Mata kucingnya bagai sebuah candu, yang memberikan kehangatan tersendiri kepada Cakra Devanio. Sang lelaki berparas tampan serta berstruktur jenjang itu menatap sang kekasih yang terbaring lemah di sebuah ranjang tepat didalam ruangan bernuansa putih serta bau khas alkoholnya. Namanya Abiyan Putra Mahendra, sang lelaki pemilik manik seperti kucing, tampan serta manis menghiasi parasnya, kadang perempuan pun iri dengan keindahan ciptaan Tuhan yang seakan akan tak adil. Namun orang ini mengidap sebuah penyakit yang ditakuti oleh segala usia, yaitu kanker saat ia mengijakkan kaki di kelas 1 SMA. "Bagaimana Parasku? Apakah kau membencinya?" Ucap orang yang dikenal Abiyan Putra Mahendra itu, lalu dengan santainya sang Cakra menjawab "Aku sudah mencintaimu, bagaimanapun kau akan selalu indah di mataku" Ucap Cakra tersenyum kearah Abiyan. Disana Abiyan tersenyum, ternyata ia sudah menemukan Soulmate nya. Selama ini ia fikir bahwa semua ini hanya mencari pengalaman semata oleh anak remaja seumurnya, namun ternyata tiga tahun selama ini bukan hanya sebatas pengalaman namun cinta dan dicintai. "Aku sudah bisa tenang sekarang" Ucap Abiyan lirih, bisa ia lihat juga wajah sang kekasih pun mulai panik "Kau bisa sembuh babe... Ayo kita berjalan ke taman yang sering kita datangi bersama lagi ya" Sang kekasih membalas dengan khawatir, tak dapat dia jabarkan betapa gelisah nya sanubari dirinya mendengar ucapan sang kekasih kala terbaring lemas tersebut. Lonceng keras menyapa gendang telinga Cakra, membuat dirinya tanpa disadari meneteskan ribuan air mata. Pertemuan terakhir nya diakhiri dengan Abiyan yang berucap "Jikalau aku tak dapat menemanimu ditaman itu lagi, tunggu aku di kehidupan selanjutnya ya..." Disini berdiri Cakra di hamparan ombak yang menyeret tapaknya menjauh dari daratan "We will meet again, in Another Life" Lalu menghilang dari daratan.

"Aku menemukanmu Hyung" -Lee Seokmin

"Kau lama juga datangnya ya.."  -Hong Jisoo

#A

Pembukaan sebelum semua cerita bukan lagi tentang FF, kita ganti bakalan jadi keluarga keluarga di SEVENTEEN