Bab 2 : Who's Ying?
Kami semua terdiam di tempat dengan tubuh meremang. Tatapan yang tidak percaya itu. Dan Yaya yang jatuh ke lantai sambil berteriak histeris.
Ying, mati di depan mata kami.
Gadis china itu kami temukan tewas di dalam kelas, siang ini. Terduduk di dekat dinding belakang kelas. Darah yang merembes dari perutnya. Dan semua itu terasa baru.
Fang dan Gopal langsung berlari keluar kelas untuk mengadu kepada guru. Sementara yang lain masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Solar langsung maju ke tempat Ying. Memeriksa denyut nadinya yang sudah tak berdetak. Ia menggeleng. Memberitahu bahwa Ying telah benar-benar mati.
Thorn muntah. Yaya pingsan. Dan Taufan sesak napas.
Akhirnya guru datang. Langsung menyuruh kami semua untuk keluar dari kelas. Tampak wajah pucat pasi dari kami yang membuat kelas lain bertanya-tanya.
Aku membopong Taufan. Wajahnya pucat, beruntung ia tidak pingsan. Gempa khawatir, sampai mengecek keadaan Taufan berkali-kali.
Padahal, tadi pagi masih baik-baik saja. Ying masih mengobrol dengan kami. Dan kami semua masih bercanda ria saat pelajaran olahraga tadi pagi. Tetapi mengapa tiba-tiba saja Ying tewas begitu saja?
Apa yang sebenarnya telah terjadi?
.
.
.
"Wah, apa ini?" Ying berteriak heboh karena melihat sebuah pesan masuk di handphonenya. Niatnya mengecek jam. Siapa sangka bahwa ia menemukan kontak asing yang mengiriminya pesan aneh.
"Kenapa, Ying?" Yaya mendekati sahabatnya itu. Ikut melihat isi pesan yang tertera di layar handphone.
Di sana. Hanya tertera angka 1 pada pesan. Dan pesan di bawahnya lagi yang bertuliskan.
'Siapa hantunya?'
"Aku juga dapat pesan itu." Gentar menunjukkan handphonenya. Namun tidak ada angka 1. Hanya pesan yang sama dengan yang di dapat oleh Ying.
"Eh, aku juga."
"Kayaknya, kita semua dapat, ya?"
Mereka melihat ponsel mereka masing-masing. Mengecek pesan aneh dari pengirim misterius yang tidak mereka ketahui.
"Kejahilan siapa itu?" tanya Sopan. Ia mengipasi dirinya sendiri karena kepanasan. Mengintip isi ponsel Gentar yang menampilkan pesan yang sama.
"Apa ini seperti permainan yang disebutkan Thorn kemarin malam?" ujar Sori dengan wajah berseri-seri. Ia langsung dijitak oleh Supra.
"Jaga bicaramu."
"Seram juga," sahut Taufan sambil meminum minumannya. Ia disikut oleh Blaze. "Takut ya?"
"Engga kok!"
Gopal agak merinding melihat pesan itu. "Ini gapapa kah? Atau perlu kita laporkan ke pihak berwajib?"
"Alay banget, paling pesan iseng biasa." Fang menggeleng, mengusap keringatnya dengan baju.
"Tau deh, paling orang iseng." Frostfire angkat bahu dengan enteng. Baginya, ini bahkan tidak menakutkan sama sekali. Ini hanyalah candaan bocah saja.
"Waduh, ketinggalan deh absen kita. Aku ambil absen di kelas dulu ya." Ying berlari ngebut menuju kelas. Takut kelas mereka bakal dihukum karena lupa membawa buku absen kelas.
Karena guru belum datang. Masing-masing diantara mereka pun berpencar. Ada yang pergi ke kantin, toilet dan mencari tempat sejuk untuk bersantai.
Aku duduk di bawah pohon rindang sambil mengipasi wajahku. Hari ini cuaca lumayan terik. Terlalu beresiko untuk berolahraga di suasana seperti ini.
Gempa datang sambil membawa minuman. Memberikan satunya kepadaku. Ia mengedarkan pandangan, tampaknya mencari Taufan.
"Taufan ke toilet, bareng Blaze dan Thorn."
Gempa mengangguk paham. Lalu ikut duduk di sebelahku. Meminum minumannya yang terasa segar. Lalu menatapku dengan manik keemasannya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Hanya sedikit khawatir. Rasanya, jantungku berdetak kencang hari ini."
"Itu karena kau habis berlari, kan?" Gempa terkekeh saja mendengar penuturanku. Lalu mengusap-usap rumput di bawah kakinya.
Sejujurnya, aku memang merasa tidak enak juga. Beberapa hari ini dihantui mimpi buruk. Taufan juga. Lalu, sms asing yang ada di semua ponsel kami. Seolah hal tersebut saling terhubung.
Tapi aku tidak mungkin menunjukkan kegelisahanku di depan adik-adikku. Aku tidak ingin mereka jadi takut pula.
Ini bukan hal apa-apa. Harusnya pasti begitu.
Namun, siapa sangka bahwa memang terjadi sesuatu yang besar.
Yang menjadi awal mula kematian kami semua.
.
.
.
Kami diinterogasi satu-persatu. Ditanyai alibi kami. Tentang apa yang terjadi dan kenapa Ying bisa tewas di tempat umum seperti itu tanpa ada yang menyadari.
Polisi mulai meng-eksekusi TKP. Mayat Ying sudah dipindahkan dan dibawa ke ruang otopsi untuk di cek.
Kami diberitahu wali kelas bahwa Ying mati karena ditusuk di bagian perut sebanyak 3 kali. Dan kondisi Ying tidak menunjukkan perlawanan sama sekali.
Kemungkinan terbesarnya adalah Ying dibius ketika masuk ke kelas. Sehingga tidak ada kelas lain yang menyadari kematian Ying. Dan suasana kelas itu pun terasa sunyi.
CCTV tidak bisa di cek karena sudah rusak dari bulan-bulan yang lalu. Dari kesaksian kelas lain pun, mereka hanya melihat Ying yang memasuki kelas dan tidak mendengar apapun lagi.
Dengan begitu, kasus pun tidak bisa dilanjutkan karena kurangnya bukti.
Ada yang berkata bahwa Ying bunuh diri. Ada juga yang mengatakan bahwa pelakunya ada diantara kami sekelas. Meski hal itu tetap tidak membuktikan apa-apa.
Dalam satu hari. Kami diterpa kenyataan bahwa sms yang kami terima itu bukanlah sekadar keisengan belaka. Polisi sedang mencari tahu siapa yang mengirimi kami sms tersebut.
Meski begitu, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa diam dan membiarkan para polisi bergerak.
Entah kenapa aku merasa hal ini tidak akan selesai begitu saja. Seolah ada yang memantau kami dari gelapnya bayangan. Menunggu waktu yang tepat untuk menerkam kami satu-persatu.
Dan mungkin, ini akan jadi cerita yang panjang.
.
.
.
Aku masuk ke dalam kamar. Lebih tepatnya, kamar Taufan. Di sana, ada Gempa dan Taufan yang saling duduk berhadapan.
Aku mendekati mereka. "Kau sudah baikan?"
"Aku baik-baik saja kok. Jangan khawatir." Meski jawabannya begitu, terlihat rona pucat yang tidak bisa ditutupi.
Aku membuka ponsel. Melihat grup chat kelas kami yang masih membahas hal tadi siang. Kematian Ying yang tentu saja membuat kami merasakan efek kejut yang luar biasa.
"Mereka masih ribut di chat grup ya?" tanya Gempa. Aku mengangguk. Lalu ia menghela napas, gusar.
"Jangan khawatir, polisi pasti akan menemukan pelakunya." Aku berusaha menyemangati mereka berdua. Namun tampaknya, Gempa menyadari tanganku yang bergetar di balik punggung. Ia hanya bisa memberikan senyum terbaiknya.
"Aku tahu, kita akan baik-baik saja. Besok pasti kita diliburkan, aku akan siapkan baju untuk melayat."
Gempa beranjak pergi dari sana. Dari kantong matanya, terlihat jelas ia tidak merasa baik-baik saja. Bahkan Taufan sedari tadi hanya diam membisu.
"Kalau kau tidak mau ke tempat Ying, tidak perlu dipaksakan."
Taufan menggeleng. "Aku akan pergi. Dia adalah teman kita, jahat sekali jika tidak mengucapkan selamat tinggal." Ada nada sedih di ujung kalimat. Namun ia berusaha tegar. Tak kiranya ia akan menangis, namun rupanya ia sanggup bertahan untuk bersikap baik-baik saja.
"Kita makan di luar saja ya? Aku akan mengajak Gempa juga." Aku menepuk kepala Taufan. Ia mengangguk kecil. "Makan apa? Aku ingin sushi."
"Boleh, kita coba itu."
.
.
.
Harusnya, pagi ini kami pergi melayat ke tempat Ying. Tapi kami semua justru belajar di kelas dengan normal. Seperti tidak terjadi apa-apa.
Wali kelas memarahi kami. Karena kami semua tidak masuk ke kelas. Kami pikir, ia akan memberi tahu kami soal kebenaran dari kematian Ying tempo hari. Namun rupa-rupanya, justru kami belajar seperti biasa di dalam kelas.
Meja Ying kosong. Sama seperti sebelumnya.
Kami semua terdiam dengan gagu. Tentu saja merasa aneh dengan situasi ini. Bahkan TKP tempat Ying meninggal pun, bersih tanpa jejak. Tidak ada garis polisi atau bercak darah. Semuanya bersih seolah tidak terjadi apa-apa.
Aku mengangkat tangan. Tahu bahwa teman-teman yang lain akan menanyakan hal yang sama.
"Ya, Halilintar?"
"Maaf pak, tapi ... bagaimana kelanjutan pencarian kasus pembunuhan Ying tempo hari?"
Suasana langsung senyap. Namun tanpa disangka-sangka. Jawaban dari guru kala itu membuat jantung kami serasa akan melompat dari tempatnya.
"Siapa itu Ying?"
.
.
.
***tbc***
A/n:
Kaget atau terkejut?
Yap, dalam satu bab langsung dijelaskan tentang kematian, asal muasal dan bagaimana mereka akan menghadapi kematian ke depannya.
Untuk selanjutnya tidak perlu kaget lagi. Karena mereka akan dihadapkan dengan keputusasaan yang berlipat ganda.
Sudah mereka ga bisa nemuin pelaku. Mati satu-persatu. Dan tiap mati, kehidupan mereka terhapus seolah tidak pernah ada di muka bumi.
Siapa hantunya?
Hanya itu yang bisa membawa kalian ke tebakan berikutnya. Cari siapa hantunya sebelum nyawamu berada dalam bahaya.
See ya
[03.01.24]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro