Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13.

Menjelang siang badan Sachio mulai terasa enakan. Demamnya turun, tapi badannya masih agak lemas. Setelah makan siang dan minum obat, ia membuka ponsel sejenak untuk mengecek notifikasi. Ada beberapa pesan yang masuk. Ia hendak tidur kembali sebelum akhirnya suara familiar terdengar masuk ke gendang telinganya. Ia menoleh ke celah gorden jendela kamar, melihat Rei dan Yishan asik mengobrol dengan seragam sekolah lalu membuka gerbang rumah.

Sachio mengernyitkan dahi. Ini baru jam satu siang, tetapi kedua manusia itu sudah ada di depan rumahnya. Memangnya ada jam kosong? Lagipula ada jam kosong pun tidak akan membuat guru menyuruh mereka pulang.

Suara Ayah yang kali ini terdengar. "Masuk aja, Mas Cio ada di dalem kamar. Tadi barusan bangun terus makan siang."

Tidak perlu waktu lama untuk mendengar pintu kamarnya berdecit terbuka. Sachio menyibak sedikit selimut yang menutupi badan atasnya, terkekeh ketika melihat mereka di gawangan pintu. Dua sepupunya itu masuk, menaruh tas mereka ke sembarang tempat lalu duduk di pinggir kasur. Kalau sedang tidak sakit pasti dua orang itu sudah loncat naik ke atas kasurnya dengan biadab.

"Lo sakit gegara naik kora-kora kemarin, Mas?" tanya Rei tanpa basa-basi.

"Nggaklah. Yakali naik kora-kora doang bikin sakit."

"Tapi kemarin lo muntah-muntah."

Sachio mengatupkan mulut mendengar ucapan Yishan yang tak terbantahkan. Tidak salah dan tidak benar juga sih. Kemarin kan ia gegabah dan tidak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Kalau saja Sachio tidak dalam posisi perut kenyang habis makan pasti efeknya tidak akan separah itu.

"Jadinya lo sakit apa, Mas?" tanya Yishan kembali. Sepupunya itu bangkit berdiri, memutari kamarnya lalu mencomot asal komik di rak belajar.

"Demam, tapi udah turun. Biasa radang tenggorokan. Habis minum parasetamol tadi pagi terus sekarang udah enakan," jelas Sachio apa adanya. Ia kemudian teringat sesuatu. "Kok lo berdua jam satu udah balik? Emang ada acara di sekolah?"

"Guru-guru ada rapat. Makanya dipulangin lebih awal."

Sachio ber-oh ria mendengarnya.

"Tadi ada tugas nggak?"

Rei menggeleng. "Aman."

Mereka mengobrol cukup lama dalam kamar. Sachio yang masih lemas hanya menjadi pendengar Tom and Jerry yang kadang berdebat dan kadang klop itu, sesekali menertawai ucapan mereka. Ia tahu Rei dan Yishan datang kesini bukan sekedar menjenguk, tapi juga merasa bersalah karena kemarin membuat Sachio menemani mereka bermain seharian.

Hal itu diperkuat dengan fakta Davio dan Rio yang datang tiba-tiba ke rumah, membawa buah-buahan. Rupanya parcel buah itu hasil iuran mereka.

"Mas, sorry, ya. Kemarin kita maksa naik kora-kora jadinya bikin Mas Cio sakit." Rio dengan wajah polosnya meminta maaf. Padahal ia sakit bukan karena naik kora-kora. Efeknya saja yang agak berlebihan; muntah-muntah

Sachio ingin tertawa, tetapi tidak jadi karena wajah serius Rio. Apa tiga orang kakak sepupunya itu tidak memberitahu bahwa sakitnya tidak ada hubungan dengan naik kora-kora?

"Naik kora-kora nggak bikin sakit, Yo," ujarnya kemudian. Tidak ingin membuat adik sepupunya itu merasa bersalah lagi.

"Nggak cuman itu, Mas. Kemarin kan rencana cuma nonton aja. Tapi malah ada agenda ke pasar malem dan baru pulang jam delapan. Makanya kita terlebih mereka bocil-bocil itu mau minta maaf udah ngerepotin," ujar Rei menambahi.

"Ini buahnya dimakan. Kita berlima beli iuran, Kak. Sama Saga juga tapi dia nggak bisa ikut jenguk. Dia titip salam tadi, katanya cepet sembuh," kata Davio lalu menaruh barang yang awalnya mereka sembunyikan itu di atas nakas.

Sachio terkekeh melihat parcel buah itu. Baru kali ini ia sakit tenggorokan dan dijenguk seheboh sekarang.

"Get well soon, Mas Cio. Maaf, kemarin mainnya jadi seharian terus bikin sakit," tambah Yishan.

Rio, Rei, dan Davio mengangguk membenarkan.

Memahami maksud baik para adiknya, Sachio kemudian berkata, "Thank you. It's okay Mas cuma kambuh radang tenggorokannya. Bukan gara-gara kemarin doang, tapi emang lagi suka begadang jadi waktu kehujanan langsung tumbang."

"Jangan trauma nemenin kita main, ya," kata Rio lagi, membuat Sachio tertawa kencang.

Dari banyaknya agenda, memang baru kali ini Sachio sakit setelah menemani mereka jalan-jalan. Maka dari itu ia mengerti mengapa para adik sepupunya merasa bersalah. Hingga menjenguk dan membawakan parsel buah seolah ia baru saja masuk rumah sakit.

"Yang beli parcel buahnya kalian berdua?" tanyanya lebih kepada Davio dan Rio.

Davio mengangguk. "Tadi belinya sama Om Arjun pas perjalanan pulang."

"Oh tadi pulang sama Om Arjun?"

Adiknya mengangguk lagi. "Masih di sini juga. Lagi ngobrol di teras rumah tadi sama Ayah."

Baru diobrolkan, Om Arjun masuk dan menyapa di gawangan pintu. Lelaki itu menanyai kabarnya sebentar untuk kemudian pamit pulang karena ada urusan. Rio ditinggal. Rumahnya tidak jauh sehingga bisa pulang pergi kapan saja.

"Dapiyo, emang lo nggak ada les? Kok jam dua siang udah pulang?" tanya Sachio saat teringat jika hari Senin jadwal adiknya sampai sore. Ada les khusus untuk kelas sembilan yang akan ujian.

"Libur. Gurunya sakit dan nggak ada guru pengganti."

Ada banyak alasan libur yang Sachio dengar hari ini, membuatnya mengernyitkan dahi dan berkata, "Bohong, ya?"

"Nggaklah. Emang pernah gue bohong, Kak?"

Sachio tertegun. "Nggak sih."

Beberapa saat setelah Om Arjun pergi, Ayah masuk dalam kamar sembari membawa kresek di tangan. Kresek putih dengan box di dalamnya itu ditaruh di atas ranjang. "Ada kiriman brownies, Kak," katanya

Sachio mengernyitkan dahi, merasa tidak memesan brownies. "Dari siapa?"

"Nggak tahu. Ayah kira kamu pesen buat dimakan bareng-bareng?" ujar Ayah lalu pergi keluar kamar.

Sachio yang tadinya menyender ke kepala ranjang menegakkan badan. Ia mengambil kresek pemberian Ayah, menemukan note di dalamnya. Ia langsung tersenyum ketika tahu siapa pemberinya. Tak perlu waktu lama ia membuka box brownies coklat kesukaannya itu, menawarkan pada orang-orang.

"Kalau mau makan aja."

"Kan buat kakak," timpal Davio.

"Gapapa, dimakan bareng-bareng."

Tak perlu waktu lama untuk orang-orang di sekitarnya mengambil brownies itu, makan bersama-sama.

Beberapa menit kemudian, suara panggilan masuk terdengar. Ia mengambil handphone di dekatnya, mengernyitkan dahi ketika nama Senja terpampang di sana. Sembari makan brownies, ia mengangkat panggilan video itu. Seperti dugaannya, alih-alih Senja, Sagara-lah yang ada di layar sekarang.

"Mas Cio! Brownies-nya dah dateng kan?"

Sachio mengangguk, tersenyum sembari menunjukkan potongan brownies di kamera. "Makasih, ya, Cil. Enak."

"Ooooh dari Saga?" Rei yang berkata sembari mengunyah makanan dalam mulut.

Orang-orang di sekitarnya jadi ramai, ikut menengok layar ponsel. Wajah Sagara dengan sedikit background rumah mereka hampir memenuhi layar. Dari pakaian yang dikenakan, Sachio tahu adik sepupunya itu habis pulang dari sekolah, dijemput Senja, lalu pinjam ponsel kakaknya.

"Cepet sembuh, Mas Cio."

Sachio tersenyum, mengaminkan ucapan itu. Ia kemudian mengubah kamera belakang, menyorot empat orang di kamarnya. Mereka melambaikan tangan, tampak lahap mengunyah brownies.

"Kok mereka ikut makan? Itu kan buat Mas Cio yang lagi sakit?!" seru Saga di seberang sana, tampak tidak terima.

Rio mendekat, pamer sedang makan brownies. "Thankyou, Ga. Udah habis tiga."

"Woy tuh brownies buat Mas Cio!"

Yishan yang jahil tak mau kalah menggoda. "Thanks, Cil. Mas Cio baik banget brownies-nya buat kita soalnya tahu kita laper."

"Kenapa jadi nggak tepat sasaran? Itu kan dikirim buat yang sakit, bukan buat kalian."

Davio dan Rei di samping Sachio ikut tergelak.

Suara lain di seberang sana terdengar. Itu suara Senja. "Biarin aja sih, Dek. Masa yang lain nggak boleh ikut makan? Kan pakai uang Mba."

Tidak selesai sampai situ, Davio ikut berkata, "Sakit tenggorokan kan nggak boleh makan coklat banyak-banyak, Ga."

"Bener. Jadi brownies-nya buat kita aja, Cil. Setuju kan?" timpal Rei.

Sachio tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Ia yang tadinya suntuk berada di kamar sejak tadi merasa terhibur sekarang. Terlebih melihat wajah Saga yang tampak sebal di seberang sana, juga keempat orang lain di kamar yang tidak bosan menggoda.

Punya sepupu banyak menyenangkan juga.

Bersambung.

My babies, so cute ☹️☹️

Sorry for slow update. Next part aku up nanti (atau besok), ya! Terimakasih sudah menunggu 💗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro