Kencan Rahasia
Apapun masalahnya, jika demi kamu. Aku akan berjuang untuk menyelesaikan semuanya. ~Sadewa Bagaskara~
****
Suara ramai dari ocehan murid kelas XII A tak membuat seorang Sadewa terlihat bersemangat. Sejak pagi, lelaki itu sudah harus mendapati kenyataan jika kekasihnya tak masuk sekolah.
Pikirannya mulai menerawang kembali, memutar kejadian dua hari yang lalu. Disaat dia harus meninggalkan kekasihnya, Isyana, dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Masih teringat jelas di pelupuk matanya, ketika gadis itu memohon agar dia tetap tinggal. Bahkan masih sangat jelas suara parau dan wajah memerah karena terlalu banyak menangis.
Sementara, Pandu, Juna dan Bima. Ketiga lelaki itu sedang asyik bermain game online di ponselnya. Ketiganya begitu heboh dengan suara teriakan-teriakan karena gagal menembak saat bermain game.
Ketiga lelaki itu juga merasa bahwa sahabatnya sedang tak baik-baik saja. Terbukti sejak kemarin, lelaki itu murung dan Isyana juga tak berangkat sekolah. Itu semua menjadi alasan kuat jika keduanya sedang dalam masalah yang saling dihadapi.
Pandu, Juna dan Bima masih asyik bermain hingga salah satu diantara mereka bertanya pada Sadewa.
"Lo dua hari ini murung banget, Wa. Kenapa?" tegur Pandu sambil meletakkan ponselnya di atas meja.
Sadewa menoleh sebentar, lalu dia menatap ke depan dengan pandangan kosong.
Dia memang belum menceritakan masalahnya pada ketiga sahabatnya. Sadewa merasa masih sanggup melewati ini semua tanpa bantuan mereka. Namun ternyata, ucapan itu tak semudah apa yang dia bayangkan.
"Dewa!" tegur Pandu lagi.
"Bokap Isyana nggak setuju kita pacaran," ucap Sadewa dengan wajah lesu. Terlihat sekali jika dia begitu terpukul dengan keadaan sekarang.
Juna dan Bima yang sedang bermain tersentak. Mereka segera meletakkan ponsel secara sembarangan dan mendekat pada sahabatnya itu.
"Serius lo?" tanya Juna.
Sadewa mengangguk lemah. Ketiganya terperangah, menatap tak percaya jika hubungan mereka akan terdapat badai menerjang yang berasal dari bokap Isyana sendiri. Ketiga lelaki itu begitu tahu bagaimana hubungan Sadewa dan Isyana selama seminggu ini.
"Terus?"
"Bokap Isyana, ngelarang gue buat ketemu sama dia."
"Alesannya?"
"Karena kedua orang tua gue, hanya seorang petani." Sadewa tertawa miris. Dia tak menyangka jika cintanya harus tak mendapatkan restu hanya karena derajatnya yang tak sama dengan Isyana.
Namun bukannya cinta tak memandang derajat. Selagi keduanya saling cinta dan memahami. Maka kedua cinta itu juga bisa bersatu kan?
"Gila bokap Isyana yah, kalau gue jadi lo, gue gebukin tu orang," canda Bima.
"Heleh, sok berani lo," ujar Juna meneloyor kepala temannya itu.
"Lo dari kapan gak ketemu dia?"
"Kemarin," sahut Sadewa.
"Terus apa yang mau lo lakuin?" tanya Pandu kemudian.
"Bantu gue buat bisa ketemu sama dia," ucap Sadewa menatap ketiga temannya itu.
Dengan cepat Bima, Juna dan Pandu mengangguk setuju. Akhirnya, mereka juga meminta bantuan kedua sahabat Isyana. Sadewa bersyukur, Della dan Mega mau membantu rencananya ini.
Keenam orang itu saling duduk di kursi kantin. Saat ini mereka sedang membicarakan bagaimana rencana mereka, agar bisa membawa Isyana keluar.
"Rencana lo gimana, Wa?" tanya Della yang duduk di samping Juna.
"Gue minta, kalian yang jemput Isyana keluar," pinta Sadewa.
Kedua gadis itu saling menatap lalu mengangguk. Mereka memberikan jempolnya pada Sadewa menandakan bahwa mereka akan berhasil membawa Isyana keluar dari rumah.
"Terus kita?" tanya Pandu penasaran.
"Kalian bertiga, tunggu gue sama mereka di kebun jeruk milik bokap gue," ucap Sadewa menatap tiga lelaki itu.
Mereka berdiskusi dengan matang. Hingga akhirnya keenamnya sudah sepakat untuk melaksanakan rencana ini nanti siang sepulang sekolah.
🌴🌴🌴
Della dan Mega disambut begitu antusias oleh Isyana di rumahnya. Namun dua gadis itu menatap iba penampilan sahabatnya itu.
Mata bengkak dengan kantung mata hitam. Hidung memerah serta wajah berantakan begitu terlihat jelas. Della dan Mega bisa menebak jika sahabatnya itu kebanyakan menangis. Keduanya segera memeluk Isyana begitu erat.
"Yang sabar, Queen." Hibur Della dengan mengusap punggung sahabatnya itu.
Isyana hanya mampu mengangguk sambil menghapus air matanya. Setelah dirasa tenang, Isyana melepas pelukannya dan menatap Della dan Mega bergantian.
"Kalian ngapain kesini?" tanya Isyana bingung.
"Gue mau ngajak lo nonton. Mau gak?" tawar Mega.
Isyana terdiam. Jika boleh jujur, sungguh dia tak ingin keluar rumah dalam keadaan seperti ini. Dia tak ingin banyak orang melihat seberapa lemahnya dia. Della yang melihat kebimbangan dalam diri sahabatnya, segera mendekat.
Dia membisikkan sesuatu hingga tubuh Isyana mendadak kaku. Otak gadis itu hanya menangkap kata ini saja.
"Lo bakalan ketemu sama Sadewa."
Isyana mengerjap. Saat dia ingin membuka suara, kedua orang tuanya datang mendekati ketiga gadis itu.
"Kalian, kapan dateng?" tanya Papa Mahesa senang.
Lelaki paruh baya itu begitu mengenal dua sahabat putrinya itu. Bahkan dia juga begitu mengenal kedua orang tua gadis itu karena mereka termasuk rekan kerjanya.
"Barusan, Om," sahut Della.
"Kalian mau ngajak Isyana keluar?" tanya Mama Ayara.
"Iya, Tante. Apa boleh?"
"Boleh, ajaklah Isyana agar dia tak bosan di rumah." Papa Mahesa segera menyetujui ajakan sahabat putrinya itu.
Dia tak curiga kedua gadis itu, karena memang Mahesa begitu percaya jika Della dan Mega akan menjaga putrinya juga.
"Ya udah, ayo Isyana ganti baju!"
Isyana akhirnya segera kembali ke kamar. Dia tak memikirkan apapun. Yang penting, perasaannya saat ini begitu bahagia. Dia akan bertemu dengan sang pujaan hati yang selama dua hari ini sudah tak dia temui.
🌴🌴🌴
Hampir 1 jam berada di mobil. Akhirnya Della menepikan mobilnya di pinggir jalan. Isyana mengerutkan dahinya saat melihat sebuah mobil mewah di depannya.
"Turun, Queen!" ajak Della.
Tak mau banyak tanya, Isyana segera melepas seatbeltnya dan turun dari mobil. Perlahan, pintu mobil Lamborgini berwarna hitam itu terbuka, dan muncullah seorang lelaki yang begitu dia rindukan berada disana.
Berdiri dengan menatap ke arahnya juga. Mata Isyana berkaca-kaca. Dia tak menyangka bahwa dirinya bisa bertemu dengan sang pujaan hati.
Tanpa kata, Isyana segera berlari dan menghambur ke pelukan Sadewa. Dia menangis sesegukan sambil memeluk erat tubuh kekasihnya itu. Aroma wangi ini begitu dia rindukan. Usapan rambut dan punggung yang selalu Sadewa lakukan tak luput menjadi hal yang begitu dia rindukan juga.
"Please, jangan sedih!"
Isyana perlahan melepas pelukannya. Mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya itu. Dia berusaha tersenyum di hadapan Sadewa.
"Aku seneng ketemu kamu."
"Aku juga," ucap Isyana dengan wajah merajuk.
Sadewa membantu menghapus sisa-sisa air mata Isyana, lalu mengusap rambutnya dengan sayang.
"Ayo!" ajak Sadewa menggandeng tangan Isyana.
"Mau kemana?" tanya Isyana bingung.
"Ikut saja."
Isyana dan Sadewa segera memasuki mobil Lamborgini hitam itu. Perlahan Sadewa melajukan mobil itu dengan diikuti Della dan Mega di belakang.
Hanya butuh beberapa menit, akhirnya mereka memasuki jalanan yang begitu Isyana kenal. Dia menatap Sadewa yang fokus mengemudi di sampingnya.
"Kita ke kebun?"
Sadewa mengangguk.
"Apa kamu seneng?"
"Apapun bersamamu, aku seneng banget." Isyana menjatuhkan kepalanya di lengan Sadewa. Dia ingin menikmati momen ini dengan begitu baik.
Isyana begitu menyadari jika dia akan kesulitan dengan pertemuan mereka selanjutnya.
Perlahan mobil mereka mulai memasuki sebuah rumah dengan pelataran lebar. Mereka mulai turun dari mobil dan di sana sudah disambut oleh ketiga sahabat Sadewa.
"Cie, yang udah ketemu," ledek Pandu.
"Ulululu jangan sedih lagi, yah!" sambung Juna.
Isyana hanya menunduk sambil tersipu malu, dia begitu senang bisa bertemu dengan sahabat, teman dan kekasihnya, Sadewa.
"Ya udah, ayo kita jalan!" ajak Sadewa.
Mereka bertujuh segera berjalan melewati pemandangan yang begitu sejuk dan asri. Kanan dan kiri mereka banyak sawah yang begitu memanjakan mata. Udara segar begitu menusuk di hidung mereka. Udara sore hari di sini, masih terasa baik daripada berada di kota.
Sadewa dan Isyana saling berjalan bergandengan tangan tanpa memperdulikan rasa kejombloan kelima orang itu.
Hingga akhirnya, mereka telah sampai di sebuah danau kecil yang letaknya tak begitu jauh dari kebun jeruk milik keluarga Sadewa.
"Ini bagus banget," ucap Isyana dengan mata berbinar.
Kedua sahabat Isyana dan ketiga sahabat Sadewa sudah berpencar meninggalkan dua orang yang saling melepas rindu.
Sepasang kekasih itu, memilih melepas sepatu mereka dan meletakkannya di dekat sebuah pohon. Keduanya tetap bergandengan tangan dengan berjalan di pinggiran Danau itu.
"Udara disini seger banget, Wa," celetuk Isyana.
"Ya, kamu benar, Queen."
Dua orang itu memilih duduk dan menatap tenangnya air danau itu. Pikiran keduanya saling menerawang jauh hingga Isyana menatap wajah Sadewa dari samping.
"Wa!" panggil Isyana pelan.
"Apa yang harus kita lakuin?"
"Nggak ada." Sadewa menggeleng.
"Maksutnya nggak ada? Kamu mau menyerah?"
"Aku gak bakal nyerah buat dapetin kamu," ujar Sadewa dengan sorot mata tajam.
"Terus?"
"Aku bakalan nekat buat nemuin papa kamu, dan mencari jawaban agar dia mau merestui hubungan kita."
Isyana dapat menangkap keseriusan dari nada bicara Sadewa. Dia merasa senang karena ternyata, kekasihnya tak menyerah untuk mendapatkan restu papanya.
Isyana mengaitkan jari jemarinya dengan milik Sadewa. Lalu dia memberikan senyuman manis pada kekasihnya itu.
"Mari kita berjuang bersama untuk mendapatkan restu papa."
~Bersambung~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro