Bab 13 : Run Gopal! Run!
"Oh, Tuhan ... kapan ini akan berakhir," keluh pemuda berkulit gelap yang berjalan dalam sunyi di pinggir jalan. Kedua tangannya menggenggam erat jaket berwarna hijau miliknya. Sesekali dirinya mengusap keringat yang turun di dahi.
Gopal bukannya sosok pemberani. Bukan pula karakter hebat seperti di dalam game yang ia mainkan.
Ia adalah seorang pria yang gemar bermain game dan makan. Yang pandai memasak pula. Bahkan sudah memutuskan akan kemana ketika sudah lulus sekolah.
Tapi takdir yang sial ini malah membelokkan rutenya ke jalan yang benar-benar sulit. Ia dipaksa hidup dan bertahan di dalam sebuah game bertahan hidup.
Teman-teman sekelasnya mulai tewas satu-persatu, dan tidak ada siapapun yang dapat membantu mereka.
Gopal jadi merasa agak frustasi dengan keadaan ini.
Selagi berjalan dengan penuh sunyi di pinggir jalan untuk pulang ke rumah. Telinganya menangkap suara berisik sesaat dari arah sisi jalan yang dipenuhi pepohonan. Sontak saja jantungnya berdegup kencang, dan dirinya langsung saja berlari dari tempat itu untuk menyelamatkan diri.
Gopal tidak peduli lagi jika kemungkinan itu hanyalah suara berisik akibat angin atau hewan. Ia sudah takut. Dan dia akan berlari sampai merasa aman.
Setelah beberapa menit berlari, sesekali menoleh ke belakang untuk mengecek keadaan. Ia berhenti sejenak dan memegang dadanya. Mencoba menetralkan napasnya yang kelelahan, dadanya naik turun.
Keringat menjalar di tiap sisi wajahnya.
"Aduh, rumahku kenapa terasa sangat jauh hari ini?" gerutu Gopal lagi dan lagi.
Setelah memastikan sepertinya kondisi masih aman. Ia menghela napas dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Ia membuka ponsel tatkala ia dengar dering notifikasi. Saat dicek, rupanya teman-temannya sedang mengobrol di chat group.
Menanyai apa mereka masih hidup dan baik-baik saja pulang ke rumah.
"Mereka ini, apa mereka tidak takut mati?" cemoohnya. Ia lalu membalas chat dengan agak kesal.
'Aku masih dalam perjalanan pulang, kalian jangan membuat orang lain menjadi takut!'
Lalu Gopal mematikan ponselnya dan memasukkan ponsel tersebut ke dalam sakunya. Ia menghela napas lagi sambil membenarkan posisi tas ranselnya.
"Jadi lapar--"
Gopal berhenti.
Jantungnya kembali berdegup kencang saat melihat dalam jarak 5 meter di depannya kini, terdapat sosok seseorang yang visual nya tertutup gelapnya malam. Bahkan lampu jalanan tidak menyorot ke wajah sosok itu.
Sosok lelaki yang memakai hoodie dan masker. Yang lebih menakutkan adalah sebuah kunci inggris tergenggam erat di tangan kanannya.
Di pikiran Gopal kini hanya ada satu kata, lari.
Lantas Gopal langsung saja berbalik arah dan lari. Dan sosok itu langsung berlari mengejarnya.
Gopal berteriak ketakutan. Bahkan tenaganya tadi sudah habis karena berlari.
Namun ia tidak bisa berhenti. Jalanan terlalu sepi. Dan tidak ada tempat bersembunyi.
Satu-satunya tempat yang bisa terpikirkan oleh Gopal adalah bersembunyi masuk ke pepohonan yang ada di sisi jalanan. Meskipun gelap dan menakutkan, rasanya lebih baik daripada harus berhadapan dengan pembunuh.
.
.
.
Aku menaruh piring kotor bekas makan Taufan ke dalam wastafel. Lantas membuka keran dan mencucinya.
Suasana rumah ini makin terasa sepi dan mencekam dari hari ke hari. Tiada lagi canda tawa atau kehangatan. Semua itu sirna karena kematian Gempa yang disebabkan oleh pembunuh.
Pembunuh sialan yang menghabisi mereka semua.
Selagi mencuci piring, rasa kesalku terhadap hal itu membuatku tak sengaja meremukkan sendok yang sedang kucuci.
"Ah."
Aku mendengkus, membuang sendok itu ke tempat sampah dan menyelesaikan proses cuci piringnya. Setelah semua selesai, dan aku pun sudah mencuci tangan. Aku duduk di bangku meja makan dan memijat kepalaku.
Air yang belum kukeringkan dari tangan pun mengucur dari kening hingga dagu. Membuat kepalaku basah dan beraroma sabun cuci piring. Meski begitu, tak juga kukeringkan kedua tangan ini.
Aku harus tetap waras, hingga aku berhasil menemukan pembunuhnya.
Yaya sudah memberikan banyak hint soal kebenaran dan fakta si pembunuh. Dan bahkan kota yang mencoba menumbalkan kami sekelas.
Aku tidak bisa membebankan Yaya untuk mencari tahu hal seperti itu sendirian di kandang musuh. Aku juga harus berusaha memecahkan teka-teki dan mencari siapa pelakunya sebelum kami semua berakhir.
"Tapi ... bagaimana caranya?"
Sesekali aku menutup mata karena pusing. Namun, meski memikirkan caranya beribu kali, akalku tetap tidak dapat menemukan solusi yang pas untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah aku menemukan si hantu dan pembunuh, lalu apa?
Gempa dan Yaya sama-sama membuka teori awal bahwa pembunuh ada di kelas yang sama. Dengan artian bahwa ia berbaur dan akrab dengan kami, namun juga membunuh kami dalam diam.
Aku berpikir sejenak. Lalu terlintas sebuah nama di pikiranku.
"Ice ..."
Ice, lelaki yang sangat tenang itu tiba-tiba saja datang ke rumah setelah mengetahui bahwa aku menyimpan mayat Supra. Berbicara sesuatu hal yang aneh, kemudian pergi begitu saja.
Apa dia berusaha memberitahu siapa pembunuhnya?
Atau justru ialah si pembunuh itu?
Mau mereka mencoba menggebrak dalang yang tak lain adalah penduduk kota. Mereka hanya akan berakhir dipermainkan. Mereka pasti akan dicemooh atau lebih parahnya dibunuh di detik itu juga oleh para penduduk.
"Hm, aku harus tanya soal Ice ke Yaya, besok," gumamku.
Setelah banyak berpikir. Aku beranjak lagi dari sana dan berjalan diam-diam pergi ke gudang bawah tanah.
Diantara tumpukkan kayu, ada mayat Supra yang kusembunyikan dengan rapat di dalam kotak pendingin yang membuatnya tidak membusuk.
Aku selalu mengecek keberadaan mayat Supra berkali-kali untuk memastikan bahwa mayat itu tidak menghilang. Dan juga menjaga mayat ini agar tidak dicuri oleh pembunuhnya yang asli.
Dalam hati, kadang aku kepikiran soal mayat lainnya yang menghilang. Entah apakah para penduduk membuang mereka begitu saja dan dikubur sekadarnya.
Hanya mayat Supra yang mampu aku selamatkan untuk saat ini.
Tak berselang lama, aku mendapat panggilan telepon dari Yaya.
.
.
.
Gadis berhijab merah muda itu sibuk mengurus dokumen yang kini acak-acakan di dalam kamarnya. Penuh dengan foto mayat dan dokumen dari kantor polisi. Serta majalah masa lampau dan hal lainnya.
Yaya berusaha dengan sangat keras untuk menemukan sang pelaku. Membuatnya tak mampu tidur dan selalu kepikiran soal kasus pembunuhan yang lambat laun akan mengenai dirinya juga.
Ying sudah mati, dan tentu saja Yaya harus membalas itu dengan menemukan si pelaku.
Ia tinggal mengaitkan seluruh puzzle yang ada agar membentuk jawaban. Jawaban yang tentunya selama ini mereka cari-cari.
Sosok asli si pembunuh berantai.
Yaya meraih sebuah foto perempuan yang merupakan salah satu siswi di sekolah mereka. Yang pernah berteriak di hari itu, lalu mati keesokan harinya. Dan mereka, tidak melupakan soal kematian tersebut.
Itu artinya, ada hubungannya kematian gadis ini dengan mereka semua. Kemungkinan hari itu, perempuan itu hendak memberitahukan segala kebenarannya pada Yaya dan anak sekelas. Akan tetapi, dia dibungkam dan dibunuh.
Yaya juga pernah melihat gadis ini sebelumnya. Alasan gadis ini berani speak up pasti karena Gempa.
Karena Yaya pernah melihat gadis itu menyatakan perasaannya pada Gempa, meski ditolak.
Supra mati juga malam sebelumnya. Berarti, ada kemungkinan Supra berusaha bertanya. Akan tetapi mereka berdua malah dibunuh.
"Astaga, kenapa ini begitu rumit."
Fokusnya teralihkan saat mendengar notifikasi dari chat grup. Saat dibuka, ia hanya melihat obrolan anggota grup kelas yang menanyakan keadaan mereka dan apa mereka masih hidup.
Namun, yang membuat Yaya terpaku adalah saat membaca pesan balasan dari Gopal.
'Aku masih dalam perjalanan pulang, kalian jangan membuat orang lain menjadi takut!'
"Bodoh! Kenapa ia memberitahukan posisinya!" jerit Yaya yang panik. Kemudian langsung membalas chat Gopal tersebut di chat pribadi. Akan tetap sudah semenit dua menit berlalu, tidak ada balasan.
Yaya mencoba menelepon. Namun hasilnya sama saja. Gopal tidak mengangkat telepon.
Di pikiran Yaya terbesit nama yang bisa membantunya, Halilintar.
Dengan sigap ia menelepon Halilintar. Tak lama, Halilintar mengangkat telepon tersebut.
"Hali! Kau dimana?"
"Dirumah, kenapa?"
"Begini, sepertinya Gopal dalam bahaya. Tolong bantu aku temui dia, aku merasakan firasat buruk."
Cukup hening di ujung telepon, hingga Halilintar kembali bersuara.
"Baiklah, aku akan menjemputmu."
"Kita bertemu di pertengahan saja, aku akan cari duluan. Telepon aku ketika sudah sampai."
"Tu--"
Belum sempat menjawab, telpon sudah dimatikan oleh Yaya yang tergesa-gesa. Gadis itu mengambil cardigan dan semprotan merica. Juga menyelipkan belati kecil diantara cardigannya.
Ia langsung berlari keluar. Namun baru saja melangkah beberapa meter dari rumah, Halilintar kembali menelepon.
"Yaya, jangan gegabah. Tunggu saja disana."
"Aku akan berhati-hati, tenang saja," kata Yaya berusaha meyakinkan. "Aku juga akan mengungkap pembunuh ini sesegera mungkin."
Halilintar terus mengoceh, menyuruh Yaya untuk kembali. Namun Yaya akhirnya mematikan panggilan suara itu dan terus berjalan.
Malam itu terasa sunyi. Yaya menyusuri jalanan dengan tangan yang sudah siap memegang semprotan merica. Ia was-was, terus melihat ke kiri dan kanan.
Setelah itu, ia temukan ponsel Gopal. Tergeletak begitu saja di atas aspal jalanan. Ia memungutnya, dan menerka kemana lelaki itu pergi.
Matanya tertuju ke pepohonan rimbun yang ada di sisi jalan. Setelah memantapkan diri, ia akhirnya masuk ke sana.
Meski gelap, Yaya sama sekali tak menyalakan senter. Ia berjalan penuh kehati-hatian sambil berusaha melihat dengan tenang.
Sayup-sayup, ia dengar jeritan Gopal. Yaya langsung saja pergi ke asal suara tanpa mempedulikan resikonya.
Setelah akhirnya ia berhenti dan bersembunyi saat ada sosok lain yang membawa kunci inggris penuh darah. Membuat Yaya yakin bahwa sosok ini adalah pembunuhnya.
Dipastikan pembunuh itu kehilangan jejak Gopal. Karena Gopal menghilang dari sana sesaat setelah ada bunyi deru mesin mobil yang berhenti.
Selagi bersembunyi dan mencoba melihat wajah dari sang pembunuh. Dan menerka siapa itu.
Suara nada dering telepon dari Halilintar, mengacaukan segalanya.
.
.
.
***tbc***
A/n:
Karena ini harusnya update dua kali seminggu. Mungkin hari ini atau besok akan langsung sy update begitu sudah selesai chapternya.
Gak banyak yg bisa saya bicarakan kali ini di author note.
Tapi, sepertinya ada banyak teori baru yang bisa kalian peroleh.
Dan kemungkinan chapter selanjutnya, adalah panen clue.
See you.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro