Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Run To You


Chap 1 - Run To You

Eksekusi hari Sabtu-nya ternyata sama saja. Sebenarnya, Sherlyn sudah berharap ada sesuatu yang berbeda untuk Sabtu-nya kali ini. Sesuatu selain ia berakhir duduk di ayunan karatan ini sambil membaca novel-novel roman remaja yang klise. Tapi tetap saja, memang apa yang akan terjadi pada seorang Sherlyn? Asap kendaraan pun tak mau menyergapnya, entah takut atau Sherlyn punya sihir tersendiri untuk menghalau apapun.

Walaupun ia terus meracau tentang Sabtunya, Sherlyn suka seperti ini. Hari Sabtu yang bebas dari semua belenggu ini-itu dan tenggelam dalam novel cheesy yang sebenarnya sangat meringankan pikirannya. Apalagi dengan cola dingin dengan sensasi menggelitik disetiap sesapan, mendengarkan suara burung gereja yang sering bertengger di dekat rumahnya, dan suara klakson yang tiba-tiba datang.

Tunggu? Suara klakson?

Di depan rumahnya?

Oh, tidak. Tak tepat di depan rumahnya.

Satu pengganggu lagi di hari Sabtu-nya yang biasa sudah cukup menghancurkan semuanya. Ia menutup bukunya dan sekilas melirik Hummer yang terparkir di tepi jalan. Sebuah Hummer? Memang menyebalkan, bahkan suara klaksonnya benar-benar seperti palu yang meretakkan Sabtu-nya. Sabtu-nya memang, mau apa lagi? Hari ini harusnya milik Sherlyn seorang.

"Hei, Sherlyn!" Belum juga Sherlyn menapaki undakan kedua menuju pintu rumahnya, prahara lain telah datang. Siapa sih, yang bertandang di Sabtu-nya?

Sudah berapa kali ia mengatakan'Sabtu-nya'?

Sherlyn berbalik. Menemukan seorang pemuda yang sejengkal lebih tinggi darinya. Sherlyn tak merespon dan lebih memilih diam dalam ketidak acuhannya.

Sialnya lagi, pemuda itu sedang nyengir lebar dengan mata yang manis membentuk senyum pula; seperti tak tau saja ia baru menghancurkan Sabtu Sherlyn yang indah. Pasalnya, memang ia tak tahu. "Kau tak ingat, ya? Bukakan dulu pagarnya!"

Dengan enggan Sherlyn berjalan menyeberangi pagar dan membukakan pagar untuk pemuda-tak-dikenal ini. "Ah, lama tak berjumpa!" Secepat gerakan kung-fu Bruce Lee, kecepatan pelukan itu masih melampauinya.

Sherlyn ada dalam pelukan pemuda yang titelnya bertambah menjadi pemuda-tak-dikenal-yang-suka-peluk-sembarangan tepat ketika pintu pagar telah terbuka. Pemuda ini memeluknya tepat di depan rumahnya, bayangkan saja betapa malunya ia. Tapi siapa yang bisa memungkiri kalau seluruh kupu-kupu dalam perutnya sedang menggila, terbang kesana kemari tak tentu arah dan bertabrakan yang membuat sensasi 'dunia terasa berputar' dalam pelukan si pemuda? Namanya juga pengalaman Sherlyn pertama dipeluk seperti ini selain anggota keluarganya.

Dasar, kau pemuda tampan kurang ajar!

Oops, apa Sherlyn bilang ia tampan?

Ditambah lagi, pemuda ini memeluknya terlampau kuat. Sherlyn bisa mencium bau apa saja yang menempel pada pemuda ini mulai dari bau cologne yang ia pakai, bau keringat dan... bau kerbau? Sherlyn juga bisa mendengar irama detak jantungnya. Menghitung dengan perlahan sampai waktu ini berlalu.

Setelah tiga menit ia melepaskannya. Andai ini tertahan untuk beberapa saat lagi. Tapi pemuda ini kurang ajar. Detak jantungnya merdu sekali. 

Dasar kau otak bodoh, memangnya jantung menyanyi?

Kali ini versi Sherlyn dengan kesadaran penuh yang mengambil alih. "Kau siapa?"

"Masa kau tak ingat aku? Apa aku harus memberimu satu lagi pelukan hangat agar kau mengingatku?" Ia menelengkan wajahnya. Menyetarakan matanya sejajar dengan wajah Sherlyn sehingga tak bisa tidak Sherlyn mempelajari wajahnya. Wajah pemuda-tak-dikenal-yang-suka-peluk-sembarangan memang selaras dengan tingkah lakunya, seperti anak kecil. Menggemaskan, tapi juga menyebalkan.

"Memangnya kau siapa? Anak presiden-kah sehingga aku mengingatku?"

"Ah, jangan begitu. Aku tak tahu kenapa kau memilih presiden, tapi yang jelas aku anak seorang dewa."

"Dewa?"

"Iya Dewa Ketampanan dan Kesempurnaan. Kau lihatlah diriku sebelum memandangiku terlalu lama itu dosa."

"Dasar bodoh." Sherlyn bergumam sendiri. Tak banyak kata yang perlu ia keluarkan dan ia berbalik untuk kembali ke dalam rumah. Tapi lagi-lagi ia kalah cepat. Sudah ada lima jari yang mengunci pergelangan tangannya.

"Kalau aku bodoh, aku pasti tak tahu kalau pipimu yang memerah setelah aku memelukmu itu karena hormon adrenalin yang membuat vasodilatasi di otot pipimu." Pemuda itu tersenyum.

Tapi terlambat. Tanpa sadar Sherlyn sudah mengekor dibelakangnya, berlari dengan arah yang pasti mengikuti si pemuda. Jemari si pemuda yang menggenggam erat leher tangannya itu terasa hangat. Dan rasanya seperti keringat. Ia masih mengekor di belakangnya.

"Kau belum mengingatku?"

"Aku tak akan mencoba."

Langkah pemuda itu berhenti. "Kalau kau begini, bagaimana aku berani berlari kepadamu?" Jemarinya kemudian terlepas dan kemudian ia tersenyum. "Apa aku berlari terlalu cepat? Atau kau yang terus berjalan menjauh?"

"Aku tak mengerti. Kalau kau mau berlari, berlari saja sendiri. Aku lelah."

Sekelebat tergambar jelas sekali di wajahnya ada keputusasaan. "Kalau ice cream? Mungkin Tuan Baik Hati bisa memberitahuku apa yang harus aku lakukan?"

Tuan Baik Hati....

Baik Hati....

"Sheeeerrrllyynnn..." Dari arah pagar terdengar suara yang memanggilnya. Ia yang sedang bermain bersama boneka-bonekanya di ayunan menoleh. Anak itu sebaya dengan Sherlyn, lebih gembul, lebih sipit dan kacamata bertengger di hidungnya. Melambaikan dua cone ice cream. "Aku membawakan Tuan Baik Hati untukmu!!"

Sherlyn kecil itupun membukakan gerbang untuk sang anak. "Siapa itu Tuan Baik Hati?" tanyanya.

Anak yang ditanyai kemudian tersenyum manis dan menyodorkan cone itu pada Yerin, "Ini!"

"Kenapa Tuan Baik Hati? Kau bodoh ya? Ini kan ice cream!"

Anak itu mengangguk antusias sekali lagi, "Saat aku menangis, aku pasti membutuhkan ini agar tak menangis lagi. Saat marah puh begitu. Inilah si Tuan Baik Hati. Aku juga ingin memberimu Tuan Baik Hati."

Ingat ya, saat kau menangis, akan kucari sekuat tenaga si Tuan Baik Hati ini. Ingat ya! Tapi... kalau kau marah aku akan memberikan sesuatu yang lain. Nanti Tuan Baik Hati bisa meleleh karena api marahmu."

Sherlyn mengernyit. "Aku bukan Zuko yang bisa mengendalikan api, bagaimana ice cream ini bisa leleh?"

Kemudian ingatan itu kembali lagi. Sherlyn dibawa ke 11 tahun yang lalu, saat ia berusia enam tahun dan masih suka bermain barbie. Satu-satunya anak yang berbicara tentang Tuan Baik Hati adalah sahabat masa kecilnya, namanya....

"Kau pernah bilang kau tak akan pernah memberi Tuan Baik Hati jika aku sedang marah, kan?"

"Kau mengingatnya?"

"Sedikit."

Juno tersenyum. Ya, Sherlyn ingat siapa pemuda-tak-dikenal-yang-suka-peluk-sembarangan ini. Dulu ia yang gembul dan hanya menyisakan pipi sedikit tembam sekarang, dulu ia yang pendek sekarang tumbuh menjadi pemuda 17 tahun yang tinggi, dan dulu ia yang gembul seperti bola basket telah menjadi pemuda tampan. Apa Sherlyn bilang tampan lagi?

"Kau masih dingin seperti dulu, ya?"

"Lalu kenapa kau bilang aku bisa melelehkan ice cream?"

"Mmmm... Sudahlah, lupakan percakapan bodoh ini dan betapa bodohnya aku dulu. Kau mau ice cream atau taman?"

"Tidak keduanya."

"Aku justru akan memberimu keduanya."

.

"Sherlyn, cepat! Nanti direbut! Biar aku yang mendorongnya!" Kaki-kaki kecil Sherlyn berlari menghampiri ayunan dengan Juno yang sudah siap di belakangnya. Juno si gembul pun tahu kalau laki-laki harus mengalah. Kata papanya, wanita harus didahulukan, tak peduli harga dirinya, seorang lelaki harus berkorban. Walaupun ia tak tahu berapa harga dirinya jika dijual-yang sepertinya mahal karena ia berat sekali-, ia tetap mengalah untuk Sherlyn.

Sherlyn memainkan kakinya diudara. "Juno, lebih keras. Aku mau yang lebih tinggi!" Adalah ayunan permainan favorit Sherlyn. Apalagi kalau yang mendorongnya adalah Juno. "Kau kan gemuk, lebih tinggi lagi!" tuntutnya.

"Aku akan mendorongnya lebih tinggi kalau kau mau berjanji menikah denganku saat dewasa nanti, bagaimana?"

Dengan kakinya yang belum sepenuhnya menjejak tanah, ia mengerem ayunan yang melaju. "Dasar bodoh." Kemudian Sherlyn melenggang pergi, meninggalkan Juno dengan cengirannya.

"Kau ingat bagaimana aku melamarmu disini?" Tanya Juno. Ia kini sedang duduk bersandar di sebuah bangku tangan. Ice cream di tangannya perlahan-lahan mencair.

Sherlyn di sebelahnya hanya menatap jauh, tak mengacuhkan Juno dan hanya sesekali menikmati ice creamnya. "Memang itu penting?"

Juno terdiam. Memilih tak menjawab pertanyaan Sherlyn. "Kau tahu, aku ingin berlari menjauh darimu dan bukan sebaliknya dari dulu. Kukira aku berhasil menjauh saat aku ikut papa dan ibu tiriku untuk pindah ke luar negeri. Tapi tetap saja aku merindukanmu."

Sherlyn tetap tak memberinya respon.

Mata Juno terpaku pada pemandangan gadis di sebelahnya ini. Teman kecilnya. Cinta pertamanya. Bahkan, orang pertama yang menolak lamarannya. Tentang hal itu, meskipun mereka masih kecil, Juno tetap menghitungnya.

"Kau cinta pertamaku, kau tahu? Apa kurang gamblang?"

Sherlyn masih bisu. Bukan tak mau menjawab, ia menunggu. Ia pun tak tahu harus bereaksi apa ketika sahabat masa kecilmu kembali setelah bertahun-tahun dan mengatakan cintanya padamu. Bahkan Sherlyn hampir lupa tentangnya. Tapi tidak tentang perasaannya, ia masih ingat. Rasanya sakit ketika bahkan ia masih di usia belia.

"Kalau aku berlari padamu sekarang, kau membuka pintu itu?"

"Kau belum menemukan kuncinya," jawab Sherlyn asal. Pada akhirnya.

"Apakah menurutmu, di London aku bisa menemukan kunci itu?"

Tiba-tiba saja angin berhembus lebih kencang. Daun-daun kering dibawah kakinya bergemeresak tak nyaman. Suara logam karatan yang beradu semakin jelas. "London?"

"Apa tempatku mencari terlampau dekat?"

Gadis itu membisu. Juno akan pergi lagi? Ia baru saja pulang setelah tujuh tahun dan akan pergi ke tempat yang lebih jauh?

"Kau tak bertanya kenapa London? Kenapa aku tiba-tiba kembali setelah tujuh tahun?"

"Apa aku perlu bertanya?"

Juno menghela napasnya berat. "Sepertinya aku berlari dan kau pun menjauhiku. Yah, penolakan darimu untuk yang kedua kali. Mau bagaimana lagi?"

Kenapa, sih dengannya? Daritadi ia berbicara tentang berlari? Apa maksudnya?

Tapi, bukan itu yang ingin Sherlyn lontarkan. Ada sederet kata-kata lain yang bertarung untuk mendapat tempat dan justru 'apa aku perlu bertanya?'-lah pemenangnya.

Bukan itu.

Bagaimana memperbaikinya?

"Sayang aku bukan anak Dewa Cinta. Aku tak bisa membuatmu menyukaiku."

Salah. Bukan. Bukannya aku tak menyukaimu, aku hanya tak tahu harus bagaimana.

Sebelumnya, tak ada seorangpun yang bilang suka padanya saat pertama kali bertemu. Sherlyn hanya tak tahu ia harus bereaksi bagaimana. Tapi ia tak bisa mengatakannya. Bagaimana ini? Sherlyn benar-benar merasa bersalah. Juno, sahabatnya yang telah lama pergi ini, bahkan tak berusaha menutupi kekecewaannya.

"Tunggu, tapi aku tak mau jadi anak seorang dewa gembul dan sayap kecil yang kesana-kemari memakai popok. That's not my style!"

Sherlyn benar-benar merasa bodoh karena lontaran kalimat Juno. Ia tak menyangka Juno selama tujuh tahun ini tinggal dan bersekolah di Singapura akan kembali dengan kebodohan yang lebih parah dari ketika ia berumur sepuluh tahun.

Ngomong-ngomong, apa tadi Juno bernar mengatakan kalau ia menyukaiku?

Tapi aku tak mau cerita ini berjalan terlampau cepat. Cerita di Sabtu-ku yang datang dengan seorang teman lama.

Run To You. Eind.

ttom\":z�{�vb�


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro