Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 | Rumaisha

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

***

Drrrt ... drrrt ....

1 new message.

From : Upi

Akhi, gimana CV ta'aruf ane ke adek ente? Udah ada jawaban belum?

Azzam mendesah pelan membaca pesan dari sahabatnya tersebut. Sampai saat ini Aisyah bahkan belum memikirkan lebih lanjut mengenai CV ta'aruf sahabatnya.

Drrrt ... drrrt ....

1 new message.

From : Upi

Kalau sekiranya ade ente menolak untuk bertukar CV, ane ikhlas. Mungkin emang belum jodohnya kita iparan, Zam.

Bah!

Tidak percaya Azzam kalau sahabatnya bisa ikhlas begitu saja. Ia sudah tahu kalau sejak lama sahabatnya ini naksir dengan adiknya dan menunggu waktu yang tepat dan usia Aisyah yang cukup untuk menyerahkan CV ta'arufnya.

Ia harus membicarakan hal ini dengan Aisyah secepatnya.

Ah, berbicara mengenai Aisyah, sepertinya ia harus menghindari untuk bertemu Mai saat ini. Bagaimana bisa ia tiba-tiba saja berpikiran untuk menyampirkan pashmina yang berbahan tebal dan tidak licin pada teman Ai itu?

Bantu kami menjaga pandangan?

Azzam terkekeh geli pada perkataannya tadi. Tapi ini memang untuk kebaikan gadis itu, kalau-kalau ia lupa karena bajunya yang terbuka kemarin ia hampir saja menjadi santapan lelaki semalam.

Lebih baik Azzam berwudhu dan mengumandangkan adzan dzuhur di masjid pesantren putri guna mengusir pikirannya untuk berkelana lebih jauh.

Godaan setan menjelang pernikahan memang berat!

***

"Mai?"

Aisyah lekas menghampiri Rumaisha yang terlihat kebingungan dengan pashmina biru dongkernya. Leher serta rambutnya yang masih terlihat tidak menjadi masalah. Pun dengan kedua ujungnya yang diletakkan bersilangan pada bahu kanan-kiri Mai. Belum sempurna, tapi setidaknya ia tidak keluar rumah dengan rambut legamnya yang terurai.

Tapi masalahnya, siapa yang memakaikan pashmina ini?

Tidak mungkin Rumaisha mengambilnya sendiri karena ia berkeyakinan kuat kalau ketika temannya keluar rumah, gadis itu tidak mengenakan kerudung.

"Ai?"

Rumaisha sendiri tampak kaget. Ternyata saat ini ia sedang berada di pondok pesantren milik temannya.

Tapi bagaimana bisa? Apa yang terjadi semalam hingga aku bisa berada di sini?

"Sudah bangun, Mai? Yuk, ikut Ai dulu. Nanti Ai jelasin."

Ai menggenggam tangan Mai dan membawanya pada teman-temannya. Beberapa di antara mereka ada yang mengenakan cadar seperti Ai, selebihnya hanya berkerudung panjang saja tanpa cadar.

"Assalamu'alaikum," salam Aisyah dan dijawab dengan serempak.

"Wa'alaikumsalam, Ai."

Mereka tersenyum melihat Rumaisha dengan penampilan bangun tidurnya serta kerudung yang belum sempurna. Namun itu semua tidak menutupi keramahan dan ketulusan mereka dalam menerima Rumaisha untuk bergabung dan berteman.

Rumaisha tersenyum canggung ketika mereka menunjukkan rasa penasarannya dan bertanya dengan suara lembut. Ia tidak pernah berada di sekumpulan orang yang menerima dengan tangan terbuka akan dirinya. Kalaupun iya, itu pasti ada Ratu di dalamnya yang menjadi perantara Mai untuk 'bergaul' dengan teman-temannya.

"MasyaaAllah. Wajahnya secantik namanya si teteh. Semoga istiqomah ya, teteh cantik," kata ustadzah Dzurriyah atau biasa dipanggil Dzah Iyah, guru halaqah tarbiyah Ai.

Gadis itu mengaminkan.

"Rumaisha tahu apa arti di balik nama indahmu itu?" tanya ustadzah Iyah.

Gadis itu menggeleng, "sa—saya nggak tau, bu ustadzah."

Ustadzah Iya tersenyum, "Rumaisha artinya adalah kedamaian, damai, yang mendamaikan. Bagus sekali, kan? Orang tua teteh pasti mengingkan kehidupan anaknya kelak penuh dengan kedamaian."

"Saya nggak tau orang tua saya siapa, ustadzah," jawab Rumaisha tersenyum pahit. "Saya bahkan nggak tau apakah yang memberi nama 'Rumaisha' itu orang tua kandung atau ibu panti yang menemukan saya? Saya ... tidak ingat."

Ustadzah Iyah, teman-teman halaqah, bahkan Aisyah tampak terkejut mendengar pengakuan gadis itu. Mereka tidak dapat berkomentar apa-apa, hanya ustadzah Iyah yang berbicara meminta maaf.

"Nggak papa, bu ustadzah. Saya hanya ... takjub dengan artinya, tapi di sisi lain saya juga mengasihani diri sendiri. Apakah memang benar orang yang memberikan nama 'Rumaisha' pada saya berharap kelak kehidupan saya akan damai? Selama ini bahkan hidup saya terasa hampa, menderita, dan saya ... saya rasa nama tersebut tidak menggambarkan kehidupan saya yang sesungguhnya. Rasanya ... saya bahkan ingin mengganti nama saya saja, bu ustadzah."

"Jangan, sayangku. Nama adalah do'a yang tersemat. Kalaupun kehidupan yang dirasa ternyata tidak sesuai dengan do'a pada nama kita, boleh kita tengok sedikit ke belakang. Apa ada yang salah dengan diri ini? Apakah sesungguhnya diri ini termasuk hamba yang lalai, hamba yang mengabaikan perintahNya?"

Rumaisha menangis. Lebih-lebih setelah ia mendengar lantunan adzan yang begitu merdu. Membuat hatinya kembali bergetar dan bulu kuduknya meremang seolah baru pertama kali mendengar suara ini. Lantunan adzan kali ini benar-benar memporak-porandakan hatinya yang kosong.

Perasaan hampa yang dirasa seperti haus untuk diisi sesuatu. Dan Rumaisha masih belum mengetahui, apa nama dari sesuatu yang dapat menghidupi kehampaan tersebut?

"Aisyah."

"Ya, Rumaisha."

"Tolong ajari aku wudhu dan shalat, Ai," bisiknya sedikit malu. Sudah sebesar ini, justru ia melupakan hal yang seharusnya sudah menjadi kebiasaan seorang muslim.

Bola mata Aisyah membulat penuh keharuan, "akan Ai bantu, Mai."

***

Shalat berjama'ah sudah selesai dilaksanakan. Para santriwati dzikir dan do'a bersama terlebih dahulu sebelum berdiri, entah untuk shalat sunnah ba'diyah di lain tempat atau balik ke asrama.

Di dalam kamar Aisyah, ia duduk menunggu temannya itu selesai shalat di masjid sebelum belajar wudhu dan shalat. Tidak mungkin ia yang masih 'buta' mengenai hal tersebut harus ikut shalat berjama'ah.

Beberapa saat kemudian Aisyah masuk ke dalam kamar masih dengan menggunakan mukena yang dipakainya untuk shalat.

"Siap belajar sekarang, Mai?"

Rumaisha mengangguk.

"Allah masih menerima taubatku, kan, Ai?" tanyanya cemas.

"Tidak pernah ada kata terlambat untuk bertaubat selama ajal belum menjemput ataupun sangkakala yang ditiup. Karena jika keduanya sudah terjadi, kesempatan emas tersebut akan menguap dan pintu taubat tertutup rapat."

"Semoga Allah mempermudah langkah baruku."

"Allah akan senang menyambut langkah barumu, Mai. Langkah yang mendekatkanmu padaNya. Langkah yang kelak akan membuatmu terus merindu untuk bersujud dan bersimpuh padaNya. Hingga perasaan hampa yang kamu rasa, kan terisi dengan bunga-bunga keimanan dan terpenuhi oleh cintamu kepadaNya."

***

الْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن     

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro