Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08.

"Mas Cio, besok mau nggak temenin kita main?"

Sachio sedang menyusun rencana anggaran berkemah bersama Yishan ketika tiba-tiba Rio mendekatinya. Tidak hanya Rio, Davio dan Saga yang sejak tadi sibuk menonton di tablet rupanya juga ikut nimbrung mendekat. Entah kali ini ajakan menemani main ke mana yang para bocil itu akan ajukan.

Rooftop rumah Oma kali ini hanya dihuni lima orang. Senja dan Kak Luna sedang ada urusan di bawah bersama Oma, lalu Rei turun karena disuruh papanya untuk memesan bakso pada mamang yang baru beberapa menit lalu lewat di depan rumah.

Yishan menatap tiga bocah itu dengan tanda tanya. "Main ke mana kalian sampai harus ditemenin?"

"Ke bioskop. Kita bertiga mau nonton Transformers. Nggak dibolehin pergi sama Ayah kalau nggak sama orang besar." Kali ini Saga yang berbicara, membuat Sachio reflek terkekeh. Alih-alih anak SMP, di matanya Saga itu justru seperti anak TK. Wajar saja jika Om Hikam bilang kalau main ke luar harus ditemani orang dewasa.

"Kenapa nggak sama kakakmu, Cil?"

"Mba Senja besok mau pergi sama Kak Luna. Jadi nggak bisa nemenin pergi kita bertiga. Katanya minta temenin Mas Cio aja pasti mau," jelas pemuda itu lagi, membuat Sachio paham dengan keadaan yang sedang terjadi.

Para perempuan itu ingin have fun berdua lalu melimpahkan semua tugas pada Sachio. Ya begitulah seperti yang sudah-sudah.

"Tadi udah izin Ayah sama Om Hikam juga, Kak. Kan ada gue ya yang paling gede. Katanya tetep nggak boleh, harus sama yang SMA," timpal Davio menambahi.

Sachio terkekeh mendengar ucapan adiknya. "Ya pasti nggak bolehlah, Yo. Emang bisa lo ngurus bocil dua ini?"

"Stop call us bocil, Mas! Aku sama Saga udah dua belas tahun tahu, udah gede," seru Rio tidak terima.

Demi mendengar hal itu Yishan tersenyum sembari geleng-geleng kepala. "Beda tiga tahun doang itu sama si Ivan. Masih kecil. Badan kalian berdua aja sama."

Sachio tertawa ketika Yishan menyebut nama adiknya. Livan memang lebih tinggi sehingga badannya sama seperti Saga dan Rio padahal usia mereka berbeda tiga tahun. Entah adik Yishan yang bongsor atau mereka berdua aja yang tidak tumbuh-tumbuh. Pasalnya Davio sudah sama tingginya seperti Sachio di umur 14.

"Ivan kan masih SD? Kita udah SMP." Saga yang kali ini berucap tidak terima. "Aku cuma boleh dipanggil bocil sama Ayah ma Mamah. Yang lain nggak boleh."

"Tapi kan nama kamu Sacil. Sagara bocil." Yishan sepertinya kesenangan menggoda sepupunya. Kalem-kalem begitu hobi utama pemuda itu adalah menjahili anak orang. Kalau Livan tidak usah ditanya. Bocah sembilan tahun itu sudah kebal dengan kelakuan kakaknya.

"Sagara aja nggak ada bocilnya. Mba Senja tuh sukanya gitu emang, ganti nama orang.... Nyebelin."

"Lucu kok. Nggak papa."

"Nggak lucu ih."

"Lucu. Sagara bocil," kata Yishan lagi. "Kalau Rio apa ya? Yocil bagus. Riyo bocil."

Tidak ada yang bisa dilakukan Sachio selain tertawa terbahak-bahak sekarang. Ia bersandar pada sofa di belakangnya. Perutnya terkocok melihat kelakuan manusia-manusia di sekitarnya. Davio ikut tertawa, Rio dan Saga kesal, lalu Yishan terkekeh dengan tampang tidak berdosanya. Benar adanya jika counter pemuda itu hanya Reigara.

"Udah-udah, kenapa malah berantem. Besok emang mau jam berapa perginya? Berarti kamu nginep di sini kan, Cil? Eh.... maksudnya Saga." Sachio tertawa, cepat-cepat mengoreksi kalimatnya ketika bocah dua belas tahun itu melotot padanya.

Saga mengangguk. "Nginep tempat Rio kayaknya. Kalau nggak ya nginep di rumah Oma tapi Kak Piyo sama Rio ikut tidur sini."

Sachio mengangguk mengerti. Agenda yang sama seperti yang sudah-sudah.

Rio kembali berbicara sembari memberi tampang memelas. "Gimana? Bisa kan, Mas? Please banget ini mah...."

Sachio cekikian. "Bisa-bisa. Mas juga mau nonton Transformers. Nanti tinggal diatur," katanya kemudian, membuat ketiganya reflek berseru senang.

Bukan sekali ini saja ia diajak menemani bermain, tapi hampir setiap pekan. Ayah sampai mengira jika ia tidak punya teman karena lebih sering bersama adik sepupunya. Padahal kan ia ingin jadi kakak yang baik saja.

"Bisa apaan?" Rei yang muncul dari lantai bawah bertanya. Lelaki dengan kaus hitam kutangan itu menggigit pangsit di tangan.

Yishan tidak tahan untuk bertanya, "Mana baksonya?"

"Suruh ambil di bawah."

"Yess, ayo kita makan siang," seru Davio yang tampak paling senang sekarang. Ia merangkul Saga dan Rio, turun ke lantai bawah bersama-sama. Yishan yang sudah kelaparan juga segera turun untuk makan traktiran bakso dari Oma.

"Bisa apaan tadi?" Rei yang masih ingin tahu bertanya.

Sachio mematikan laptop, bangkit berdiri. Ia merangkul sepupunya untuk mengajak turun sembari berkata, "Makan dulu. Laper."

"KAN? SUKANYA BIKIN GUE KEPOO."

***

Hal yang paling Sachio suka dari keluarga besarnya adalah mereka begitu dekat satu sama lain. Sepupunya sudah seperti saudara kandung sendiri. Begitu juga dengan para om yang sudah seperti orang tua. Meskipun berjauhan, mereka selalu punya waktu untuk berkumpul bersama.

Seperti sekarang, Ayah dan para om menyempatkan video call dengan Om Zidan dan Tante Lala di luar kota sebelum Om Arjun pulang. Hanya panggilan video singkat sebab Tante Lala sedang di luar rumah sehingga tidak bisa lama-lama. Om Zidan apalagi jika bukan supersibuk. Sachio sih senang-senang saja karena punya Om kaya raya macam Bill Gates. Sebagai ponakan, uang akan mengalir melalui Tunjangan Hari Raya.

"Bye, para ponakan Om. Bye, mas-mas. Gue matiin ya mau ada rapat," kata lelaki itu di layar handphone Om Malik setelah kurang lebih 7 menit melakukan video call.

"Sering-sering pulang, Zid. Ditengokin juga Bunda. Jangan jadi anak durhaka lo," celetuk Om Hikam sebelum panggilan diputus.

"Barusan bulan lalu gue pulang yee. Lagian Lala tadi kaga digituin. Masa gue doang? Terus jangan bikin narasi negatif didenger ponakan gue entar."

"Mana ada, Zid. Lo balik terakhir dua bulan yang lalu. Pas banget sama libur sekolah terus si trio itu akhirnya liburan bareng," kata Om Aji.

Trio yang dimaksud adalah anak Om Aji, Om Zidan, dan Tante Lala yang sepantaran. Saat ini ketiganya berada di kelas 1 SD. Mereka bertiga cucu paling kecil di keluarga Adhitama. Jika dihitung, cucu Oma berjumlah 12.

Yang ada di rumah Oma sekarang hanya delapan. Dua karena di luar kota, dua lagi sedang ada wisata sekolah-adik Yishan dan anak Om Aji sekolah di SD yang sama.

"Kan? Itu juga gegara anak lo pengen main ke rumah omanya, main sama sepupunya. Kalau kaga pasti males balik kan lo. Emang durhaka sama orang tua," tambah Om Jilan kemudian, mengafirmasi ucapan Om Aji sebelumnya.

Yishan yang masih melahap bakso terkekeh mendengar percakapan orang tua itu.

Om Zidan di seberang sana menatap tak percaya. "Astaga.... Shan, omongan papih sama om kamu jangan didengerin, ya. Isinya fitnah doang," kata Om Zidan pada Yishan yang masuk di kamera video, membuat pemuda yang duduk di sebelah ayahnya itu bereaksi dengan tawa.

"Om! Kalau balik ke sini bawa oleh-oleh yang banyak!" seru Rei, mengakhiri roasting orang-orang di ruangan itu pada Om Zidan.

"Transfer uang juga nggak papa!" timpal Sachio kemudian.

Mereka yang duduk berdampingan cekikan. Berharap asbun mereka dikabulkan. Ayah tak jauh darinya hanya geleng-geleng kepala.

"Ya, oke, gampanglah! Dah ya, dimatiin beneran."

"Yaaaa."

Detik selanjutnya panggilan video terputus. Om Arjun yang pertama bangkit berdiri, hendak pulang karena katanya banyak urusan kerja yang harus diselesaikan. Orang-orang sibuk. Sama seperti Ayah, tapi bedanya baru pekan depan Ayah sibuk dan harus pergi ke luar kota.

"Yo, mau pulang sekarang apa nanti?" tanya Om Arjun pada Rio yang sejak selesai makan sibuk bermain dengan Saga.

"Nanti aja!"

"Yaudah Ayah balik dulu. Nanti pulang bareng sama Om Ananda, ya."

"Okee!"

Om Arjuna pergi setelah selesai berpamitan pada saudara dan ponakannya. Tidak lupa pada Oma yang sedang istirahat di kamar.

Saat jam dinding mengarah pukul satu siang, Sachio naik dan merebahkan diri ke sofa ruang keluarga di belakangnya. Ia mendadak mengantuk sehabis makan. Rei tidak jauh berbeda. Lelaki itu menurunkan suhu ruangan dengan remot AC, lalu tidur bersandar pada paha Davio yang asik mengobrol dengan Yishan sehabis makan.

"Tidur siang, tidur siang." Keadaan yang jadi sunyi membuat Om Hikam bersuara. Pria paruh baya itu kemudian celingukan mencari anaknya yang lain. "Senja sama Luna asik sendiri ya dari tadi. Dasar anak gadis. Cil, kamu bobo siang nggak?"

"Nanti, Yah. Masih main sama Rio," jawab Saga.

"Yaudah. Ayah mau bobo bentar. Nanti sore mau balik pulang."

"Tapi aku sama Mba Senja nginep di sini....?"

"Iya-iya. Kan Ayah nemenin Mamah di rumah kasian nanti sendirian."

"Oke deh."

Sachio sepertinya sungguhan mengantuk.

Ia tidur menghadap punggung sofa, samar-samar mendengar Om Jilan mengobrol dengan Om Aji dan Om Malik tak jauh darinya. Tak lama ia mendengar suara Ayah. Lelaki itu menyuruh Davio, Rei, dan Yishan untuk tidur di kamar lantai atas.

Detik selanjutnya Sachio sungguhan terlelap. Alam bawah sadar mengambil alih sepenuhnya.

Bersambung.

zidan adhitama

hikam and his bocil

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi teman-teman muslim yang menjalankan! 💗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro