Chapter 5
Kaki kanan Yamato mundur ke belakang, bola baseball itu mengagetkannya. Sepasang manik coklatnya tertuju pada Taka, manik coklat penuh cahaya milik Yamato dibalas dengan tatapan mata setajam elang. Yamato mengangkat tangan kanannya, dan menyapa Taka dengan senyuman khasnya, lalu Taka pun menghampiri Yamato.
"Apa? Kamu kesini bukan hanya untuk menontonku latihan, 'kan?" tanyanya, nada bicaranya sangat serius.
"Ya begitulah, Taka memang hebat, ketinggian bola itu aku sama sekali tidak bisa menggapainya."
"Tidak usah memujiku."
Padahal kata Karin hal ini akan berhasil, batin Yamato. Yamato berdeham, "Aku ingin mengajakmu makan malam di rumahku, disini kamu tinggal sendirian 'kan?"
Mulutnya terbuka, kedua pupilnya mengecil, kelihatan atlit baseball cantik ini terheran-heran dengan tingkah Yamato, tiba-tiba saja diajak untuk makan malam? Sebenarnya Taka sudah tidak asing dengan ajakan Yamato ini namun ajakan Yamato ini berakhir setelah naik ke SMP kelas 2. Taka tetap terkejut diajak makan di rumah Yamato, dan dadakan. Dadakan itu yang aslinya bikin Taka kaget.
"Kamu merencanakan apa kali ini?" tanya Taka curiga, dia harus waspada, anak SMA pecinta susu ini senang sekali memberi kejutan dengan tingkahnya jadi Taka selalu waspada, males liat tingkah kekanak-kanakkan Yamato. Cukup dengan adegan sirkus di tangga yang sampai menyebabkan luka di dahinya yang tertutupi poni.
Saat itu Taka hampir spot jantung melihat Yamato terbaring di lantai dengan darah mengalir di dahi.
"Eh? Kenapa kamu selalu curiga begitu sih padaku? Sudah lama juga kita tidak makan bersama."
Taka memalingkan wajahnya. "Bu-bukannya aku menolak, tetapi aku malu dengan kedua orang tuamu." Dan aku juga tidak siap dengan bahasa MUSIK ayahmu, Yamato! Dari awal bertemu dengan ayahmu aku selalu dibuat tidak bisa membalas perkataannya sekali pun, tambahnya dalam hati. Bukan hanya Yamato yang menghindari percakapan dengan ayahnya, Taka yang notabene cerdas menolak berbincang dengan ayah ajaib Yamato.
"Kenapa harus malu? Mereka di rumah memakai baju kok," balas Yamato bercanda.
Taka memasang ekspresi bete, candaan yang tidak lucu. "Maksudku, aku sekarang sudah SMA masa ikut makan di rumah orang."
"Tidak usah malu begitu Taka, ibuku sudah menganggapmu sebagai anaknya sendiri kok, kedatanganmu selalu disambut dengan senang hati." Kedua tangan Yamato mencengkram pagar kawat pembatas. "Tidak usah cemas Taka."
"Terserahmu," balas Taka sembari membalikkan badan.
"Aku akan menunggumu di dekat gerbang sekolah!"
"Ya, aku akan ganti baju."
🗡️🦅
Sesuai perkataannya Yamato menunggu Taka di dekat gerbang masuk sekolah, Yamato tidak menunggu begitu lama, karena sesaat dia baru saja sampai di gerbang masuk Taka sudah berada di belakangnya, jadi saat Yamato berbalik sosok seorang Taka sudah berada dekat dengannya.
"Cepat juga ganti bajunya."
"Tidak juga," sahut Taka malas, Yamato tidak tahu saja saat Taka berganti baju tadi harus berurusan dengan seragam baseballnya yang susah untuk dilepas dan hampir membuat Taka emosi ingin melemparkan bajunya itu ke lantai. Sepertinya sudah waktunya dia membuat baju seragam yang baru.
Keduanya masih berdiri di depan gerbang masuk, seperti menunggu sesuatu, tepat setelah Yamato mengulurkan tangannya dan mengajak Taka pulang, keduanya berani melangkahkan kaki bersamaan keluar dari sekolah. Sore ini adalah sore yang paling ajaib, mereka berdua bergandengan tangan.
Baru beberapa detik mereka bergandengan tangan, tingkah keduanya terlihat sangat lucu, saling memalingkan pandangan dengan wajah merah padam, mereka seperti orang yang dipaksa untuk bergandengan tangan.
Kenapa begini? ... padahal ini kesempatan yang bagus.
Kenapa kita seperti dipaksa berpegangan tangan sih?
Suasana awkward menyelimuti keduanya sampai-sampai orang-orang disekitar melihat mereka berdua dan ada beberapa ibu-ibu yang melihat mereka berucap, "Anak ABG, masih malu-malu, lucu banget"; "Kenapa mereka berdua kaya yang malu pegangan tangan?"; dan "Mereka sedang dihukum ya?" dan lain sebagainya. Ucapan-ucapan itu menambah canggung suasana antara keduanya.
Jantungku berdetak dengan kencang, tidak lucu! Kenapa aku tidak bisa mengatakan apapun padanya!
Mereka melihat kita, sangat memalukan, Yamato juga tidak ngomong lagi.
Keduanya benar-benar tidak ada yang mengajak bicara, mereka jalan tanpa saling lihat dan tanpa sadar keduanya sudah sampai di depan rumah Keluarga Akaba. Taka mendahului Yamato sadar dengan tempat mereka berpijak sekarang, tangannya yang masih mengait dengan jari-jari Yamato digerakkan berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman Yamato, sayangnya genggaman itu tidak bisa dilepas dengan mudah.
"Yamato, kita sudah sampai dirumahmu, mau sampai kapan kamu melamun," kata Taka kesal.
"Eh? Ah!" Segera Yamato melepaskan gandengannya dan membuka pintu rumahnya.
"Aku pulang, ayah, ibu, Lula! Kita kedatangan tamu malam ini~," kata Yamato seraya memasuki rumah, lalu berjalan menuju ruang utama.
"Yamato siapa tamu yang kamu maksud?" sahut ibunya yang sedang menyiapkan makan malam di dapur.
"Kalian kenal kok sama tamunya, ayo tebak siapa?"
"Fuh ... teman sekelasmu Yamato?"
"Benar," jawab Yamato.
Dap, dap, dap, dari arah belakang Yamato mendangar suara langkah kaki cepat menuruni tangga lalu berlari menuju genkan.
"KAK TAKA! KAK TAKA MAIN KE RUMAH!"
"Taka? Beneran Taka main ke rumah?" tanya ibunya tidak percaya.
"Iya bu, hehehe." Yamato menggaruk kepala bagian belakangnya sembari melirik ke arah lain. "Yamato sih yang ngajak dia kesini untuk makan malem bareng, soalnya ibu suka membuat banyak makanan."
"Kalian semua banyak sekali makannya jadi mau tidak mau ibu harus memasak banyak makanan dong, apalagi kamu, nasi yang dibikin bisa sampai besok pagi habis tanpa sisa," timpal ibunya.
"Fuh ... bukankah kamu yang ingin Taka datang lagi ke rumah?"
Kedua pipi Yamato memerah. "Ti--tidak! Ayah jangan sok tahu."
"Fuh .. iramamu berantakan Yamato, kalau itu bukan alasannya melodi yang kamu hasilkan itu tidak akan fals."
Yamato hendak membalas perkataan ayahnya tetapi mulutnya kaku, suaranya tertahan di tenggorokan, dia tidak bisa membalas dan berakhir menutup mulut rapat, menundukkan wajah, menutupi betapa merah wajahnya karena niatnya dibuka terang-terangan oleh ayahnya sendiri.
"Fuh ... saat ini iramamu sedang kacau karena Taka, sebenarnya melodi kalian berdua itu saling melengkapi tetapi--"
Ibu Yamato memotong ucapan tanpa segan-segan, tatapan tajam melayang pada ayah berambut merah yang tengah berkutat dengan gitar biru miliknya. "Sudah cukup, tidak usah membuat kepalaku mumet, dan berhenti memanasi Yamato."
"Aku hanya mengata--"
"Hayato."
Ayah pun diam dan kembali berkutat dengan gitarnya. Yamato membalikkan badannya, berjalan gontai keluar dari ruangan menuju lantai dua. Taka melihat Yamato saat tangannya tengah ditarik paksa oleh Lula untuk segera masuk.
"Yamato, kamu kenapa?"
Yamato menengok ke belakang , lalu memberikan senyum pada Taka. "Ingin berganti baju, tunggu sebentar ya."
Taka mengangguk pelan.
"AYO KAK TAKA!"
"Iya-iya, aku melepaskan sepatuku dulu."
Taka pun ditarik masuk ke ruang keluarga, memasuki ruang itu Taka bisa menghirup wangi yang sangat menggoda, bau rempah-rempah dan ayam bakar yang sangat menggugah selera, rasanya dia akan meneteskan air liur. Lula menuntun Taka ke meja makan, rumah Yamato tidak berubah dari dulu. ruang menonton TV bergabung dengan ruang makan beserta dapur.
"Ayo duduk kak!" seru Lula ceria sambil menarik satu kursi ke belakang untuk Taka duduk.
"Terima kasih Lula, kamu sudah besar ya ... dan tinggi juga." Taka pun duduk, diikuti dengan Lula yang duduk di sebelah kiri Taka.
"Tentu saja aku tinggi! Gen mama sangat kuat, menghasilkan anak-anak yang tinggi," dengus Lula, kedua tangannya ditaruh di pinggang, lalu membusungkan dadanya ke depan, ekspresi wajah penuh dengan kebanggaan. "Di kelas aku paling tinggi, haha."
Taka melirik ayah Yamato, kayaknya dia sedang menyindir ayahnya sendiri, lalu Taka kembali melihat Lula, untuk ukuran anak perempuan umur 8 tahun, 138cm itu sangat tinggi. Terakhir kali bertemu dengan Lula masih berumur 1 tahun.
Datanglah ibu dengan lima gelas air putih, ibu mempersilakan Taka untuk minum sembari basa-basi dengan "Silakan diminum, terima kasih ya sudah mau berteman dengan Yamato sampai sekarang, maaf juga kalau anak itu bertingkah aneh dan membuatmu malu". Kemudian ibu kembali ke dapur untuk menyediakan makan.
Kalimat terakhir mengingatkan Taka dengan kode morse pemberian Yamato 10 tahun lalu, kode morse yang mengatakan, "Maukah kamu menikah denganku?" dan saat itu dia dengan mudahnya menjawab, "Tidak, aku tidak mau karena kamu berisik".
Taka mencoba mengingat-ingat kembali, kenapa dia bisa menjawabnya dengan mudah? Sekarang jika Yamato menyatakan perasaan padanya, dia pasti akan menerimanya, tetapi sampai saat ini Yamato sangat fokus untuk menjadi atlit olahraga american football, disatu sisi Taka bimbang akan perasaan Yamato kepadanya, mungkin Yamato sudah tidak suka dengannya dan Yamato lebihs sering bersama Karin, mereka satu klub olahraga. Tidak ada yang tidak mungkin.
Bisa saja Yamato sudah menyukai Karin bukan dirinya lagi. Lagipula perasaan cinta itu mudah berubah-ubah dan dia dulu sudah menolak Yamato.
"Kak!"
Raut wajah Taka berubah, wajahnya nampak sedih bercampur cemas.
"Kak!" Lula menarik-narik lengan seragam Taka cukup kuat, sampai bisa mengembalikkan Taka pada realita.
"A--ah iya, maaf, aku melamun."
Lula menatap Taka curiga, matanya menyipit, mencoba untuk menebak-nebak apa yang sedang Taka pikirkan tadi.
"Kakak takut ya Kak Yamato suka dengan perempuan lain?"
Taka membeku, pertanyaan Lula bagaikan panah yang melesat langsung menuju dadanya, apakah sekarang Lula mempunyai kekuatan untuk membaca pikiran?
Tiba-tiba saja suara petikan gitar bergema di ruangan.
"Fuh ... tenang saja Taka, melodi Yamato masih sama seperti dulu."
"Melodi?"
"YA! Kak Taka tenang saja, irama Kak Yamato emang sedang aneh akhir-akhir ini, kadang juga fals, tetapi kalau melodi Kak Yamato itu tetap sama, tandanya Kak Yamato masih meyimpan perasaan pada Kak Taka."
Taka berkedip, ternyata Lula mewarisi bahasa musik ayahnya. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud mereka. Taka haya bisa meresapi kalimat terakhir dari ucapan Lula, apakah dia harus merasa lega atau sebaliknya?
"Kalian sedang membicarakanku ya?"
Yamato sudah kembali ke ruang keluarga.
"Tidak kok Yamato, lagipula kalau mereka membicarakanmu, Taka tidak akan mengerti," sahut ibunya dari dapur. "Makan malam hari ini sukiyaki."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro