Bab 11 - Sabila si Pelepas Penat?
[Author P.O.V]
Sebelumnya, pada saat para jamaah sedang beribadah umrah di Masjidil Haram, terutama pada saat mereka melakukan sa'i dari bukit Shafa ke Marwah dan sebaliknya, ketika Ridho sudah selesai melaksanakannya, dia bertemu dengan sosok yang mirip Sabila—maksudnya gadis kecil itu benar-benar Sabila. Tetapi Ridho merasakan hal yang aneh karena dia merasa bahwa gadis itu bersikap cuek, dingin, dan melupakannya. Sungguh, dia sangat dingin. Setelah itulah, gadis itu menghilang tak tahu kemana. Ketika Ridho menceritakan semuanya di hadapan keluarganya dan juga si ustadz, beliau selalu memberi nasihat pada lelaki kecil itu. Namun pada akhirnya, Ridho langsung menyusul ke rumah sakit padahal dia sendiri tidak tahu di mana tempatnya Sabila dirawat sekarang. Maka dari itu, Tama harus menyusul Ridho kemanapun ia pergi.
***
Kini, Tama sedang menyusul Ridho agar tidak tersesat di Mekkah. Pada beberapa menit kemudian, lelaki kecil itu berhasil menemukan Ridho yang sedang melamun di seberang jalan yang menghadap ke arah toko-toko yang buka di sana, entah memikirkan apa.
"Bang Ridho!" seru Tama ketika berada di belakang Ridho. Seketika itu pula, Ridho menoleh ke arah Tama yang sedari tadi mencarinya kemana-mana itu. "Ta ... Tama? Kau ngapain di sini?" ujar Ridho dengan nada yang sedikit tertahan.
Tama itupun segera berlari dan memeluk Ridho di hadapannya. Ridho itupun tersenyum dan membalas pelukan yang hangat dari Tama tersebut, seraya berkata, "Mengapa engkau memelukku, Tama?"
"Karena aku tidak ingin terjadi apa-apa pada dirimu, Bang. Aku tidak mau Abang tersesat di jalan, karena Bang Ridho tidak tahu jalan menuju rumah sakit yang sekarang, 'kan?" kata Tama di sela isak tangisnya. Ya, setelah Tama memeluk Ridho, dia itupun menangis terisak. Ridho yang mendenganya itupun merasa iba seraya berkata, "Benar juga katamu itu, Tama. Aku sangat sedih sekarang ini, makanya aku bersikeras untuk bertemu kakakmu itu."
Tama itupun kembali menangis tersedu-sedu. Dia pasti berpikir bahwa dia dikalahkan oleh Ridho. Lelaki yang lebih tua lima tahun darinya itu lebih merindukan Sabila dibanding dirinya yang merupakan adik kandungnya Sabila itu. Kemudian, dia berkata pada Ridho, "Bang, Tama tahu di mana tempat kak Sabila dirawat. Mari ikut Tama, Bang."
Tetapi sebelum Ridho dan Tama beranjak pergi dari tempat mereka sekarang ini, ternyata ada sebuah tangan yang menahan bahu mereka berdua, seakan mencegah mereka untuk pergi. "Tunggu, Dik."
'Ada apa ini?' batin Ridho dan Tama di dalam hati. Mereka itupun kemudian menoleh ke arah orang yang mencegahnya itu, ternyata itu adalah .... "Ustadz?"
Ustadz itupun menjawab, "Iya, ini saya."
***
Mereka itupun kembali ke penginapan, tidak jadi berangkat ke rumah sakit untuk menjenguk Sabila. Mereka yang dimaksud di sini adalah Ridho dan Tama yang dianjurkan oleh si ustadz untuk mengurungkan niat mereka terlebih dahulu karena pada hari ini mereka akan berziarah lagi di Mekkah. Kali ini ....
"Assalamu'alaikum!" seru si ustadz itu kemudian.
"Wa'alaikumussalam ya ustadz!" balas para jamaah itu serempak.
Ceritanya, mereka itu berkumpul di lobi hotel. Mereka akan mendengarkan pengarahan dari para pengurus tur haji dan umrah dan juga dari para pemuka agama Islam tersebut.
"Jadi begini. Hari ini kita akan berwisata ke tempat peternakan onta dan museum sejarah di Mekkah. Tempatnya itu kira-kira sekitar beberapa ratus meter dari Masjidil Haram. Siapkan perlengkapan kalian, dan kita akan berangkat dalam waktu setengah jam ke depan," titah si ustadz tersebut. Setelah itu pula, para jamaah yang hadir langsung bubar ke kamar masing-masing untuk menyiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk ziarah kali ini.
Setelah beberapa menit berlalu, mereka siap berangkat ke tempat wisata yang ditentukan kali ini. Seperti biasa, mereka akan berangkat memakai beberapa bis, tanpa Sabila. Benar, mereka berangkat tanpa Sabila.
***
Pertama, tujuan tempat wisata para jamaah umrah pada kali ini adalah tempat peternakan unta yang cukup jauh dari keramaian kota Mekkah di sekitar hotel tempat mereka menginap. Tempat tersebut terdapat di pinggir jalan yang dimana di sekitarnya itu tidak ada bangunan lainnya yang berdiri di sana, alias pemandangan sekitarnya hanyalah sebatas gurun pasir belaka.
Setelah mereka sampai di sana, mereka segera turun dari bis-bis tersebut dan melihat secara langsung unta-unta yang ada di sana. Ada yang sedang diperah untuk dijadikan susu unta, ada yang diajak main oleh pemiliknya, dan ada juga yang hanya terdiam dan tidak berbuat apa-apa. Pokoknya beragam, sampai-sampai Ridho sendiri merasakan sesuatu yang unik dari tempat peternakan unta tersebut. Dia itupun kemudian tertawa lepas.
Melihat Ridho yang sedang tertawa lepas, Tama itupun bertanya kepada Ridho, "Ada apa, Bang? Kok ketawa ketika melihat unta-unta di sini?"
"Tidak ... tidak apa-apa kok, Tama." Ridho itupun kemudian kembali tertawa lepas dan menghentikannya setelah beberapa saat. Dia hanya merasakan sesuatu yang unik, entah mengapa dia sungguh tidak ingin bercerita panjang lebar.
Beberapa saat kemudian, salah seorang pengurus agen haji dan umrah tersebut berkata pada semua yang hadir di tempat itu, "Jangan lupa ya, selain kalian melihat-lihat unta-unta di sini, kalian dianjurkan untuk membeli susu unta di sini. Harganya tidak mahal dan dijamin sehat."
Ridho itupun kemudian merasa antusias untuk membeli satu buah—eh beberapa botol susu unta, saking dia sangat menyukai minuman yang bernama susu tersebut. Tetapi tiba-tiba, nafsunya untuk membeli botol susu unta itu diurungkan sejenak ketika lagi-lagi dia melihat sesosok gadis yang mirip—maksudnya benar-benar Sabila. Kemudian timbul rasa penasaran dari si Ridho untuk menghampiri Sabila yang sedari tadi memperhatikan satu unta saja.
Perlahan Ridho melangkah untuk menemui Sabila itu, setelah dia hampir sampai berada di dekatnya, dia itupun memanggil, "Hai, Sabila." Tetapi sayangnya, responnya masih sama dengan pada saat dia bertemu dengan Ridho di bukit Marwah itu, yaitu dingin alias cuek. Dia merasa tak acuh pada Ridho. "Sabila, tolong jawab panggilan aku ...," ujar Ridho tertahan.
Akhirnya Sabila itupun menjawab, "Siapa kau?" Singkat saja, tapi cukup menyakitkan hatinya Ridho, kemudian dia itupun melanjutkan kembali kata-katanya, yang langsung menjurus ke perpisahan sesaat setelah pertemuan itu. "Maaf, aku harus pergi. Kau juga harus pergi, jangan memikirkan aku, tidak ada gunanya. Oke, sampai jumpa," lanjut gadis itu, kemudian dia menghilangkan dirinya di hadapan Ridho.
Setelah Sabila memutuskan untuk menghilang, barulah Ridho berseru, "Sabila, tunggu! Sabila!!! Sabilaaaa!!!" Tidak memperdulikan suaranya itu keras atau tidak, dia tetap memanggil Sabila, berharap agar dia kembali padanya. Untung saja dia tidak dianggap gila oleh kebanyakan orang, karena Sabila yang sekarang ini hanya bisa dilihat oleh Ridho, tidak bisa dilihat oleh yang lainnya. Entah apa karena Ridho yang terlalu spesial atau apa, tapi yang jelas hanya dia yang mendapat kesempatan emas itu.
Beberapa menit kemudian, para jamaah membeli beberapa botol susu unta masing-masing. Setelah itu, mereka langsung kembali ke bis dan berangkat ke suatu museum bersejarah di Mekkah, dimana isinya adalah sejarah-sejarah yang pernah terukir di kota suci tersebut. Oke, Ridho berusaha untuk melupakan Sabila sejenak, karena dia tidak mau dianggap gila oleh banyak orang di sekitarnya.
"Bang Ridho!" Seruan Tama itu berhasil menyadarkan Ridho dari lamunan yang muncul setelah dia kehilangan Sabila yang tembus pandang. Ridho itupun membalas dengan malasnya, "Apa?"
"Ayo naik bis, Bang. Kita harus melanjutkan perjalanan wisata kita," ajak Tama itu kemudian. Akhirnya, Tama, Ridho, dan para jamaah umrah lainnya melanjutkan perjalanan mereka memakai beberapa bis yang sudah disewa itu menuju ke suatu tempat yang berisi beberapa koleksi atau bukti bersejarah, yaitu museum.
***
Beberapa menit kemudian, sampailah mereka di suatu museum yang terletak tidak terlalu jauh dari peternakan unta tersebut. Semua jamaah umrah yang hadir itu langsung turun dari bis masing-masing dan berpencar untuk berkeliling museum yang bersejarah itu.
Keluarganya Tama dan keluarganya Ridho itu terpisah ketika sampai di dalam museum, tetapi Ridho dan Tama tidak demikian. "Eh Bang, ayo kita keliling museum ini bersama!" seru Tama seraya mengajak Ridho untuk melakukan hal demikian.
"Oke," ujar Ridho singkat. Akhirnya, mereka berdua itupun berpisah dari keluarga mereka masing-masing dan bersama-sama mereka susuri museum itu secara keseluruhan, sampai mereka puas dan juga waktunya selesai nanti.
***
*skip*
Langsung saja pada saat mereka sudah selesai berkeliling museum itu, mereka langsung pulang ke hotel tempat mereka mengina setelah kembali menaiki bis masing-masing. Tidak ada yang spesial tadi karena Ridho tidak berhasil menemui Sabila. Akhirnya, Ridho pulang dengan perasaan kecewa, beda dengan jamaah lainnya yang merasa puas karena sudah melepas rasa penat mereka ke museum dan peternakan unta tadi.
Tetapi ketika Ridho hampir ingin memasuki hotel tempatnya menginap, tiba-tiba dia dikejutkan dengan tepukan bahu dari orang asing. "Hei," sapanya singkat. Seketika itulah matanya Ridho langsung terbelalak. Dia tidak tahu siapa yang sedang memanggilnya, karena tangannya dan juga suaranya terasa asing baginya. Segalanya asing. Siapa dia itu? Apa yang dia inginkan dari Ridho?
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
uHT9:N\r
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro