6. Kenyataan yang Menyakitkan
Dengan gelisah Arum menunggu sang mama menjawab panggilan teleponnya. Setelah berpikir berulang kali, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi mamanya. Namun, sensasi yang dirasakan remaja perempuan itu sangat berbeda. Entah mengapa ia merasa gelisah, terlebih di saat sang mama belum juga menjawab panggilan teleponnya.
"Kenapa mama belum juga menjawab teleponku?" tanya Arum sambil menggigiti kuku jarinya.
Desahan panjang terdengar jelas. Arum menyerah setelah beberapa kali mencoba menelepon mamanya lalu meninggalkan ponsel di atas meja makan.
"Sekarang aku benar-benar ragu jika aku masih hidup. Mama selalu menjawab teleponku, tetapi enggak dengan sekarang. Bagaimana caranya agar aku bisa mengetahui bahwa aku benar masih hidup atau memang sudah meninggal?" Arum bertanya penasaran pada dirinya sendiri. Ucapan Reki membuatnya tidak bisa tenang.
Punggung itu disandarkan pada bantalan sofa. "Aku malah gak bisa mikir sekarang," katanya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal, lalu memejamkan mata.
***
Arum terbangun dari tidurnya setelah mendengar adanya suara. Dia beranjak meninggalkan sofa lalu mencari sumber datangnya suara itu. Seketika langkahnya berhenti saat melihat seorang wanita berjalan menuju ruang keluarga. Wanita itu menggeret sebuah koper besar di tangan kanannya.
"Mama?"
Arum berlari cepat menuju wanita yang merupakan mamanya itu lalu memeluknya erat. Akan tetapi, sang mama tidak membalas pelukannya.
"Mama gak kangen Arum?" tanya Arum sambil melepaskan pelukannya.
Mia menghentikan sejenak langkahnya lalu memperhatikan Arum yang berada di hadapannya. Bukannya membalas pertanyaan atau pun pelukan dari sang putri, Mia justru menghiraukan Arum. Ia kembali melanjutkan langkah dan meninggalkan Arum yang terpaku di tempatnya.
"Ma, ini Arum loh. Kenapa Mama menghiraukan Arum begitu saja? Apa karena capek? Arum akan buatkan teh hangat untuk Mama," kata Arum seraya mengikuti langkah Mia. Namun, Mia tetap berdiam diri sambil terus berjalan.
"Mama marah sama Arum?" tanya Arum sambil mendudukkan diri di samping sang mama.
Mia menghela napas panjang. "Arum, kamu sudah pergi, tetapi Mama dapat merasakan bahwa kamu masih ada di sini. Mama masih belum bisa menerima kepergianmu. Ini semua salah Mama," ucap Mia tiba-tiba.
Arum terbelalak kaget. Maksud ucapan mamanya itu apa? Arum pergi ke mana?
"Ma, aku di sini. Aku gak pergi ke mana pun. Aku selalu berada di rumah ini," ucap Arum sambil menunjuk diri sendiri.
"Sekarang Mama hanya tinggal sendiri, Arum. Kamu pergi begitu cepat," ucap Mia lagi.
Arum berjongkok di depan Mia. "Ma, Arum ada di depan Mama sekarang. Kenapa Mama bilang kalau Mama tinggal sendiri? Arum ada di sini untuk Mama." Arum berucap sambil memeluk erat Mia.
"Bahkan sekarang, Mama masih dapat merasakan pelukan hangatmu, meskipun kamu telah meninggal, Arum."
Kata meninggal yang keluar dari mulut Mia membuat Arum terpaku di tempatnya. Seketika tubuhnya lemas. Energinya seperti terkuras habis. Perasaannya tidak dapat digambarkan sekarang.
"Aku meninggal?" ucap Arum pelan pada dirinya sendiri. Ia lalu memperhatikan punggung Mia yang berjalan menjauhinya.
"Aku harus memastikan sendiri," ucap Arum lagi. Ia masih belum mempercayai bahwa dirinya telah meninggal, meskipun Mia telah mengungkapkan rasa sedihnya atas kepergian sang putri.
Demi memastikan dan meyakinkan diri sendiri, Arum mengikuti ke mana pun Mia pergi. Tidak hanya mengikuti, tetapi ia menyentuh, serta memeluk sang mama. Hangatnya tubuh Mia yang masih dapat dirasakan Arum membuatnya memiliki secercah harapan. Memberinya sedikit keyakinan bahwa ia masih hidup.
"Aku yakin bahwa aku masih hidup. Buktinya, aku masih bisa menyentuh dan memeluk mama," kata Arum yakin. Ia mengulurkan tangan lalu menyentuh punggung tangan Mia. Namun, sentuhan kali ini berbeda dari sebelumnya. Arum tidak lagi dapat merasakan hangatnya tangan Mia.
Tangan itu diperhatikan oleh Arum. "Aku gak bisa sentuh mama lagi?" tanyanya heran.
Tidak ingin menyerah, Arum berusaha menyentuh Mia. Akan tetapi, ia tidak bisa menyentuh seperti sebelumnya. Usaha itu terus dilakukan sampai membuatnya lelah. Tidak hanya menyentuh Mia, Arum juga tidak bisa lagi menyentuh barang-barang yang ada di sekitarnya.
Arum terduduk lemas di lantai. "Aku meninggal. Ya, aku sudah meninggal. Reki gak bohong. Mama juga gak mungkin bohong. Aku benar-benar meninggal," ucapnya sambil terus memperhatikan Mia yang tertidur pulas dari kejauhan.
"Aku meninggal, tetapi aku gak tahu apa penyebab mengapa aku meninggal. Aku bahkan gak merasakan keanehan pada tubuhku sendiri. Kapan tepatnya aku meninggal? Sejak pertama kali bertemu Reki, apakah aku sudah meninggal?" Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam benak Arum. Ucapan Reki mau tidak mau harus diterima olehnya. Sekarang ia yakin bahwa dirinya memang sudah meninggal.
Arum beranjak dari tempatnya. Ia berjalan mendekat menuju Mia lalu mendudukkan diri di tepi ranjang. "Ma, Arum gak tahu kalau Arum sudah meninggal. Saat Mama mengatakan itu pun, Arum masih gak percaya. Tetapi, di saat Arum sudah gak bisa lagi menyentuh atau memeluk Mama, Arum percaya bahwa Arum memang sudah meninggal. Rasanya sakit karena Arum hanya bisa melihat, tanpa bisa menyentuh dan memeluk Mama," ucapnya dengan air mata yang mulai jatuh.
"Mempercayai suatu kebenaran yang gak diharapkan benar-benar sakit. Mempercayai bahwa aku hanya dapat melihat mama membuatku kecewa sekaligus marah. Jika memang aku telah meninggal, kenapa aku gak menghilang dari dunia ini? Kenapa aku masih menetap di rumah ini, tanpa bisa pergi meninggalkannya? Alasannya apa? Masih ada banyak hal yang belum aku ketahui."
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro