Chapter 2
New Character:
karakter ini bener2 pure OC bakal kaya karakter lainnya alias ngambil visual dari anak-anak ES 21
Dia memang dibuat sebagai anaknya AkaKei
Oh iya, latar tempat ini dua negara dicampur alias Jepang tapi ada bumbu Indonesianya, jadi jangan aneh ada nama yang diplesetin hehe
.
.
.
Lonceng kembali berbunyi sebagai penanda pulang sekolah, murid-murid yang otaknya sudah berasap akibat dipaksa untuk menerima banyak pelajaran dari pagi sampai sore hari. Murid-sebagian murid berhamburan keluar kelas, sebagian lagi masih berada di kelas untuk bersih-bersih dan Taka menjadi salah satu murid yang piket hari ini, selagi menunggu Taka selesai piket, Yamato dan Karin berbincang, membicarakan latihan Karin di klub american football sampai Yamato senang menjahili Karin tentang blog pribadi milik Karin, yang berisi gambaran buatan Karin dan juga sedikit cerita narasi berbentuk drabble sebagai teman file gambar yang diupload-nya.
"Sudahlah Yamato, itu memalukan, jangan diungkit-ungkit lagi," kata Karin sembari menundukkan kepala, kedua pipinya merah merona menahan malu.
"Tapi gambar Karin sangat bagus, apalagi yang gambar Taka memakai baju seragam american football, kelihatannya banyak sekali penggemarmu yang senang membaca ceritamu itu."
Sesaat Karin sadar akan sesuatu, ketika Yamato memuji gambarannya, Yamato lupa jika dia pernah commission pada Karin untuk menggambar Taka dengan seragam Tim Skyland Ajax nomor 20. Karin merasa aneh, kenapa Yamato bisa melupakan hal itu? Karin tahu dari awal bertemu dengan Yamato di akademi ini, memori Yamato itu kuat, memori lima tahun lalu atau janji yang telah dibuatnya lama sekali akan diingatnya dengan baik.
"Itu bukan apa-apa, mereka mungkin suka karena karakter yang aku gambar itu mirip dengan kalian berdua."
"Berdua?"
Dalam sekejap Karin menutup mulutnya mengunakan tangan kirinya, Karin kembali panik, hampir saja keceplosan kalau selama ini isi blog pribadinya itu curhatan hati mengenai Taka dan Yamato yang makin hari makin membuatnya gemas dan ingin cepat-cepat menyuruh Yamato menembak Taka dengan impuls kecepatan dewa bak pemain jenius di dalam sebuah komik olahraga yang Karin baca akhir-akhir ini. Terkadang Karin sangat bersyukur Yamato begitu polos dan tidak memikirkan darimana datangnya ide tersebut sampai terealisasikan menjadi sebuah komik strip maupun cerita drabble.
Karin menatap wajah Yamato dengan seksama, entah bodoh atau polos, aura seorang Yamato memang beda dari siapa pun.
"Karin, aku mau nanya sesuatu padamu?"
Karin mengangkat kedua alisnya bingung, tumben kaisar di hadapannya ini meminta sesuatu pada gadis biasa seperti dia, meskipun begitu Karin bisa merasakan firasat buruk terhadap Yamato.
"Apakah Taka membenciku?"
Mulut Karin terbuka sedikit, genggaman tangannya pada tas hampir terlepas saking terkejutnya dia dengan pertanyaan Yamato. Pikiran Karin seolah memutih, satu pertanyaan yang sudah pasti jawabannya "Ya" dan Yamato menanyakan hal yang pasti itu?
"Kok tanya seperti itu? Taka ... Taka tidak mungkin membencimu ...," jawab Karin sedikit gugup,
Yamato tersenyum, tetapi bukan senyum yang biasanya dia tujukan, senyuman itu seperti menutupi kesedihan atau kebimbangan dalam dirinya. "Habisnya Taka kelihatan malas kalau aku ajak ke suatu tempat."
Suatu tempat? Taka kelihatan seperti itu di matamu, wahai kaisar akademi Skyland? DIA ITU SENANG! dalam hatinya Karin mengomentari pernyataan Yamato, bukannya Karin tidak peka dengan makna senyum Yamato tadi--TAPI! Tapi, Taka benar-benar kelihatan senang saat diajak pergi ke kafe bersamamu, meskipun Karin tidak bisa mengelak akan fakta dia selalu terseret dalam acara jalan-jalan mereka. Ingin menolak tidak bisa, Karin malas berdebat dengan Yamato.
"Itu ... itu ... mungkin karena ekspresi default Taka yang datar, jarang tersenyum dan ... dan ... pokoknya begitu, sebenarnya Taka senang kok hahaha ...," jelas Karin, nada bicaranya tadi terdengar tidak seperti biasanya, apa kalau masalah Taka kepercayaan diri dan keteguhan dalam dirinya itu luntur?
"Begitu ya, syukurlah kalau begitu, aku selalu percaya dengan perkataanmu Karin, jika menurutmu begitu berarti itu benar." Yamato berucap sembari menepuk pundak Karin, nada bicaranya sudah kembali seperti semula.
Aaaaa ... lagi-lagi dia memberatkan pundakku ini dengan ucapannya itu, batin Karin, tubuh Karin gemetar seperti sudah ditimpa batu berat di punggunnya. "Tidak usah seperti itu Yamato." janganlah pernyataan absolutmu menambah beban hidupku, lanjutnya dalam hati.
Tiba-tiba sinar terang benderang muncul dari Yamato. "Benar apa kata Karin, Taka tidak mungkin membenciku karena sudah tak sengaja membuat Taka jatuh saat memukul punggungnya minggu lalu."
"Eh?" Karin sweatdrop, ternyata dia bertanya tadi untuk memvalidasi akan kebodohannya dalam menahan kekuatan dan tak sengaja menjatuhkan Taka, Karin tidak ingin berkomentar lebih jauh, biarkan saja Yamato seperti itu beberapa saat. Karin bisa memberikan sebuah fakta bahwa dia juga pernah jatuh tersungkur karena Yamato kelepasan saat hendak menyapanya dengan tepukan di punggung.
"Kalian sedang ngapain di depan pintu seperti ini?"
Karin salah tingkah, matanya bergerak melihat Yamato dan Taka secara bergantian. "Kami ... kami hanya menunggumu sampai selesai piket ...." Karin menggigit bibir bagian bawahnya, Yamato masih dengan kegiatan anehnya dan sekarang Taka sudah berdiri di sampingnya.
"Padahal kalian bisa menungguku di gerbang sekolah."
"Itu ... itu ... Yamato yang ingin nunggu disini, jadi aku ikutan saja."
"Yamato."
"Ada apa Taka?"
"Ayo."
"Ya."
"Karin juga, nanti kami tinggal."
Bukankah lebih baik begitu? pikir Karin dalam benaknya, lebih baik dia menyia-nyiakan waktu menunggu ini daripada menemani dua sahabatnya ini ke kafe dekat Akademi Skyland. Kafe yang mereka tuju ini bergaya vintage bercampur lukisan di dinding sebagai tempat untuk berfoto kawula muda yang senang memajang foto di sosial media, namanya Smartbucks. Kafe ini selalu menjadi tempat nongkrong dan kerja kelompok murid Akademi Skyland, itulah mengapa kafe ini sering penuh, makin penuh lagi setelah mereka mengetahui kaisar akademi mendatangi tempat itu.
Saat Yamato menginjakkan kaki masuk ke dalam kafe, Taka, Yamato dan Karin langsung menjadi sorotan, mau berapa kali pun Karin mengalami kejadian seperti ini dia tetap tidak bisa terbiasa, masalahnya dia juga sudah ikut dicap sebagai Komikus Skyland yang berbakat, berkat Taka dan Yamato bakat terpendam Karin yang sudah disembunyikan sekuat tenaga meledak dan sampai terdengar ke telinga orang-orang di akademi.
"Yamato seperti biasa kelihatan sangat berkarisma, meskipun masih anak kelas satu auranya terlihat sangat berbeda ya."
"Dia terlihat seperti seorang senior, senior di sekolah kita saja tidak sampai mengeluarkan aura sedashyat ini."
"Itu Taka 'kan? Fielder nomor 1 di kota, tidak ada bola yang tidak bisa dia tangkap, dia perempuan tetapi benar-benar hebat, apalagi olahraga baseball seperti itu yang didominasi laki-laki."
"Perempuan yang selalu bersama mereka itu Hanazawa Karin si komikus yang berhasil mendapatkan juara satu dalam lomba buat poster sekaligus quarterback perempuan pertama di tim american football 'kan?"
Percakapan samar yang ditangkap telinga Karin membuatnya tambah enggan dan gugup untuk berada di kafe ini, berbeda dengan Taka dan Yamato, mereka berdua sudah biasa mendapat tatapan kagum, dihormati oleh orang-orang dan sebenarnya di Akademi Skyland tidak menganut senioritas alias mereka bisa tidak memanggil murid yang kelasnya lebih tinggi dengan embel-embel "Senior", dan "Kak".
"Taka duluanlah ke lantai dua untuk mencari tempat duduk, aku dan Karin akan memesan minuman, kamu mau apa?"
EH?! jerit Karin dalam hati, lagi-lagi Karin jadi tumbal untuk memesan minuman bersama Yamato, sementara Taka didahulukan untuk ke lantai 2 untuk mencari tempat duduk, padahal Karin ingin sekali menjadi orang yang disuruh mencari tempat duduk untuk mereka berdua dan dirinya sendiri akan memilih kursi pojok untuk melaksanakan misi rahasia.
"Aku? Green Tea Latte saja."
"Oke." Yamato menggenggam tangan Karin dan menyeret gadis bermata sayu ini ke konter pemesanan. "Ayo Karin."
Disinilah Karin menatap papan menu di meja, otaknya tidak bisa berhenti berpikir, menyebabkan fokusnya terganggu, suara-suara dari sebelah kanannya juga tidak mau berhenti masuk telinganya, sekelompok perempuan membicarakan dirinya dan Yamato. Semangat Karin menurun tiba-tiba, dia tahu kok Yamato memang tidak pantas untuknya, Yamato juga menyukai Taka bukan dia, dia hanyalah konsultan cinta seorang Yamato saja. Nada bicara kelompok perempuan itu seperti iri, iri dengan Karin yang bisa berdiri di samping Yamato seperti sekarang.
"Karin."
"Karin."
"Karin."
Panggilan ketiga baru menyadarkan Karin dalam dunianya. Karin langsung meminta maaf pada Yamato karena sudah melamun.
"Tidak apa, tidak usah meminta maaf, Abang Konarto menunggumu untuk memesan, aku sudah memesankan yang Taka, aku juga sudah pesan menu favoritku."
"Aku ... aku pesan Café Au Lait." Sebentar, kedengarannya Yamato kenal dekat dengan manajer kafe ini? batin Karin, lalu dia melirik pada penjaga kasir, ada nametag bertuliskan manajer dan dibawahnya nama sang manajer. "Yamato kamu akrab dengan manajer kafe ini?"
"Tentu saja, aku sering kesini bersama Taka dari SMP."
"Begitu ya ...."
"Pesanannya itu saja, jadi berapa semuanya?"
"100 ribu."
"Kami tunggu di lantai 2 ya bang."
"Yo!"
Yamato dan Karin pun berjalan menuju tangga, di lantai 2 lebih sepi dari lantai dasar, Karin menghela nafas lega, tidak ada lagi kalimat-kalimat aneh yang bisa didengar. Yamato dan Karin tidak langsung menuju kursi yang sudah ditempati Taka.
"Karin, menurutmu apakah kalau aku menembak Taka cintaku akan diterima?"
"Itu ... pasti diterima kok, apa yang kamu khawatirkan?"
"Habisnya, dari dulu aku sudah berkali-kali menatakan perasaanku tetapi dia tidak pernah membalas perasaanku ini."
"Dari dulu?"
"Ya. Waktu SD aku pernah janji untuk menikah dengannya."
Karin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku ... aku tidak bisa berkomentar apa-apa soal itu."
"Kayaknya dia lupa dengan janji itu."
Karin sedikit penasaran, ditanyakanlah perihal hal itu oleh Karin. "Apakah saat Yamato membuat janji itu Taka membalas?"
"Dia hanya memiringkan kepalanya dan menatapku bingung."
TENTU SAJA DIA BINGUNG! Anak SD tiba-tiba saja berjanji seperti itu, Karin ingin berkomentar seperti itu tetapi komentar itu hanya diucapkan dalam hati. "Jadi ... Yamato ngajak Taka ke sini untuk menyatakan perasaan?"
"Ya."
Dalam hitungan detik sebuah ide mekar dalam pikiran Karin, dia ingin membuat komik lagi tentang dua sahabatnya ini.
"Kalian ngapain bicara di depan tangga? Ada orang tuh."
Karin pun berjalan kaku layaknya robot dan Yamato berjalan menuju tempat duduk tanpa hambatan. Tingkah Karin sampai duduk pun seperti robot. Setelah menunggu selama lima menit minuman pesanan mereka pun datang.
Segelas Green Te Latte, Café Au Lait, dan Susu full cream. Pesanan terakhir itu pesanan punya Yamato, minuman favorit Yamato.
Karin memandangi Yamato dan Taka secara bergantian sembari menyeruput Café Au Lait ditangannya. Gadis blonde dikepang ini merekam setiap gerak-gerik kedua sahabatnya.
"Taka."
Ayo tembak! Kamu pasti bisa Yamato, jerit Karin dalam hati.
"Katanya minggu depan akan ada pertandingan lawan SMU Akuma, benar?"
Perasaan kecewa muncul dalam diri Karin yang sudah memiliki semangat menggebu-gebu, Karin sudah semangat kalau Yamato akan nembak Taka.
"Ya, kamu akan menonton 'kan?" tanya Taka sembari melirik Yamato dengan tajam.
Karin bisa merasakan kalau pertanyaan Taka itu seperti harapan, harapan Yamato akan menontonnya bertanding. Katanya, katanya, Yamato tidak pernah sekali pun menonton pertandingan Taka karena jadwal latihan klubnya. Karin bisa melihat ekspresi penuh percaya diri dan juga senyum lima jari milik Yamato sebagai jawaban dari pertanyaan Taka.
"Ya."
Nada bicara penuh keyakinan 100%, tidak, 1000%, seakan benar-benar yakin bahwa dia tidak akan melewatkan hal itu meskipun banyak halangannya.
Dalam lubuk hati Karin, dia berharap Yamato untuk kali ini bisa menonton pertandingan Taka. Taka itu minim ekspresi dan nada bicaranya sering terdengar datar. Baru hari ini, hari ini Karin bisa merasakan perbedaan ekspresi dan suara Taka yang beda dari biasanya. Keheningan melanda ketiganya, masing-masing fokus dengan minumannya, wajah mereka seperti berkata, "Jangan ganggu, kami sedang berpikir".
Aku berharap untuk kali ini ... untuk kali ini saja, aku bisa datang menonton pertandingannya, doa Yamato dalam hati.
Tidak ada gunanya berharap orang bodoh seperti dia menonton pertandingan baseball selama dia adalah seorang maniak bertarung dan juga american football, Taka mewanti-wanti dirinya sendiri.
Selanjutnya ... mungkin aku akan buat komik tentang Yamato yang menonton pertandingan Taka, semoga saja dengan begini akan menjadi kenyataan, Karin memejamkan kedua matanya sembari sesekali mengangguk untuk verifikasi ide miliknya.
Ketiganya menghabiskan waktu di kafe dengan pikiran masing-masing sampai langit oranye berubah menjadi biru gelap dipenuhi bintang-bintang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro