Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Naia & Langit

10 Oktober 2021 akan selalu jadi hari terburuk di hidup Naia. Ditinggal mati seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya sungguh berat sekali. Meski sudah enam bulan berlalu sejak hari kelam itu, ia masih berkabung.

Segala cara telah Naia coba untuk meneruskan hidup tapi tetap saja sebagian dari dirinya seolah menolak untuk melupakan semua tentang laki-laki itu, bahkan dunia pun rasanya tak mengizinkan. Bagaimana tidak, setiap kali melihat langit ia pasti teringat akan sosok bernama Langit itu, sosok yang sangat ia rindukan. Pernah beberapa kali waktu ia masih beradaptasi tanpa Langit di sisinya, jika tak sanggup membendung rasa rindu, ia menghindari langit. Tak peduli di luar hujan atau tidak ia akan tetap memakai payung saat keluar rumah bahkan ke sekolah, membuat teman-teman yang melihatnya ikut prihatin.

Langit setahun lebih tua dari Naia, anak laki-laki pertama yang berhasil menerobos dinding pertahanan yang membatasi dirinya dari orang lain. Gadis itu selalu memanggilnya Ai, sahabatnya satu-satunya. Orang pertama yang bisa ia percaya selain keluarga sendiri. Semua bermula saat keluarga Naia pindah ke kota dan tinggal di seberang rumah Langit. Mulai dari jadi teman bermain di komplek, masuk ke sekolah yang sama hingga akhirnya terbiasa berbagi banyak hal. Mereka tumbuh bersama. Dan hari ini, 17 April 2022, harusnya mereka sedang merayakan ulang tahun Langit bersama-sama seperti yang mereka rencanakan tahun lalu.

Pergi ke sea world dan kebun binatang berdua karena Langit suka sekali segala hal tentang hewan, dan menikmati bekal makan siang yang Naia buat sendiri. Seharusnya mereka berdua sedang bersenang-senang merayakan hari ini, tapi takdir memisahkan dua sejoli itu terlalu cepat. Hidupnya selama sepuluh tahun ini bersama Langit terasa ikut hilang seiring kepergian laki-laki itu. Rencana Tuhan memang tak ada yang tahu, seringnya tak sejalan dengan rencana manusia. Pada akhirnya hambaNya harus ikhlas menerima kenyataan itu dan tetap melanjutkan hidup.

Sekarang hanya ada Naia sendiri sedang termenung menatap ikan-ikan yang berenang ke sana kemari dalam aquarium besar di hadapannya. Ia merayakan ulang tahun Langit yang ke-18 hari ini, seorang diri. Pertama kalinya ia memilih untuk berdamai dan menerima kenyataan bahwa Langit memang tak lagi di sini bersamanya. Ia memberanikan diri untuk tetap menjalankan rencana mereka. Walau sendiri asal Langit senang, pikirnya.

Sejak pagi buta Naia sudah membuat sarapan sekaligus bekal makan siang, lalu pergi tanpa membawa payung lagi. Sebelum ke sea world, ia juga singgah membeli bento cake kecil berwarna biru langit dengan tulisan 'Ai turned 18' di atasnya.

Nama panggilan spesial mereka, Ia untuk Naia dan Ai untuk Langit.

Orang-orang yang mendengar dan melihat pasti akan mengira keduanya adalah pasangan kekasih. Namun nyatanya, Naia sendiri tidak pernah berani mengonfirmasi perasaannya karena baginya hubungan mereka jauh lebih berharga dari sekedar pacaran dan ia merasa sudah cukup nyaman dengan itu. Dulu.

Sekarang ia mulai menyesal, sangat menyesal karena tidak berani jujur pada perasaannya sendiri dan Langit. Kenapa ia harus mengelak? Kenapa ia tidak mengungkapkan semua perasannya sebanyak mungkin saat masih punya banyak waktu? Bahkan Langit pernah beberapa kali menyatakan sayang padanya tapi Naia selalu mengalihkan topik jika sudah membahas perasaan atau tentang hubungan mereka.

Bodoh. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain merutuki dirinya sendiri. Setiap saat ia dihantui penyesalan dan pikiran kalau ia tidak akan bisa pacaran bahkan menikah sebab gadis itu sulit membayangkan laki-laki lain yang bersanding di sisinya, bukan Langit. Cara Langit yang selalu menjaga, menenangkan, dan mengomelinya, semua itu tidak akan bisa digantikan oleh orang lain. Langit punya caranya sendiri dan Naia tidak ingin cara yang lain.

"Make a wish, gak sih?" suara kencang laki-laki itu mengalahkan riuhnya kerumunan siswa-siswi di rooftop sekolah yang mulai menghitung mundur menyambut tahun baru 2021.

"Iya dong!" jawab sang gadis yang ditanya penuh riang. Keduanya mulai memejamkan mata, mengucap doa dan harapan dalam benak masing-masing.

"LIMA!

EMPAT!

TIGA!

DUA! ..."

Langit melirik Naia yang masih belum membuka mata lalu mulai tersenyum jail. "Semoga tahun ini, tahun depan dan seterusnya gue bisa bareng Naia terus!!"

"SATU!"

Gadis itu terbelalak kaget bukan karena ledakan kembang api melainkan karena teriakan anak laki-laki di sampingnya barusan, berhasil membuatnya salah tingkah.

"Ya gak diteriakin gitu juga kali, Ai," ucap Naia gemas, menepuk lengan sahabatnya itu yang sedang mengacak-acak rambutnya sambil terbahak sendiri.

"Doa kalo diucapin keras-keras gak terkabul tau," lanjut gadis itu setengah bercanda, dibalas juluran lidah dari Langit.

Suara tawa yang menyenangkan itu masih sangat jelas di kepala Naia hingga detik ini. Kilas balik ingatannya saat mereka merayakan malam tahun baru bersama-sama untuk terakhir kalinya, karena di malam tahun baru berikutya hanya ada gadis itu sendirian meringkuk mengurung diri di dalam kamar.

Tak sadar air matanya jatuh tanpa diminta. Hidupnya enam bulan terakhir berlalu tanpa warna sama sekali. Maaf Ai, aku nangis lagi. Ia menghela napas mencoba meredam air matanya yang sudah terlanjur deras karena ia sadar masih di tempat umum.

"Mba? Mba gapapa?"Naia menoleh ke sumber suara yang mengalihkan perhatiannya. Seorang pria bertopi hijau tua sedang menatapnya khawatir.

"Oh, nggak, gapapa, kok,"jawabnya sambil menyeka pipi yang basah. Sejujurnya Naia cukup ribet dengan bawaannya yang banyak, dan kotak kue yang ia tenteng pun terjatuh. Hatinya mencelos, apa seharusnya ia tidak usah pergi saja dari awal? Rasanya ia telah mengacaukan hari spesil Langit.

"Saya bantu, ya, mba."Untung pria bertopi itu ada di sana, membantunya membereskan kekacauannya hari itu.

"Makasih."

***

Tujuh tahun berlalu. Minggu depan akan menjadi babak baru di hidup seorang gadis bernama Kinaia Soewono.

Ditemani tunangannya, saat ini ia sedang berziarah ke tempat peristirahatan terakhir sahabat sekaligus cinta pertamanya.

Janitra Kumara Langit. Lahir: 17 April 2004. Wafat: 10 Oktober 2021.

Ia mengusap ukiran tulisan di atas batu nisan, sesekali membersihkan dedaunan kering yang terjatuh di atas kuburnya.

"Apa kabar, Ai? Maaf ya, berbulan-bulan aku sibuk ngurus banyak hal sampai gak sempet nengokin kamu. Kamu gak marah, kan? Ia sama mas Ivo bawain kamu bunga, lho, sekaligus minta izin minggu depan kita bakal nikah, Ai. Akhirnya."

Naia terdiam, menarik napas panjang. Mas Ivo, tunangannya, merangkul pundaknya. Entah bagaimana pria itu selalu bisa menampung kesedihannya setiap mengingat Langit. Berhasil mematahkan prasangka bahwa ia takkan bisa membuka hati lagi untuk orang lain. Membuat gadis itu yakin bahwa ada campur tangan Langit dari atas sana untuk menghadirkan seorang mas Ivo dalam hidupnya.

"Aku masih gak nyangka bakal nikah sama orang asing yang ku temuin di Sea World pas ngerayain ultahmu. Dia bisa bikin aku kuat, nerima cerita masa lalu aku dan kamu, Ai. Aku udah jarang nangis semenjak ada mas Ivo di sini. Kamu bangga, kan? Aku janji bakal bahagia sama mas Ivo."Naia tersenyum manis menatap kekasihnya di samping.

"Dan gue janji jagain Naia, mastiin dia bahagia tanpa menghapus posisi lo."

Kehangatan hinggap di hati mereka sore itu. Tak ada lagi air mata, yang ada hanya doa yang tak pernah putus. Naia yakin Langit turut hadir di sana, karena Langit selalu ada kemana pun ia pergi. Langit selalu bersamanya.

Selesai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro