Late-night Talk
Let's Runaway tonight.
---
Tidak butuh kata-kata yang menyatu membentuk ungkapan dengan dua arah, bermaksud untuk menghina yang diselipkan dengan sanjungan serta senyum lebar di wajah. Sejujurnya, gadis itu hanya memerlukan sebuah keheningan. Pelukan demi pelukan hangat menyambut Aera yang kini memegangi trofi sebagai bukti bahwa usahanya telah berhasil.
Dia kini dikenang. Terpaku dalam ingatan seluruh siswa-- setidaknya yang pada saat ini berada di sana bersamanya. Menyaksikan bagaimana nama Do Aera lolos dari mulut sang pembawa acara dan eksistensinya di atas panggung itu. Malam ini. Dalam gemerlap gaun hitam yang melingkari tubuh indahnya; yang lagi-lagi merupakan bayaran atas kerja kerasnya selama satu tahun belakangan.
Malam penuh lonjakan itu kini bergerak lebih lamban lantaran puluhan siswa mulai lelah dan acara sudah resmi berakhir, beberapa di antaranya sengaja mempersulit diri dengan memesan minuman beralkohol dan terpaksa menunggu taksi sementara segelintir sisanya memutuskan untuk menikmati malam terakhir sebagai pelajar sekolah menengah atas. Dan, Aera termasuk pada barisan terakhir.
Setelah ini apa? Pikirnya.
Dia tahu sudah terlambat untuk memutuskan sementara temannya yang lain sudah berlari mendekati garis akhir, dia bahkan baru mulai mengenakan sepatu.
"Belum pulang?" Suara itu dalam tetapi ringan, menghanyutkan. Seperti ombak yang tenang tetapi menyimpan kekuatan yang dahsyat, kepalanya terangkat. Aera tersenyum tipis saat melihat Kim Taehyung teman sekelasnya yang tengah bersandar di dinding bebatuan dengan sepuntung rokok di tangan.
"Seperti yang kaulihat," balasnya sambil mengendikkan bahu, menaikkan alis, Aera ikut berdiri di sisi Taehyung membuat lelaki itu dengan sigap mematikan rokoknya. "Jadi, mau menginap lagi?"
Aera hanya terkekeh, Taehyung senang membuat lelucon di saat yang paling tepat. Terutama ketika perasaannya mulai memburuk, ketika warna dunia tidak lagi seindah yang terlihat, ketika warna-warni itu berubah menjadi kelabu yang gelap.
"Menawarkan tumpangan?"
Taehyung menarik satu sudut bibir dan kedua pupilnya melebar, "jadi, kau mau kabur?" Pergerakan tubuh Aera yang berdiri lebih tegak serta pandangannya jatuh pada kedua kaki, tidak terlepas dari pengamatan Taehyung. Ia hafal dengan baik bagaimana reaksi gadis berambut hitam kecokelatan itu saat bersemangat dan antusias.
"Setelah ini kau harus mentraktirku daging yang banyak."
Aera hanya merotasikan mata dan menyembunyikan senyumnya, mengikuti Taehyung yang sudah berjalan lebih dahulu sambil memainkan kunci mobilnya di tangan.
-
Kendaraan beroda empat itu melaju dengan kecepatan konstan lalu berhenti di atas perbukitan. Tanpa menunggu respon yang Aera berikan, Taehyung sudah keluar lebih dahulu dan duduk di atas mobil.
Ketika matamu melihat pohon-pohon yang tumbuh rimbun tanpa masalah, hembusan angin sejuk yang menerbangkan helai demi helai rambut Aera terasa begitu lembut seperti sentuhan ringan yang menenangkan, dan ribuan bintang menghiasi langit rasa kagum serta penasaran membaur menjadi satu membentuk pertanyaan. Darimana dia tahu tempat seperti ini?
Selama ini, selama tiga tahun kau bersekolah di tempat yang sama, menghabiskan hampir separuh waktu menjadi temannya, Kim Taehyung tidak tampak seperti sosok yang mencintai atau menaruh perhatian lebih pada lingkungannya. Cenderung sembrono dan apatis, kalau kau mau menjelaskannya.
Taehyung hanya membalas tatapan penuh minat itu dengan menepuk bagian kosong di sisinya, sementara kedua mata tidak lepas dari langit di atas.
Di bawah langit bertabur bintang, bersama bulan yang bersinar, Taehyung tampak tampan dan begitu damai. Seolah, sosoknya selama ini diluar sana hanyalah sebuah sandiwara, sebuah kedok untuk berbaur dengan lingkungan dan bertahan hidup. Seperti dirinya sendiri.
Begitu tubuh Aera memenuhi ruang kosong di antara mereka, Taehyung menoleh, melemparkan senyum kecil dan kembali pada langit. Selanjutnya hanya ada ketenangan, diisi dengan deru napas yang stabil, suara hewan-hewan malam sebagai pengiring mereka, tanpa kebisingan kota, tanpa hiruk-pikuk orang yang sibuk berkomentar sekadar untuk menaikkan harga dirinya.
"Kau sudah memutuskan akan pergi ke mana?"
Pertanyaan pertama, kesunyian itu dipecahkan oleh suara lembut Aera.
"Entahlah," balas Taehyung. Keningnya mengerut selama beberapa saat, dia menarik napas dalam, mengisi pasokan oksigen dan menukarnya dengan karbondioksida bagi tanaman. "Mungkin, ini masih berupa probabilitas," kekehnya sambil menutupi keraguan dalam pikirannya. "Aku ingin bepergian, mengabadikan keindahan di semesta ini dan membagikannya pada dunia."
Mungkin. Selama ini dia salah, atau bahkan tidak. Pemikiran-pemikiran itu sempat terlintas, bahwa Taehyung juga mirip dengannya, teori itu didukung dengan bagaimana Taehyung bereaksi terhadap berita yang beredar tentang kebakaran hutan, membuat tatapan itu menggelap selama sepersekian sekon, atau bagaimana dia bersikap lembut pada anak kecil setiap kali Aera menjemput adiknya dari taman bermain.
Tetapi, gagasan itu seringkali terkubur di dalam ingatan tentang sikapnya yang apatis dan seenaknya saat di sekolah, merokok, membolos, dan kerap kali melanggar peraturan sekolah.
Meski begitu, sebuah senyum tetap terbit di wajah Aera. "Lakukanlah kalau itu keinginanmu Taehyung."
Terdengar tawa pelan, diikuti suara Taehyung yang semakin pelan, "entahlah, aku tak yakin apakah aku mampu. Aku tidak sepandai dirimu."
Aera menggeleng, menarik tangan Taehyung dalam genggamannya. Mencoba memberikan kekuatan. "Kau tahu, meski ini terdengar egois. Aku sempat memimpikan kehidupan sepertimu, kau bebas Taehyung. Kau bisa kabur saat diinginkan, berteriak lantang saat mereka hendak menindasmu, dan sesuatu yang sangat aku inginkan tetapi tidak pernah bisa, kau punya mimpi. Banyak mimpi."
Aera dapat merasakan tatapan penasaran dari Taehyung, sekalipun lelaki berambut hitam pekat itu tidak bertanya, rasa penasaran itu mengudara dan terbang di sekitarnya. Memaksa Aera untuk menjawab, sesuatu yang selama ini merupakan keahliannya.
Selama bersekolah kau selalu dituntut untuk menjawab, memberikan alasan, tetapi, mereka berbeda. Kata-kata yang terukir di atas kertas ujian atau tinta yang tertoreh di papan tulis berbeda dengan kehidupan. Tidak ada jawaban yang pasti. Tidak ada rumus untuk dimengerti. Dan tidak ada kata untuk dipersiapkan.
"Gunakan hatimu," kekeh Taehyung saat melihat tautan tangan mereka yang mengencang.
Aera melepaskan napas lelah untuk yang kesekian kalinya malam itu, "entahlah, aku merasa bertanggung jawab." Atau tidak.
"Kau takut? Jika suatu saat, suatu kali, ketika kau memikirkan sesuatu yang tak pasti maka mereka akan mengkhianatimu?"
Tepat, tetapi tidak semudah itu. "Mungkin saja, ada kalanya aku lelah dengan semua ini. Aku hanya, sesekali ingin," Aera merapatkan bibir dan menggeleng. Apa yang sebenarnya dia inginkan? Yang dia rasakan?
"Ini hidupmu," gumam Taehyung. "Kau memang memang memiliki tanggung jawab, tetapi ini adalah hidupmu. Bermimpilah selama kau tidak terikat di dalamnya."
Terkadang hidup ini seperti lelucon, Taehyung baru saja meragukan dirinya, meragukan mimpinya, tetapi sekarang dia berucap sesuatu dengan sangat yakin. Perkara menyemangati, berbicara, seribu kali lebih mudah daripada menerima dan mau melakukannya.
"Aku tidak pernah menyukai apa pun, sehingga aku berusaha melakukan sesuatu. Menjadi yang terbaik di sekolah terkadang masih menjadi sesuatu yang baru untukku. Aku memang menginginkannya, tetapi hal itu sesekali menjadi beban.
Aku harus menjadi yang terbaik, aku tidak bisa melakukan kesalahan, aku tidak boleh gagal, aku tidak boleh berhenti. Hanya itu yang selama ini memenuhi kepalaku, dan sampai berada di titik ini aku bertanya-tanya, apa ini memang yang akan aku lakukan setelahnya? Apa aku memang menyukai hal semacam ini? Apa aku menikmati ini? Bagaimana hidup ini ke depannya, apa yang harus aku lakukan setelah berhasil? Dan ya, aku sampai di titik akhir.
Aku sudah berhasil, aku mempertahankan posisiku di sini. Enam piala, enam medali, dan beragam lainnya. Tetapi, semua itu tidak pernah mengisi apa yang terasa hilang di dalam sini." Aera memegang jantungnya yang berdetak lebih cepat sambil berusaha untuk tidak terlihat emosional.
Taehyung setia dalam diam, memperhatikan perubahan-perubahan ekspresi kecil di wajah Aera.
"Lalu, aku bertanya. Apa yang aku sukai? Tidak ada." Dia memalingkan wajah, selama ini hidupnya untuk memenuhi ekspetasi orang lain, keinginan tak terucap kedua orang tuanya yang terlukis secara jelas di wajah, serta menjadi budak atas tanggung jawab sebagai anak tertua. "Aku tidak menyalahkan mereka, aku hanya terkadang lelah. Ingin berhenti sesaat."
Satu cairan akhirnya lolos dari gerbang pertahanan, yang dengan cepat dihapus menggunakan tangan kanannya. "Payah ya," kekehan itu sarat akan rasa sakit, penderitaan tak terucap selama ini yang hanya dapat disembunyikan dalam tangis tiap malam, dalam mimpi buruk tiap langit menggelap, dan dalam doanya sebelum tidur.
"Keberadaanmu di sini sudah membuktikan kau sosok yang kuat," ucap Taehyung pelan dan menenangkan, seolah jika dia berucap terlalu kencang dapat merubuhkan gadis di sisinya. "Kau sudah berjalan sejauh ini di dalam kereta yang penuh sesak itu, kalau aku mungkin sudah lama melompat keluar."
Aera tertawa kecil atas komentar Taehyung, membuat lelaki itu ikut menarik kedua sudut bibir. Menikmati wajah manis Aera.
"Tidak masalah sesekali kau mengeluh," Taehyung menarik tubuh Aera agar gadis itu memandang matanya, memastikan dia mendengar dengan sejelas-jelasnya. "Kau sudah menjadi sempurna sejak lama. Untuk malam ini, kau boleh bermain peran menjadi manusia. Menjadi sosok lemah yang terkadang membutuhkan sebuah pelukan, menjadi sosok yang menitikkan air mata, dan dukungan."
Aera kembali tersenyum, tipis tetapi penuh kejujuran. "Taehyung, dengan posisi saat ini mungkin memang tidak tepat tapi, kejarlah mimpimu. Kau beruntung sudah memilikinya."
Taehyung, mengabaikan teriakan di dalam kepalanya, mengikuti kata hati dan mengangkat tangan lalu menepuk kepala Aera pelan. "Kalau begitu, kau harus berjanji, saat sudah menemukan apa yang kau inginkan lakukanlah tanpa ragu. Kebahagiaan orang tuamu memang sebuah tanggung jawab, tetapi, kebahagiaanmu juga merupakan suatu kewajiban. Kau wajib bahagia."
•◦✿──────────
it's purely written for self healing.
jadi, mohon maaf kalau ada kesalahan kata, jawaban atau tanggapan yang dirasa kontradiktif, dsb♡
so, what do you think? boleh kasih reply di sini hehe, aku suka denger sudut pandang pembacaku biar dapat lebih banyak masukan dan inspirasi. mau seabsurd apa pun gak masalah!
dan kalau-kalau ada kata 'kau' artinya gak terlihat waktu pengecekan :'( silahkan komen dan akan langsung kuperbaiki hehe. karena belakangan ini lagi suka aja nulis pakai sudut pandang kedua.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro