Bab 3 - Ridla di Jabal Uhud
[Author P.O.V]
Sebelumnya, Sabila telah bertemu Ridho kembali di Masjid Nabawi. Sungguh menakjubkan pertemuan mereka kali ini. Nah, itu baru hari pertama mereka di tanah suci. Hari keduanya, mereka—para jamaah haji diarahkan oleh para pengurus agen travel tersebut untuk berwisata atau berziarah ke tempat-tempat yang telah direncanakan.
Pada hari kedua ini, mereka akan pergi ke Jabal Uhud atau yang biasa disebut sebagai bukit Uhud. Di sana, mesti tersimpan suatu rahasia di sana, yang sayangnya hanya sedikit orang yang bisa mengetahuinya.
Di dalam bis, ternyata keluarganya Sabila dan keluarganya Ridho berada di dalam satu bis yang sama, bahkan Ridho itupun duduk sendirian di depan Sabila dan adiknya, Tama, serta kedua orang tua Sabila dan Ridho berada di tempat duduk seberang dengan tempat mereka duduk.
Awalnya Ridho tidak menyadari jika Sabila duduk di belakangnya, tetapi setelah beberapa saat bis tersebut jalan dimana semua jamaah yang hadir di bis tersebut melantunkan doa naik kendaraan serta shalawat nabi dan dzikir secara bergantian, akhirnya Ridho menyadari keberadaan Sabila dan seorang laki-laki di sebelahnya itu, yang duduk di belakangnya yang sendirian itu, masih sambil melantunkan shalawat mengikuti jamaah-jamaah yang lainnya.
"Eh, ternyata Anti lagi yang ada di sini," ujar Ridho ketika melihat Sabila yang juga asyik melantunkan shalawat Nabi tersebut.
"Kok engkau lagi engkau lagi engkau lagi?" Sabila mengulangi perkataan 'engkau lagi' sebanyak tiga kali.
"Kita 'kan berada di rombongan umrah yang sama, jadi wajar saja kita bisa sering ketemuan gitu," jawab Ridho itu lagi.
Dilihatnya Ridho tersebut dengan saksama. Tetapi sayangnya dia tidak bisa melihat dengan jelas karena Ridho masih dalam keadaan duduk. Belum dapat diketahui oleh Sabila, apakah hari ini lelaki itu memakai baju gamis atau hanya sekedar baju biasa?
"Sabila. Bagaimana kalau kau memperkenalkan laki-laki di sampingmu itu? Apakah dia muhrim-mu?" tanya Ridho kemudian setelah lelaki itu menyadari keberadaan adiknya Sabila itu yang akhirnya dia sedang tertidur pulas di dalam perjalanan.
"Sst!" seru Sabila sambil mendekatkan telunjuknya ke mulutnya, mengisyaratkan Ridho untuk diam, agar tidak mengganggu tidurnya Tama. Kemudian dia melanjutkan perkataannya, "Nanti dia bangun. Dia itu adikku, alias muhrim-ku kok. Namanya Tama."
"Oh adikmu, gemes banget ya ketika aku melihatnya. Dia masih kecil saja sudah ikutan umrah ini," kata Ridho seakan-akan dia ingin 'memuji' adiknya Sabila satu-satunya.
"Tidak ada pilihan lain lagi, Ridho. Dia itu masih kecil, baru saja lulus TK dan akan memasuki masa-masa SD sama seperti kita. Kalau misal dia itu kami sebagai keluarganya itu meninggalkannya sendirian di rumah, dia pasti ketakutan luar biasa lho. Dia itu kan penakut, hihihi," cerocos Sabila tersebut, sambil tertawa geli pada akhirnya.
"Oh begitu ya, wajar saja jika kecil-kecil itu masih penakut. Sebenarnya aku pengen punya adik, sama sepertimu," ujar Ridho lirih. Sedangkan Sabila itupun hanya diam saja ketika mendengar apa saja kata yang keluar dari Ridho. Suasana itupun semakin diam dan tidak ada satupun di antara keduanya yang mengucapkan satu kata pun. Akhirnya, Ridho kembali menolehkan kepalanya ke depan, menikmati perjalanan itu lagi.
***
Sesampainya di suatu tempat yang bersejarah. Akan diberitahukan nama tempat dan juga sejarahnya seperti apa.
Tempat itu bernama Jabal Uhud. Di situlah terjadi peristiwa yang cukup memakan banyak korban, yaitu pada masa dimana Rasulullah SAW masih hidup. Letaknya kurang lebih 5 kilometer dari pusat kota Madinah, berada di di pinggir jalan lama Madinah – Mekkah. Di lembah bukit ini pernah terjadi perang dahsyat antara kaum Muslimin sebanyak tujuh ratus orang melawan kaum Musyrikin Makkah sebanyak tiga ribu orang. Dalam pertempuran tersebut kaum muslimin yang gugur jumlahnya sampai tujuh puluh orang syuhada, satu di antarnya Hamzah bin Abdul Muthalib, pamannya Nabi Muhammad SAW.
Perang ini terjadi pada tahun ke-3 Hijriyah. Waktu kaum Musyrikin Makkah sampai di perbatasan Madinah, umat Islam memutuskan untuk menyongsong kedatangan musuh di luar kota Madinah. Maka dari itu Nabi Muhammad SAW menempatkan beberapa orang pemanah di atas Gunung Uhud, di bawah pimpinan Mushab bin Umair untuk mengadakan serangan-serangan pada kaum Musyrikin. Umat Islam memperoleh kemenangan yang gemilang, tetapi pada akhirnya mereka takluk karena kelalaian dari mereka sendiri. Hal itu terjadi karena ada beberapa di antara para pemanah yang lengah karena melihat barang-barang yang ditinggalkan oleh para musuh. Banyak sahabat yang gugur karena badan mereka penuh dengan anak panah.
***
Cukup cerita tentang tempat bersejarah itu. Kini semua jamaah haji telah turun dari bis masing-masing dan melihat bukit Uhud itu masih menjulang tinggi di hadapan mereka. Sabila yang penasaran akan hal itu langsung berlari kencang menuju bukit tersebut, tetapi akhirnya Ridho dapat menghentikan langkah si gadis kecil itu dengan memegang pundaknya Sabila.
"Sabila, kau lupa ada siapa-siapa saja di sini?" Ridho langsung berkata to the point untuk mencegah gadis itu berpisah dari rombongan-rombongan para jamaah haji itu. Sabila yang kemudian melihat ke sekitarnya itupun hanya menggelengkan kepalanya, seraya menjawab, "Tidak. Ada banyak jamaah di sini, Ridho."
"Maka dari itu kau harus bersabar, kalau kau menghilang nanti, pasti banyak yang repot jika orang tuamu itu pergi mencarimu kemana-mana. Aku yakin, pasti kita bisa lebih dekat ke bukit itu, tetapi tidak dengan caramu yang suka sendirian kemana-mana itu. Paham 'kan, Anti?"
"Aku paham, kok," jawab Sabila singkat. Akhirnya dia menunggu waktu mereka untuk mendekati bukit Uhud yang bersejarah itu.
"Lebih baik kita dengarkan bapak itu, mau ngomongin apa. Yuk!" ajak Ridho sambil menarik tangan Sabila yang sedari tadi membelakangi lelaki kecil itu menuju ke rombongan jamaah umrah yang sedang melingkari seorang ustadz yang ikut serta dalam perjalanan mereka dari Indonesia menuju ke tanah suci, demi mendapatkan informasi dari beliau.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" seru ustadz tersebut kepada semua jamaah yang hadir mengitarinya.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" balas para jamaah umrah itu secara serempak. Tidak ada yang tidak menjawab salam dari ustadz tersebut, dan ternyata para pengurus umrah dan haji itu juga ikut menjawab salamnya beliau.
"Jadi, apakah jamaah sekalian tahu, apa nama tempat yang sedang kita ziarahi ini?" pancing si ustadz kepada seluruh yang hadir.
"Memangnya apa namanya, Ustadz?" tanya salah seorang jamaah yang masih kecil, yang kira-kira sebaya atau lebih muda dari Sabila dan juga Ridho.
Ustadz itupun hanya mengembangkan senyum manisnya, kemudian menjawab, "Bukit itu bernama Jabal Uhud, di situlah terjadi peristiwa perang Uhud yang menewaskan tujuh puluh orang dari kaum Muslimin yang sudah menjadi syuhada. Sekarang mereka dikuburkan di Kuburan Uhud yang sekarang ini tempatnya berada di sekitar kita. Coba kalian perhatikan tempat itu!"
Si ustadz itupun kemudian menolehkan pandangannya seraya menunjuk tempat yang dikelilingi tembok itu. Para jamaah umrah itu juga mengikuti arah pandang si ustadz, dan ternyata mereka melihat hal yang sama. "Benar, itu kuburannya!" seru Sabila kemudian.
"Ya, kuburan Uhud. Dulunya, Rasulullah berencana untuk mempersatukan beberapa sahabat yang waktu itu gugur dalam perang Uhud tersebut dalam satu liang lahat. Tetapi sekarang zaman telah berbeda, dan seperti itulah kuburan tersebut. Dalam perang tersebut, kita pasti dapat mengambil hikmah dari peristiwa tersebut," jelas si ustadz itu lagi.
"Aku tahu," kata si Ridho secara singkat. Ya mau bagaimana lagi, laki-laki itu lebih kuat agamanya daripada si Sabila.'
"Memang apa yang kau tahu, Ridho?" tanya Sabila sambil mengernyitkan dahinya.
"Nah, tadi ada yang mengatakan 'aku tahu' ya? Bisa disebutkan, hikmah yang dapat diambil dari perang Uhud tersebut?" tanya si ustadz sambil menunjuk seorang lelaki yang tadi menyebutkan kata-kata tersebut.
"Benar, ustadz. Itu saya sendiri. Jadi, hikmah yang dapat diambil itu adalah jangan pernah mengabaikan pemimpin, karena pemimpin itu pasti berharap yang terbaik untuk umatnya, jadi jangan pernah egois pada diri sendiri dan melupakan seorang pemimpin yang telah berjuang demi kemenangan umatnya dan juga dirinya,"jelas si Ridho itu dengan penuh percaya diri. Semua jamaah yang mendengarnya itupun menjadi takjub sekaligus heran ketika mendengar hikmah yang baru saja disampaikan oleh seorang anak kecil itu.
"Betul apa yang dikatakan adik itu tadi. Kita jangan pernah membantah kata-kata seorang pemimpin jika itu benar dan bermanfaat bagi kita. Kita juga jangan pernah egois pada diri sendiri, yaitu memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan umatnya, apalagi di umat tersebut telah terdapat seorang pemimpin, seperti di zaman Nabi, pemimpin itu adalah Nabi Muhammad itu sendiri. Itulah hikmah yang dapat diambil dari kekalahan umat Islam atas kaum kafir Quraisy tersebut," jelas ustadz itu lagi, seraya ceramah dan menyetujui usul yang dikemukakan oleh Ridho.
Semua jamaah yang hadir itupun seraya bertepuk tangan kepada Ridho, tetapi si ustadz itupun melarang mereka untuk bertepuk tangan. "Jangan berikan tepuk tangan padanya, tetapi ucapkan 'Alhamdulillah'. Bukan orang Islam namanya jika ada tepuk tangan dalam kondisi seperti ini," pesan si ustadz itu lagi. Suasana itupun seketika diam mengitari si ustadz, pengurus agen travel, Sabila, Ridho, dan seluruh jamaah lainnya.
Kemudian si ustadz itu kembali berkata, "Siapa namamu, Nak?" tanyanya sambil menunjuk kembali ke arah Ridho.
"Nama saya Ridho, Tadz," ujar Ridho itu kemudian.
"Baiklah. Silakan bagi jamaah sekalian untuk berziarah ke makam-makam sahabat Nabi serta menyusuri bukit Uhud tersebut. Tetapi pada pukul 11 siang, kalian sudah harus kembali ke sini. Siap?" perintah salah seorang pengurus haji dan umrah tersebut kepada semua haji yang hadir.
"Siap, Pak!" seru Sabila yang kini berlari menuju bukit Uhud, meninggalkan si Ridho yang kemudian mengejar gadis kecil itu, tanpa memperdulikan jamaah umrah lainnya.
"Eh tunggu, Sab! Ya ampun kau ini!" seru si Ridho yang mengejar Sabila sampai ke arah bukit. Sedangkan kedua orang tuanya Sabila hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dan Tami juga ikutan mengejar Sabila dan seorang lelaki kecil yang sebenarnya Tami belum mengenalnya sama sekali.
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro