan 57 penumpang anak-anak study tour beserta gurunya.

Menyeka air matanya, Halilintar mencoba untuk tegar kembali "Ck, mana Gempa?! Kenapa mereka masih belum datang juga?! Aku akan mencari mereka dulu, kalian semua duluan saja! Ice, bawa...Thorn.." Halilintar yang sudah masuk dalam mode panik itupun langsung berlari secepat kilat mencari adik dan teman-temannya yang tertinggal didalam kapal sana.

Tanpa banyak membantah lagi Ice dan yang lainnya hanya menuruti perintah sang kakak. Lalu akhirnya mereka mendapati bantuan pertolongan dari tim penyelamat. Mereka diarahkan untuk segera naik ke atas kapal tim penyelamat.

Dimulai dari Azlina, diikuti Gopal, lalu Ice yang menggendong jasad adiknya, Thorn. Ketika mereka sudah berada diatas kapal, Ice segera membaringkan Thorn dilantai lalu menutup wajahnya menggunakan selimut darurat yang langsung dibagikan oleh anggota tim sar.

Mata Ice bergerak cepat, mencari kedua sosok terpenting dalam hidupnya selama ini. Siapa lagi kalau bukan Solar dan Sua.







❄️: Ya gitu-gitu juga Ice sayanglah sama adiknya gais->-





"Sua! Cepat kemari! Kenapa kau diam saja?!" Panggil Azlina khawatir

"Sua?! Solar?!" Seru nya tak tertahan. Berbalik menatap kearah kapal Saebom, ia mendapati Sua yang masih ada disana menatap sendu padanya lalu tersenyum lebar, dilihat dari gerakan bibirnya Sua seakan mengatakan...

"Aku pasti akan kembali"

Ice menggelengkan kepalanya cepat, ia hendak mendekati kapal itu lagi namun sayangnya kapal yang ia tumpangi sekarang ini sudah bergerak lebih dulu, alhasil..ia gagal mengejar Sua.

Berteriak histeris memanggil namanya, Ice langsung menangis sejadi-jadinya. Menyebut nama Sua, dan saudaranya yang lain. Ia berdoa agar mereka semua dapat kembali dalam keadaan selamat.

Sua sudah pergi menghilang dari pandangan Ice. Tapi tak lama setelah itu ia sempat melihat Solar yang seperti mencoba mencegah Sua masuk kedalam.

"Solar..kumohon pada kalian semua kembalilah dalam keadaan selamat" Gumamnya yang langsung terduduk lemas





Note ; ❄️-> Author

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro