Episode 13
La dan Hoshi mempercepat langkah menuju parkiran, hingga langkah kaki mereka terhenti ketika melihat Rae yang tampak duduk di atas motor La, menyenderkan kepalanya, menjadikan tangannya bantalan. La dan Hoshi saling tatap, dan entah Rae itu cenayang atau apa, Rae yang sebelumnya nampak tidur di atas motor segera duduk tegak menatap La, tersenyum menggerakkan dua jarinya di depan leher dari ujung kiri ke ujung kanan. Seakan hendak bilang, "I'll kill you".
La yang melihat itu bergidik ngeri. Sedangkan di kantin sana, Arfa sedang menelpon 110, seakan-akan tahu keadaan Rae, berjaga jika saja Rae benar-benar mengamuk.
•~•~•~•~•
La P.O.V
"Gu-gue bisa jelasin, Rae," ucapku tergagap. Rasa takut menyelimutiku. Kenapa aku selalu takut berhadapan dengan sahabat-sahabatku juga masih menjadi pertanyaan tersendiri dalam diriku.
"Jadi gue tadi itu niatnya ngirim ke kita-kita aja. Tapi tadi tangan laknat Hoshi senggol gu-"
"Lah kok jadi aku?" katanya tidak terima. Tangannya yang menunjuk dirinya dengan kepala yang dimiringkan menambah keinginanku untuk mencekiknya.
Aku meliriknya tajam, memberi isyarat. "EH BANTUIN GUE JENIUS!"
Ia hanya membalasnya dengan kedikan bahu. Seolah dia mengatakan, "Selesaikan masalahmu sendiri."
Aku menatapnya tajam, ada masalah hidup apa sih anak ini sampai nyawa temannya sedang di ujung tanduk saja dibiarkan?
Hoshi yang kutatap seperti tak mau kalah balas menatap mataku, membuat kami saling bertatapan membunuh.
1 detik...
2 detik...
3 detik...
4 detik...
5 det-
"Oke cukup. Kugorok beneran baru tau rasa kalian," kata Rae dingin. Aku buru-buru memalingkan mukaku ke arah Rae, takut dia akan sungguhan melakukan ancamannya.
Hoshi? Dia hanya menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal. Rasanya tanganku semakin tak tahan ingin mencekiknya.
Rae menghela nafas panjang, menatap aku dan Hoshi bergantian tampak sedikit ragu.
"Kalian harus membantuku menyelidiki sesuatu. Beberapa hari lalu aku melihat keanehan di perpus. Aku tidak terlalu yakin, apa itu sungguhan atau hanya halusinasiku, tapi intinya kalian harus membantuku mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Rae dalam satu tarikan nafas dan tempo cepat, sepertinya dia sedang menguji kemampuan telingaku dan Hoshi.
"Oke, aku bantu," kataku dengan cepat mengiyakan. Itu terdengar menarik.
Itu bisa membantu menghilangkan kata monoton dari kamusku. Maksudku membuat kegiatanku sedikit lebih menarik daripada hanya sekedar memainkan samsak di rumah atau 'memainkan' ponsel seharian dan marah-marah seperti orang gila ketika paket data habis.
"Oke jadi gin-"
Suara ponsel berdering memotong perkataan Rae.
Aku dan Rae saling tatap, beralih menatap Hoshi yang tampak meraih benda pipih di saku celananya, mengangkat telepon.
"Ya, selamat siang, di sini dengan Hoshi Vajra," ucap Hoshi dengan nada datar.
"..."
"Ya Tuan Alfred? Ada perlu apa telepon saya?" tanya Hoshi masih dengan suara datarnya, wajahnya seketika berubah suram.
"..."
"Oh, baik Tuan Alfred saya segera ke sana."
Aku dan Rae kembali saling pandang.
"Pekerjaan, Bung?" tanyaku menaikkan sebelah alisnya, menatap Hoshi.
Hoshi tampak menghela nafasnya lelah, mengangguk. Wajah menyebalkannya sekarang digantikan wajah frustasi. Dia yang kini seharusnya masih sibuk dengan kehidupan remaja harus bergelut di dunia pekerjaan yang melelahkan, bahkan terkadang kelam dan berbahaya.
Aku menghembuskan nafas, nasib kami berenam sebenarnya tidak jauh berbeda, itu membuatku bisa merasakan apa yang Hoshi rasakan sekarang. Dia lelah. Kami lelah.
•~•~•~•~•
Author P.O.V
Flashback On
Rae berjalan santai di lorong-lorong kelas. Tak terlalu ramai mengingat ini bukan hari sekolah. Hanya ada beberapa siswa membawa kardus penuh hiasan yang terlihat berlalu lalang. Rae melewati ruang UKS yang pintunya sedikit terbuka. Terlihat La dan beberapa pengurus UKS di sana. La sedang mengambil kotak obat. Arion juga terlihat disitu, terlihat menahan sakit di - entahlah tidak terlalu terlihat.
"Dasar La. Cari gara-gara apa lagi dia?" Rae memijit pelipisnya, terus berjalan.
Ia lantas berbelok masuk ke perpustakaan yang hanya berjarak satu ruangan dari UKS.
Begitu masuk perpustakaan, Rae langsung menuju rak dimana ia menemukan sekuel buku yang ia baca beberapa hari lalu. Beberapa siswa yang mengenalinya menyapanya yang dibalas dengan senyum dan lambaian kecil oleh Rae. Ia berhenti di di depan sebuah rak dan mulai mencari buku tersebut.
"Akhirnya ketemu! Sialnya, buku itu terletak di rak paling atas. Dengan tubuhku yang pendek bawaan begini, mana bisa aku mencapainya? Coba dulu sajalah."
Rae meraih buku itu dengan susah payah. Kakinya berjinjit, tangannya sempurna memegang buku itu. Ia menariknya perlahan. Saat itu, ujung matanya menangkap keberadaan seseorang lain didekatnya. Orang itu datang dari arah perpustakaan bagian lebih dalam. Berjalan melewati Rae yang mematung dalam posisinya tang terlihat sangat tidak elit.
"Tuan Arion? Bukannya dia tadi di UKS?"
Pandangan Rae terus mengikuti Arion hingga Arion berdiri di depan sebuah dinding kosong, menambah rasa kebingungan Rae. Rae memeluk buku itu di dadanya dan berjalan menghampiri Arion. Orang itu terlihat sedang menempelkan telapak tangannya di dinding
"Tuan Arion?! Apa yang sedang- ASTAGA!" Rae membelalakkan matanya lebar. Tangan Arion yang tadinya hanya menempel di dinding kini perlahan menghilang seperti masuk ke dalam dinding diikuti seluruh tubuhnya, semua seakan-akan hilang masuk ke dinding. Rae melotot, kemudian berjalan ke dinding itu lalu mengetuk-ngetuknya pelan, mengharapkan sesuatu terjadi.
"Rae? Kau sedang apa?"
Rae terlonjak kaget saat merasa pundaknya dipegang oleh seseorang. Ia berbalik. Wajahnya berubah horor melihat siapa yang barusan memanggilnya.
"T-tuan Arion?! Apa yang sedang tuan lakukan disini?!" Mata Rae seperti hendak keluar dari tempatnya saking hebatnya dia melotot, kaget setengah mati melihat Tuan Arion yang di sudut bibirnya tampak diplester.
"Lho? Memangnya saya nggak boleh ke perpus?"
"Eh... ahaha.. Saya permisi dulu," ucap Rae canggung.
Rae berjalan cepat ke pintu keluar perpustakaan. Tak lupa mampir ke meja resepsionis. Napas rae terdengar tak beraturan. Panik. Ia mencoba berbasa-basi dengan orang sambil menunggu antrian peminjaman. Ia menghela napas lega saat melihat ada orang yang ia kenal
Rae menepuk bahu seorang sesama kutu bukunya yang berambut sebahu itu, "Hai! Lo kok di sini? Ini hari Minggu loh," membuat suaranya seceria mungkin.
"Halo Rae!! Lah, gue juga pengurus," kata orang itu tertawa pelan, "lo pinjam buku apa lagi hari ini?" bertanya antusias. Sesama pecinta buku ya gitu.
"Ah.. ini," Rae mengangkat buku novel digenggamannya, "kemarin gue habis baca buku pertamanya. Seru! Teros ternyata ada buku keduanya. Seneng banget gue aaaaa", Rae memeluk tubuhnya sendiri erat-erat. Memperlihatkan betapa senangnya ia saat menemukan buku tersebut. Orang di hadapan Rae tertawa pelan. "Rae sekali", pikirnya.
"Oh iya, btw, lo tadi lihat nggak kapan Tuan Arion masuk perpustakaan?" Rae langsung berubah serius.
"Tuan Arion? Oh maksudmu Pak- eh! Maksudku Kak Arion guru baru itu?"
Ppfftt- Kak Arion? Serius lo manggilnya kak?
"He eh. Lo tadi liat nggak kapan K-kak Arion masuk perpustakaan?" Rae menahan ketawa mendengar panggilan temannya tersebut pada orang itu.
"Tadi dia masuk beberapa detik setelah lo masuk. Wajar sih kalo lo gak liat. Lo langsung gaspol kearah sono tadi," kata manusia di depan Rae itu, menunjuk ke arah rak tempat Rae menemukan buku tadi. Rae maju ke depan, sudah gilirannya. Ia hanya menunjuk judul buku dan name-tag yang ada dibajunya dan melanjutkan kegiatan mengobrolnya tadi. Sungguh tak sopan.
Rae terdiam, "Bukankah tadi Arion dari sisi dalam perpustakaan? Lalu siapa yang datang dibelakangku tadi? Bukan bukan! Siapa yang tadi datang dari dalam perpus?" alisnya terpaut, berpikir keras.
"Rae? Rae? Hello...? Earth to Rae?"
Rae terbangun dari pemikiran dalamnya. "Hah? ada apa kenapa?"
"Lo kayak abis mikir keras banget tadi. Jangan-jangan...", orang yang sejak tadi memanggil-manggil Rae itu meletakkan tangannya di dagu, berpikir ala-ala detektif dalam film misteri yang sering ia tonton.
"Jangan-jangan...?" Rae melihat temannya dengan penuh antisipasi.
"Jangan-jangan lo suka kak Arion" kata teman Rae itu, tangannya menunjuk Rae. Wajahnya menampilkan ekspresi terkejut. Mulutnya membulat membentuk huruf "o".
Rae yang mendengarnya hanya bisa membalasnya dengan wajah datar. Tak lama kemudian ia mengeluarkan suara tertawa tertahan. "Pfft- mana mungkin gue suka sama orang sok tebar pesona gitu. Btw, gue duluan ya. Daaah", Rae berlari-lari kecil keluar perpus. ia memperlambat lajunya saat sudah jauh. Wajahnya yang semula ceria berubah serius.
"Gue harus beritahu La."
Flashback off
•~•~•~•~•
YO GED AIM BEK. DAH LAMA BEUT AING GA UP. MAAF YAAAA JAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA OKAYY~!🐣
Sorry typo bertebaran. Jangan lupa buat kasih tau author kalau liat yang typo yah^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro