Bab 4 - Ridla di Jabal Uhud (2)
[Author P.O.V]
Sabila sebelumnya berobsesi untuk menaiki Jabal Uhud itu, seraya ingin mengagumi ciptaanNya selama ini, yang telah menyisakan sebuah kisah bersejarah di bukit tersebut. Makanya, setelah ocehan dari salah seorang pengurus telah selesai dilontarkan, gadis kecil itu langsung berlari kencang, meninggalkan para jamaah lainnya seraya tidak memperdulikan keluarganya juga. Maklum saja, dia masih kecil sampai-sampai kelakuannya seperti itu.
Mungkin saja masa kecilnya kurang begitu bahagia ....
***
"Hoi, Sabila!" seru Ridho ketika melihat Sabila sudah lelah untuk berlari menuju bukit itu, makanya gadis kecil itu menghentikan langkahnya yang diikuti oleh Ridho.
"Ada apa sih, Ridho?" gerutu Sabila.
"Engkau tidak pernah santai jika berlari. Nanti kalau engkau jatuh, gimana?" Ridho mulai khawatir pada Sabila—hanya sebagai teman.
Sabila itupun hanya menganggukkan kepalanya seraya berkata, "Aku bisa bangkit sendiri, tidak butuh bantuanmu juga tidak masalah kok. Lagipula, bukankah kita bukan muhrim?" Ridho itupun juga mengembangkan senyum manisnya pada si Sabila. Tidak ada lagi kata yang keluar dari mulut mereka berdua, kemudian Ridho berjalan ke depan seakan-akan dia memimpin Sabila di belakangnya.
Setelah beberapa saat mereka terdiam satu sama lain, akhirnya Ridho kembali angkat bicara. "Okelah kalau begitu, Sab. Kita naiki bukit Uhud yuk!" ajak lelaki itu pada si gadis kecil yang tengah bersamanya itu. Sabila itupun mengangguk, kemudian tanpa berpegangan tangan, mereka mencoba untuk menahan keseimbangan tubuh masing-masing agar bisa sampai ke puncak bukit itu dengan selamat.
Lagipula, bukit tersebut tidak terlalu tinggi dan di situ juga terdapat jalan. Setelah itu, mereka berjalan dengan satu mendahului dan satu mengikuti. Yang mendahului itu si Ridho, dan yang mengikuti itu si Sabila.
***
Sesampainya mereka di puncak bukit, Sabila tiba-tiba berteriak dengan kencangnya, mungkin saja nanti ia tidak memperdulikan Ridho yang tengah berdiri di sampingnya.
"WAH INDAH SEKALI PEMANDANGAN DI MADINAH INI! AKU SANGAT SENANG BISA NAIK KE BUKIT INI! BUKIT UHUD YANG AWALNYA HANYA AKU LIHAT GAMBARNYA DI BUKU SAJA!"
Ridho yang melihat dan mendengar si Sabila yang suka teriak-teriak itupun hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Sabila yang kekanak-kanakan itu.
Tanpa memperdulikan Ridho di sebelahnya, dia kembali melanjutkan teriakannya, "AKU SENANG SEKALI, BUNG! ALHAMDULILLAH AKU BISA KE SINI! HORE! HORE! HORE!" Kemudian Sabila meloncat-loncat tidak jelas di puncak bukit Uhud itu, dan tidak disadari, dia hampir terjatuh karena berada di pingggir puncak bukit, dan satu langkah lagi dia melangkah, dia akan terjatuh.
Hal yang ditakutkan si Ridho pada awalnya itu akhirnya terjadi juga. Karena loncatan yang tidak jelas itu, kakinya Sabila tergelincir oleh batu-batu yang terdapat di puncak tersebut, dan akhirnya dia ....
"AAAAAAA!!!" teriak Sabila ketika dia ingin terjatuh.
"SABILA!" balas Ridho tidak mau kalah dengan teriakannya Sabila. Tidak memperdulikan muhrim atau tidaknya mereka, Ridho langsung memegang tangannya Sabila yang berhasil ditangkap sebelum akhirnya gadis kecil itu terjatuh.
Sabila tidak bisa berkata apa-apa lagi, ketika tangan besarnya si Ridho berhasil memegang tangannya Sabila yang hampir terjatuh dari ketinggian bukit yang tidak terlalu jauh itu. Dia hanya bisa mengatupkan mulutnya dan tidak berkata apapun, lalu Ridho menarik Sabila kembali ke tempat mereka.
"Sab, kau tahu tidak. Bahaya lho kalau tadi kau loncat-loncat di situ. Untung para jamaah di sana tidak ada yang tahu soal ini," pesan Ridho pada Sabila.
"Benar juga, makasih banyak ya sudah mengingatin aku, Ridho," ucap Sabila dengan lembutnya pada Ridho. Teriakan dari dirinya itu sudah tidak ada lagi.
"Sama-sama, Sab. Sekarang mari kita turun ke bawah. Nanti mereka pada mencari kita lho. Entar kita yang dianggap sebagai anak hilang," kata Ridho itu kemudian. Akhirnya setelah Sabila mengangguk atas ajakannya si Ridho, mereka pun turun dari bukit tersebut.
***
Sesampainya di dasar bukit, yaitu di bawah, mereka langsung berlari menuju orang tua masing-masing, tidak mengucapkan salam perpisahan ataupun ucapan terima kasih karena telah menghabiskan waktu anak-anak mereka bersama-sama.
Sabila kini sudah menemui orang tua dan adiknya.
"Dari mana saja kamu, Nak? Bunda sudah lelah mencarimu kemana-mana, untung kamu tidak menghilang begitu saja," ucap Bunda penuh cemas atau khawatir pada Sabila.
"Sabila tadi main-main ke bukit, Bun. Seru kok, kalau Sabila bisa menaiki bukit sampai ke puncak!" seru Sabila dengan bangganya.
"Astaga, Sab .... Kalau kamu terjatuh bagaimana, coba? Siapa yang bakal menolongmu nanti? Apa kamu ke sana sendirian tadi?" tanya Bunda itu lagi.
"Tidak, Tan. Tadi dia main sama saya."
Matanya Sabila langsung terbelalak karena gadis kecil itu mendengar suara yang tidak dapat terelakkan lagi itu adalah si Ridho. Lelaki yang sedari tadi pergi bermain bersama Sabila. Seketika itu jugalah Sabila dan bundanya menoleh ke Ridho yang baru saja mengatakan beberapa kata pada bundanya Sabila.
Melihat Ridho yang sama sekali tidak beliau kenali, Bunda langsung bertanya, "Siapa kamu? Kamu mau apakan anak saya?"
"Ma ... ma ... maaf, Tan ...te. Sa ... ya Ridho. Temannya Sabila sejak kemarin," ujar Ridho lirih seraya memperkenalkan diri sambil terbata-bata.
"Ridho, ya?" Bunda itupun kembali mengulangi nama lelaki kecil tersebut, kemudian beliau berkata lagi, "Baiklah, Ridho. Tante juga ingin memperkenalkan diri. Saya di sini sebagai orang tuanya Sabila. Saya ingin mengucapkan terima kasih padamu karena sudah menjaga anak saya dengan baik. Untung saja Sabila tadi itu tidak berkeliaran kemana-mana sendirian. Lah ... dia memang susah untuk diatur, hahaha."
"Sama-sama, Tan. Ridho juga senang karena punya teman seperti dia," ujar Ridho sambil mengembangkan senyum manisnya.
"Lho, kok senang jika punya teman? Memangnya kamu tidak punya teman bermain, Ridho?" tanya bundanya Sabila dengan penuh penasaran. Sabila yang mendengar pembicaraan itupun hanya terdiam saja, sambil menatap bundanya dan Ridho secara bergiliran.
Kemudian Ridho tertawa kecil ketika mendengar pertanyaan itu, kemudian setelah tawanya terhenti, dia kemudian menjawab, "Ah, Tante. Dulu saya tidak akrab benar dengan seorang perempuan. Dan lagi, saya belum pernah memiliki seorang adik apalagi perempuan, jadi ... berteman dengan Sabila seakan-akan memberikan suatu tantangan baru padaku untuk selalu menjaganya setiap saat."
"Oh begitu ... kalau begitu, engkau anak tunggal saja?" tanya bundanya Sabila itu lagi.
"Tidak, Tante. Aku masih punya seorang kakak, tapi beliau sedang tidak umrah bersama keluarga saya karena suatu urusan yang sangat penting," ujar Ridho itu lagi.
Oh, jadi ternyata si Ridho punya kakak ya. Mengapa dia tidak bilang padaku soal itu? Dia malah bilang kalau dia tidak punya apapun selain orang tuanya. Aduh ... kau ini ya, gumam Sabila dalam hatinya.
"Oh ... kakakmu ya? Oh iya, Tante ingin kenalan sama orang tuamu juga dong. Dimana mereka?" tanya Bunda itu lagi.
"Bentar ya, Tante. Saya akan memperkenalkan mereka pada Tante." Kemudian si Ridho pergi memanggil kedua orang tuanya dan setelah beberapa saat, Ridho kembali dengan membawa kedua orang tuanya.
"Ibu, Ayah, jadi ... Ridho ingin memperkenalkan kalian pada ibunya Sabila. Di hadapan kalian itu adalah ibunya Sabila, dan Ridho sejak kemarin sudah berteman dengan Sabila semenjak kita melangkahkan kaki ke tanah suci," jelas Ridho atas jawaban yang sebenarnya pertanyaan tersebut tidak dilontarkan oleh kedua orang tuanya. Curiga saja, orang tuanya Ridho itu kebingungan tentang alasan mereka dibawa oleh Ridho untuk menghadap bundanya Sabila.
"Salam kenal ya, Bu," sapa ibunya Ridho pada bundanya Sabila.
"Salam kenal juga, Bu, Pak," balas bundanya Sabila itu.
"Sabila ... yang mana orangnya, Ridho?" tanya ibunya Ridho pada anaknya itu. Ridho yang kemudian mengembangkan senyum itu menunjuk ke arah Sabila yang sedari tadi berada di sebelah bundanya. "Itu yang namanya Sabila, Bu. Dia manis, 'kan?"
Ibunya Ridho itu melihat Sabila dengan saksama. Setelah itu, dia kemudian berkomentar seraya memuji anak perempuan itu. "Wah, dia manis sekali. Kelas berapa kamu, Nak?" Kemudian ibunya Ridho itu menanyakan suatu pertanyaan ke Sabila.
"Kelas 6 SD, Tante," jawab Sabila singkat.
Tetapi belum lama mereka berbicara sambil berkenalan, ternyata ada suatu pengumuman yang akan disampaikan oleh pengurus haji dan umrah itu. "Selamat siang jamaah sekalian. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 waktu Arab Saudi. Silakan kembali ke bis kalian, karena kita akan bersiap untuk sholat Zuhur."
Mereka itupun kemudian menghentikan pembicaraan secara kedua pihak. Ibunya Ridho itupun kemudian berkata, "Nanti kita bicara lagi ya Nak, Bu, mari kita kembali ke bis," ajak ibunya Ridho kepada Sabila dan bundanya itu.
"Ayo, Bu!" seru Sabila kemudian.
"Mari, Bu," balas bundanya yang lemah lembut itu.
Akhirnya, para jamaah haji kembali ke penginapan mereka setelah beberapa jam waktu mereka dihabiskan untuk berziarah ke Makam dan Bukit Uhud.
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro