Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sekotak Bekal pt. 1 [TH]

a/n: Cie siapa yang udah menunggu ceritanya Taehyung? Para bucin Taehyung mari berbaris!

Move on itu tidak pernah mudah dilakukan. Terutama karena ada meninggalkan dalam prosesnya. Baik itu seseorang, kenangan atau tempat sekalipun. Siapa bilang hanya orang-orang yang ditinggalkan saja yang merasa 'sakit'? Pada kenyataannya, meninggalkan pun tidak semudah itu.

Taehyung harus merasakan itu di usianya yang ke enam belas. Saat itu Taehyung dipaksa meninggalkan tempat kelahirannya untuk berpindah ke tempat baru. Dan tentu saja untuk remaja seusia Taehyung bukan hanya tempat kelahiran yang harus ia tinggalkan tetapi sekolah, teman-teman dan banyak kenangan lainnya. Dan jelas itu tidaklah mudah.

Taehyung pindah dari Bandung untuk tinggal bersama Kakek dan Neneknya di Yogyakarta bertepatan dengan semester barunya di kelas sebelas. Keluarganya pindah untuk membantu mengurus perkebunan keluarga. Tentu saja banyak yang Taehyung pikirkan. Terlalu banyak kenangan yang ia miliki di Bandung dan juga Taehyung tidak siap meninggalkan teman-temannya di sana. Meskipun jarak bukanlah suatu kendala di zaman modern ini, tetap saja Taehyung tidak siap.

Di hari pertama masuk di sekolah baru, Taehyung tidak kesulitan mendapatkan teman. Meskipun Taehyung masih sedikit canggung karena perbedaan bahasa dan suasana yang masih asing untuknya, ditambah dengan kultur yang jelas berbeda dengan tempatnya tinggal dahulu. Hal itu tanpa sadar membuat bobot tubuh Taehyung turun dan selama minggu-minggu awal Taehyung tinggal di Yogyakarta ia kesulitan tidur. Meskipun Taehyung selalu tersenyum, tetapi sejujurnya kesedihan karena teringat teman-teman dan kehidupannya di Bandung itu tetap ada. Sampai akhirnya Taehyung bertemu Jimin dan mereka berteman akrab, saat itu Taehyung mulai bisa menerima kehidupan barunya di Yogyakarta.

Dan juga seseorang yang spesial untuknya.

Saat itu adalah minggu ke dua Taehyung di sekolah barunya. Taehyung tidak sulit beradaptasi dengan orang-orangnya melainkan bahasa. Karena Taehyung tinggal di pinggiran kota, maka sebagian besar murid-muridnya menggunakan bahasa daerah dan hanya menggunakan bahasa Indonesia ketika jam pelajaran. Itu pun terkadang masih dicampur dengan bahasa daerah. Karena itu Taehyung sedikit kesulitan untuk berinteraksi sebab keterbatasan bahasa. Waktu istirahatnya yang biasa Taehyung habiskan di kantin sambil bersenda gurau dengan teman-temannya dari berbagai kelas dan jurusan (Iya, Taehyung tuh dulu punya teman dari beda jurusan dan kelas), kini Taehyung memilih berdiam diri di kelas. Terkadang Taehyung juga kehilangan selera makan sehingga saat istirahat justru ia gunakan untuk tidur dari pada makan.

Jimin adalah satu-satunya yang mencoba mendekati Taehyung di saat-saat tersebut. Awalnya karena rasa tanggung jawabnya sebagai ketua kelas, Jimin sering membagi bekal atau jajanannya dengan Taehyung dengan dalih 'kekenyangan' dan memaksa Taehyung menghabiskan makanannya. Dan hal itu rupanya diperhatikan oleh seorang gadis yang juga merupakan teman sekelas Taehyung.

Namanya Saras. Gadis itu baru masuk di minggu ke dua Taehyung pindah karena sakit. Sehingga ketika Saras melihat kursi di belakangnya yang seharusnya kosong terisi, gadis itu mengernyit. Meskipun Saras tidak bisa melihat wajahnya, Saras tau sosok itu bukanlah salah satu dari teman sekelasnya. Teman-temannya tidak ada yang sekurus itu. Saras sampai harus keluar kelas memastikan kalau tidak salah masuk ruang kelas.

Saras meletakkan ranselnya dengan canggung, masih sedikit takut jika dia salah kelas meskipun papan di depan ruang kelas masih menunjukkan kalau ruang kelas yang ia tempati ini memang miliknya. Karena kelas masih kosong dan hanya ada mereka berdua di sana, tentu Saras tidak tau harus bertanya pada siapa. Pun lelaki itu terlihat sedang tidur di atas ranselnya yang diletakkan di atas meja.

Setelah akhirnya Saras berkenalan dengan Taehyung, interaksi mereka hanya sampai di situ karena memang Saras lebih sering berinteraksi dengan teman-teman perempuannya begitupun Taehyung. Di kelas Saras memang anak laki-laki dan perempuan tidak terlalu akrab. Tidak musuhan juga sih, hanya mereka punya dunia masing-masing dan tidak saling mengganggu. Tetapi bukan berarti juga tidak kompak.

"Mey, itu Jimin beliin makanan buat Taehyung lagi, ya?" Saras berbisik di suatu waktu saat dirinya dan sahabatnya, Meydina, sedang berada di kantin dan melihat Jimin sang ketua kelas tengah membeli dua piring siomay untuk dibawa ke kelas.

Meydina yang sedang menyantap makanannya mengedikkan bahu. "Ndak tau aku, Ras. Iya kali. Mungkin si Taehyung nitip?"

Saras menggeleng. Sudah beberapa hari belakangan ini Saras kerap mendapati Jimin membeli makanan untuk Taehyung. Bahkan Saras pernah mendapati Jimin terang-terangan dengan sengaja membawa dua bekal dan diberikan pada Taehyung. Tentu saja hal itu menarik perhatiannya. Tetapi Saras tidak ingin Meydina tau dan berpikir Saras yang tidak-tidak kepada si anak baru. Sehingga Saras pun tidak berkomentar lagi setelah itu dan memilih mengganti topik.

Keesokan harinya, Saras lagi-lagi mendapati Taehyung menjadi penghuni pertama kelas. Dan lagi-lagi lelaki itu tertidur di atas mejanya. Hal itu membuat Saras jadi mulai memikirkan, apa yang sebenarnya laki-laki itu lakukan sehingga selalu mengantuk di pagi hari? Apa jangan-jangan dia sakit? Makanya tubuhnya kurus gitu dan bawaannya lemes?

Sepulang sekolah, Saras tidak sengaja mendengar percakapan Taehyung dan Jimin. Siang itu Jimin mengajak Taehyung untuk ke rumahnya, main, tetapi Taehyung menolak karena dia harus ke kebun membantu kakeknya. Dan hal itu membuat Saras merasakan simpati. Pertanyaan Saras tentang mengapa Jimin selalu membagi bekal dan makanannya untuk Taehyung serta kenapa lelaki itu selalu tampak lemas dan mengantuk di sekolah adalah karena Taehyung ternyata berasal dari keluarga kurang mampu yang harus bekerja di kebun sepulang sekolah. Pikirnya.

"Bu, besok boleh nggak aku minta lebihin satu porsi makanannya?" tanya Saras pada Ibu yang sedang sibuk menyiapkan bahan masakan untuk kateringnya. Ibu Saras memiliki usaha katering di mana beliau membuat makan siang untuk para pekerja pabrik.

"Boleh. Temen kamu ada yang pesan?"

Saras menggeleng sambil membantu Ibu memetik toge. "Bukan, Bu. Ibu ingat ndak temen Saras yang baru itu? Yang kemarin Saras ceritain." Ibunya mengangguk, lalu Saras melanjutkan, "Nah itu buat dia Bu. Ternyata dia kayaknya dari keluarga kurang mampu. Pulang sekolah dia kerja di kebun, terus hampir setiap hari dia dikasih makan sama Jimin."

"Oh, ya? Kasihan sekali temenmu itu, Ras. Yaudah besok Ibu lebihin buat temenmu itu. Setiap hari juga ndak papa biar dia bisa ngirit uang sangu."

"Ibu tapi nanti rugi, ndak?"

"Ya ndak toh, kan hitung-hitung berbagi. Doain aja rezeki ibu jadi lebih lancar nantinya."

Saras tersenyum bangga. Ia mengecup pipi sang Ibu. Well, meskipun sudah SMA Saras tidak pernah malu menunjukkan afeksinya terhadap sang Ibu. Saras memang sedekat itu dengan Ibunya, mungkin karena dia anak satu-satunya. "Makasih ya Bu. Nanti kalau Saras sempet, Saras aja yang bungkusin makanannya." Sang Ibu hanya membalasnya dengan senyuman lembut.

***

Saras berusaha datang lebih pagi—meskipun biasanya juga dia selalu datang paling pagi—berharap Taehyung belum sampai. Tetapi sayangnya harapan Saras pupus saat melihat punggung lelaki itu berjalan tepat di depannya di koridor.

Saras meremas plastik di tangannya yang berisi kotak makan plastik dengan makanan untuk Taehyung. Saras niatnya ingin diam-diam meletakkan itu di laci meja Taehyung sebelum lelaki itu datang karena tidak ingin membuatnya tersinggung apabila Saras memberikannya secara langsung. Apalagi posisinya Saras tidak begitu akrab dengannya. Jimin saja yang notabennya dekat dengannya terkadang sering ditolak apabila ingin membelikannya makanan, apalagi Saras yang sangat jarang berinteraksi?

"Eh, pagi." Taehyung menyapa Saras ketika mata mereka bertukar tatap. Saras masih berdiri di depan pintu saat Taehyung sudah duduk di tempatnya. "Kok nggak masuk?" tanyanya karena melihat Saras hanya diam saja di tempat.

Saras mengerjap. "Eh, iya. Pagi juga." Saras mencoba untuk tidak bersikap canggung meskipun gagal. Buru-bur Saras menuju tempat duduknya dan meletakkan bekal tersebut di laci mejanya. Lalu keheningan mendera karena salah satu dari mereka tidak ingin membuka percakapan.

Saras menoleh ke belakang, berniat melihat apa yang sedang Taehyung lakukan tetapi terkejut karena ternyata Taehyung sedang menatap ke arahnya. Dan ternyata Taehyung juga sama terkejutnya dengannya. Canggung sekali rasanya sehingga akhirnya Saras memutuskan keluar kelas dan duduk di kursi beton yang terdapat di sisi lapangan. Sepertinya Saras harus minta tolong pada Jimin nanti untuk memberikan bekal tersebut karena tidak seperti dugaannya, Taehyung tidak tidur seperti biasanya pagi itu.

Ketika melihat Jimin berjalan di koridor, Saras buru-buru menghampirinya sambil setengah berteriak, "Jimin!"

Jimin menatap Saras dengan alis tertaut. "Lah Saras? Kamu ngapain di depan kelas? Kok nggak di dalem?"

Saras hanya memasang cengiran, lalu ia sedikit menarik Jimin menjauh dari ruang kelas mereka. Posisi mereka masih di koridor memang, tetapi koridor di depan ruang kelas. "Anu aku mau minta tolong ya, Jim?" tanya Saras ketika mereka sudah cukup berjarak dari ruang kelas.

"Boleh aja, minta tolong apa memang? Dasar si ketua kelas baik hati.

"Itu aku nitip bekal buat Taehyung." Saras menggaruk belakang telinganya, gesture yang kerap ia lakukan saat gugup atau kikuk. "Tapi kalau bisa jangan kasih tau dari aku."

"Memang kenapa?"

"Kenapa aku kasih bekal atau kenapa nggak boleh kasih tau?" Saras menatap Jimin bingung.

Jimin lalu terkekeh. "Dua-duanya sih kalau bisa."

"Pengen aja, nggak ada alasan." Tentu saja Saras tidak bisa mengatakan karena dia merasa simpati pada Taehyung. Tidak enak, kan Jimin teman dekatnya.

Jimin tersenyum penuh arti, meledek bahkan kalau bisa dikatakan. Hal itu membuat Saras merasa perlu untuk menjelaskan. "Ehhh, kamu jangan mikir macem-macem loh, Min. Itu aku beneran cuma mau ngasih aja, ada lebih makanan katering Ibu." Saras mengatakannya dengan cepat dan terburu-buru membuat gelagatnya justru semakin mencurigakan.

Jimin lagi-lagi tertawa. Tawa yang membuat matanya menghilang karena pipinya yang chubby terangkat. "Aku ndak bilang apa-apa, toh? Tapi makasih ya, nanti aku sampaikan ke Taehyung."

"Jangan bilang dari aku, loh."

"Iya."

Lalu Jimin berlalu diikuti tatapan Saras hingga sosoknya menghilang di pintu kelas. Saras hanya berharap Jimin tidak memberi tahu Taehyung.

***

Saras sedang membantu teman-temannya memasukkan bola basket yang mereka gunakan untuk pelajaran olahraga ke keranjang penyimpanan saat Taehyung muncul di ambang pintu dengan senyum kotak terpatri. Lucu.

Anak laki-laki dan perempuan melaksanakan kegiatan olahraga bebas setelah pengambilan nilai teknik basket. Di mana anak laki-laki memilih bermain sepak bola sedangkan anak perempuan bermain basket. Pelajaran olahraga kelas mereka dimulai setelah istirahat, karena itu Saras belum sempat bertemu lagi dengan Taehyung dan tidak tau apa tanggapannya soal bekal yang ia titipkan pada Jimin.

"Eum, Sarasati, aku boleh ngomong sebentar?" Taehyung bertanya dengan ragu di ambang pintu. Mungkin khawatir akan canggung karena memang mereka jarang berinteraksi.

Tatapan teman-teman Saras yang juga ada di ruang penyimpanan itu tertuju pada Saras dan Taehyung bergantian. Menatap penuh rasa penasaran.

"Iya, boleh." Lalu Saras menatap teman-temannya dan izin permisi karena dia juga sudah menyelesaikan tugasnya merapikan bola-bola.

Mereka bicara tidak jauh dari ruang penyimpanan. Lagi pula ini bukan percakapan rahasia, jadi tidak perlu mencari tempat jauh.

"Makasih ya, Sarasati."

Duh. Jantung Saras berdegup, cemas. Jangan-jangan Taehyung tahu soal bekal itu? Dasar Jimin ember!

"Panggil Saras aja. Dan terima kasih buat apa, ya?" Saras berpura-pura polos. Stay positive mungkin yang Taehyung bahas bukan soal bekalnya.

"Bekal."

Taehyung tau. Saras ingin mencelupkan diri ke sumur di belakang sekolah saja rasanya.

"Bekal yang kamu titip ke Jimin, makasih ya. Enak." Taehyung memasang senyuman kotaknya lagi.

"Eh itu... kok kamu tau? Jimin bilang, ya?"

Taehyung menggeleng. "Nggak, kok. Aku liat di kotaknya, ada label katering. Terus Jimin pernah bilang kalau keluarga kamu punya usaha katering, jadi aku pastiin lagi ke Jimin apa ini katering keluarga kamu atau bukan."

Ugh, jadi intinya tetap saja Jimin lah yang memberi tahu Taehyung secara tidak langsung! Tapi salah Saras juga lupa dengan label katering yang tertera di kotak makannya.

Saras lalu memperhatikan ekspresi Taehyung. Anehnya lelaki itu tidak menunjukkan ekspresi lain selain senyum kotak yang terus bertengger di bibirnya. Huh, padahal Saras sudah khawatir kalau Taehyung akan marah atau tersinggung karena perbuatannya.

Beberapa hari kemudian setelahnya, Saras kembali membawa bekal yang niatnya ingin dia berikan lagi untuk Taehyung. Masih dengan perasaan yang sama, simpati dan iba. Dan niatnya hari itu Saras akan memberikannya sendiri. Toh menurutnya Taehyung bukan orang yang mudah tersinggung.

"Ras!" Saras tersentak saat namanya dipanggil tiba-tiba. Dia baru saja selesai meletakkan bekal tersebut di laci meja Taehyung. Untungnya hari itu Taehyung belum datang sehingga Saras berinisiatif meletakkannya di laci meja Taehyung. Yah, biar tidak terlalu canggung.

Saras mendapati Meydina sahabatnya tengah menatapnya di depan kelas. "Kamu ngapain toh? Kamu naruh apa di situ?" tanyanya penasaran.

"Ah, ini aku naruh kotak bekal," Saras berusaha terdengar santai sambil berjalan ke tempat duduknya sendiri. Seolah memberi bekal ke Taehyung bukanlah sesuatu yang aneh.

"Buat apa?" Meydina mengernyit. "Taehyung pesen katering Ibumu?" tanyanya penuh selidik.

Tidak ingin berbohong pada sahabatnya, akhirnya Saras pun mengaku pada Meydina alasannya memberikan Taehyung bekal. Dan detik setelah Saras menjelaskan, Meydina langsung memukul punggungnya. Bukan pukulan yang sakit, tetapi tetap terasa lumayan panas. Dan tahu apa? Bukannya menjelaskan kenapa Meydina tiba-tiba memukulnya, gadis itu justru tertawa terbahak-bahak.

"Ampun deh, Ras!" Gadis itu berkata susah payah di tengah tawanya. "Ras, Taehyung tuh bukan anak nggak mampu! Asal kamu tahu, kakeknya tuh yang punya perkebunan luas di dekat balai desa itu."

"Hah?" Mata Saras membeliak kaget. "Serius, kamu?"

Meydina berusaha menghentikan tawanya saat dilihatnya teman sekelas mereka perlahan mulai berdatangan. "Kamu tuh lagian ada-ada aja, deh. Jangan judge orang sembarangan dari fisik gitu, dong."

"Bukan gitu maksudku, Mey, habisnya dia lemes terus kelihatannya. Mana aku tahu, kan?"

"Dia masih adaptasi, mungkin. Kan pindah itu bukan perkara fisiknya aja yang pindah. Banyak kenangan dan orang tersayang yang harus ditinggalin juga. Butuh waktu."

Saras hanya bisa mencerna apa yang Meydina katakan. Kebetulan dengan itu, Taehyung baru saja datang bersama Jimin. Benar juga, setelah hari di mana Saras memberikan bekal pertama kali pada Taehyung, lelaki itu tidak lagi sering tidur di kelas. Taehyung sudah bisa berbaur dan bergabung bersama teman-teman sekelas mereka yang lain. Lelaki itu juga jadi sangat sering menunjukkan senyum kotaknya.

Benar kata Meydina, mungkin Taehyung hanya sedang beradaptasi dengan lingkungan barunya. Harusnya Saras tidak berasumsi sendiri dan akan lebih baik kalau dirinya bersikap lebih ramah pada Taehyung.

"Pagi, Mey." Taehyung menyapa Meydina lalu matanya teralih pada Saras. "Pagi, Saras." Wait, sejak kapan nada suara Taehyung serendah itu? Berat sekali, terdengar terlalu dalam dan tidak cocok dengan tubuhnya yang ceking.

"Pagi juga!" Saras dan Meydina menjawab hampir bersamaan. Meydina tidak bisa menyembunyikan wajah meledeknya pada Saras, mengingatkan betapa bodohnya gadis itu. Sampai Saras ingat kalau dia belum mengambil kembali bekal di laci meja Taehyung.

Dan tentu saja, saat Saras berbalik badan, Taehyung sudah duduk di kursinya dan menemukan bekal tersebut. Lagi-lagi Taehyung tersenyum padanya. "Terima kasih, Saras." Dan senyum itu sedikit berbeda dengan senyum kotak yang Saras lihat sebelumnya. Karena senyum itu yang menjadi pertanda awal dari kisah mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro