Kisah Tentang Nyamuk pt 2 [HS]
Kakak perempuan Hoseok menyibakkan tirai penutup yang menjadi sekat antara tempat tidur yang ditempati adiknya dan seorang pasien lain yang kebetulan berada di satu kamar yang sama. Kebetulan kamar yang ia tempati adalah kamar kelas satu di mana hanya diisi oleh dua pasien saja.
Hoseok sudah berada di rumah sakit selama lima hari. Kedua orang tua Hoseok bahkan datang jauh-jauh dari Tasik untuk menjaga anaknya yang sakit. Tetapi hari ini, kakak perempuan Hoseok yang sengaja mengambil cuti kerja demi menjaga adiknya dan membiarkan kedua orang tuanya istirahat di hotel terdekat dari rumah sakit.
Hoseok sendiri hanya bisa terbaring lemah selama lima hari belakangan ini. Makan pun semuanya hanya mengandalkan infusan. Apalagi kemarin Hoseok baru saja melewati fase kritisnya. Dokter menyatakan hari ini Hoseok mulai memasuki fase penyembuhan sehingga sedikit-sedikit dia sudah bisa beraktifitas lebih banyak dari sebelumnya.
"Teh, ngapain dibuka sih tirainya? Silauh atuh." Hoseok mengeluh karena paparan cahaya matahari mau tidak mau langsung masuk mengenainya.
"Kamu nih nanti jamuran aja nggak pernah kena sinar matahari."
Hoseok memutar matanya. Dia lebih suka dijaga umi ketimbang tetehnya yang bawelnya lebih-lebih dari ibu-ibu. Suka seenaknya juga kadang. Tuh buktinya.
Teh Jiwoo, nama kakak Hoseok mengecek jam di pergelangan tangannya. "Kok udah jam segini makanannya belum dateng, ya?" Lalu tatapannya teralih ke adiknya yang kini sedang memainkan ponsel setelah beberapa hari tidak menyentuh benda tersebut sama sekali. "Teteh ke depan dulu ya, nanyain kok sarapan kamu jam segini belum dianterin."
Hoseok hanya mengangguk tanpa melihat ke kakak perempuannya itu karena sedang sibuk mengecek grup dance crew dan rumah bangtan.
Beberapa hari yang lalu para anggota dance crew sudah datang menjenguknya. Kalau anak bangtan bahkan hampir setiap hari datang. Terutama Yoongi dan Namjoon karena mereka berdua sudah tidak kuliah. Mereka bahkan pernah menginap sekali saat hari pertama sebelum orang tua Hoseok datang.
"Psst..."
Hoseok yang sedang fokus menscrolling percakapan di grup yang sudah mencapai 999+ itu menoleh ke sumber suara. Seorang gadis berpakaian sama dengan Hoseok juga selang infus terpasang di tangan melambaikan tangan ke arahnya.
Hoseok berkedip memandangnya. "Eh, saya?"
"Iya...lo." Gadis itu melirik ke kiri kanan, seperti pencuri yang akan beraksi. "Mau chitato, nggak?"
"Hah?"
Gadis itu menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, menunjukkan gestur jangan berisik. Lalu gadis itu mengeluarkan sebungkus chitato dari balik bantal kemudian melemparkannya ke tempat tidur Hoseok.
"Gue udah muak banget makan makanan rumah sakit yang hambar, makanya kemarin gue minta temen gue bawain ini." Gadis itu tertawa sendiri dengan ceritanya. Padahal menurut Hoseok nggak ada yang lucu. "Kayaknya kalau ketauan sama suster bakal diomelin. Gue udah habis sebungkus kemarin, itu buat lo aja siapa tau lo juga udah bosen sama makanan rumah sakit."
Hoseok sejujurnya nggak terlalu bermasalah dengan makanan rumah sakit. Walaupun memang makanannya hambar tapi ya mau bagaimana lagi kan posisinya dia memang sedang sakit. Itu saja sudah syukur dia masih bisa menelan makanan. Saat hari pertama kedua malah Hoseok sama sekali tidak bisa mengkonsumsi apapun sehingga harus diberikan nutrisi lewat infusan.
"Thanks..." Hoseok akhirnya menyelipkan kripik kentang itu ke balik bantal seperti yang tadi dilakukan si gadis.
Hoseok pikir percakapan mereka selesai di situ. Tetapi rupanya gadis itu kembali mengajaknya bicara. "Btw, gue Khansa."
"Gue Hoseok."
Gadis bernama Khansa itu mengangguk. Tapi kemudian dahinya mengernyit seolah berpikir. "Eh tapi kok nama lo kayak nggak asing gitu, ya?" tanyanya sambil berpikir dan mengingat-ingat di mana dia pernah mendengar nama Hoseok. "Lo anak UNX juga nggak sih?" tanyanya.
Lah... "Iya. Lo juga?"
"YA AMPUN! Bisa pas banget gini sih. Tau kalau temen sekamar gue dari kemarin anak UNX juga mah udah gue ajak ngobrol. Gue bosen banget dari kemarin cuma tiduran doang abisnya, nonton TV juga hampir nggak pernah soalnya takut ganggu lo."
Hoseok tidak bilang kalau kemungkinan gadis itu pernah mendengar namanya karena perannya sebagai ketua UKM Dance di kampus dan namanya sering disebut dalam postingan akun sosial media milik kampus. "Lah, padahal nggak apa-apa kok. Kan ini kamar berdua."
Gadis itu tersenyum, entah kenapa ada sesuatu yang membuat dada Hoseok berdesir melihatnya.
Obrolan mereka harus terputus ketika Teh Jiwoo masuk ke kamar membawakan sarapan milik Hoseok. Tidak lama setelah itu seorang suster juga mengantarkan makanan untuk Khansa. Sepertinya hari itu gadis itu sendirian karena tidak terlihat tanda-tanda orang yang menemaninya.
Teh Jiwoo sudah bersiap untuk menyuapi Hoseok ketika lelaki yang sering disandingkan dengan sunshine itu langsung menggeleng dengan panik membuat kakak perempuannya mengernyit bingung.
"Ih Teh, aku sendiri aja makannya!" Hoseok berusaha merebut sendok di tangan kakaknya yang tentu saja langsung membuat kakaknya itu menatapnya aneh.
"Apa sih, dari kemarin juga kan disuapin sama Umi..."
Hoseok menempelkan telunjuk di bibir. "Ih atuh Teh, jangan berisik! Udah bisa makan sendiri kok sekarang," pintanya memelas.
Jiwoo tidak sadar kalau telinga adiknya itu sudah memerah karena menahan malu. Malu disuapi karena ada gadis di sampingnya mungkin.
"Nggak, ah. Udah buruan aaa..." Jiwoo tetap keras kepala dan perdebatan itu justru memancing rasa ingin tahu Khansa yang kini berusaha menahan tawa di sebelahnya. Ah, sudah rusaklah reputasi Hoseok kalau begini. Bagaimana dirinya bisa punya pacar kalau punya kakak nggak mendukung sama sekali.
Eh, mikir apa barusan? Pacar? Hoseok menepuk pipinya sendiri agar kewarasannya kembali. Apaansih, kenal Khansa juga baru berapa menit lalu udah mikir aneh-aneh aja. Efek jomblo kali ya? Bisa-bisa kalau gini, ngeliat kucing dibedakin juga Hoseok naksir.
"Pesawat terbang, ngeeeeng..." Hoseok menutup mata tetapi mulutnya tetap terbuka ketika kakak perempuannya itu menyuapkan sesendok bubur ke mulutnya seperti bocah balita.
Ingatkan Hoseok untuk membalas kakaknya itu ketika ia sembuh nanti.
***
Keesokan harinya Jiwoo harus pergi ke kantor pagi-pagi. Orang tua mereka akan datang siang harinya setelah makan siang. Hoseok sendiri yang meyakini mereka kalau dirinya sudah bisa ditinggal. Sebetulnya dari awal juga Hoseok tidak setuju kalau orang tuanya ke Jakarta hanya untuk merawatnya. Bahkan keduanya sampai harus meninggalkan usaha rumah makan milik keluarga mereka di Tasik demi menjaga Hoseok.
Pagi itu Hosek menyantap sarapannya sendiri tanpa bantuan siapa-siapa. Tetapi ada yang sedikit berbeda sih dari sarapan kali ini. Yaitu Hoseok ditemani seseorang di sebelahnya yang juga menyantap menu sarapan yang sama dengannya.
"Lo doyan buah naga?" tanya gadis itu ketika mereka sudah selesai menyantap menu utama sarapan mereka dan kini siap menyantap hidangan penutup yang berupa buah naga.
"Suka-suka aja sih. Lo nggak suka?" tanya Hoseok sambil melihat ke nampan Khansa dan gadis itu bergantian.
Khansa memasang cengiran. "Enggak, hehe." Lalu gadis itu mendorong nampannya menjauh. "Makan puding atau es krim enak kali, ya?"
"Ngaco." Hoseok tertawa sambil menyuap sepotong buah naga ke mulutnya. "Kalau nggak suka buat gue aja buahnya."
Gadis itu memekik senang. Tanpa aba-aba, ia turun dari ranjangnya membawa tempat buah naga dan memberikannya pada Hoseok.
Salah satu yang Hoseok senangi dari gadis itu adalah reaksinya yang selalu bagus dalam segala hal. Perihal menghabiskan buah naga saja dia senang seperti anak kecil yang baru diberi hadiah. Sedikit mirip Geca tapi jauh lebih manis di matanya. Hehe, sori ya Ca.
Hari-hari yang semula suram untuk Hoseok jadi berubah lebih berwarna karenanya. Mereka dekat dengan sangat cepat karena sama-sama suka bercerita dan mengobrol. Pernah suatu kali mereka ditegur perawat di sana karena bukannya istirahat malah asyik mengobrol sampai tengah malam.
Hingga tiba hari di mana Hoseok diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah jauh membaik. Hari yang semula Hoseok tunggu-tunggu mendadak jadi hari yang paling ingin ia hindari kalau bisa. Karena itu berarti dia tidak bisa lagi menghabiskan waktu bersama Khansa. Ya iya sih mereka masih bisa berteman ketika sudah keluar dari rumah sakit, apalagi mereka kuliah di satu kampus yang sama. Tapi tetap saja akan beda.
Selama beberapa hari belakangan mereka ada di satu kamar yang sama, bahkan pernah selama dua puluh empat jam tirai yang menjadi sekat antara tempat tidur mereka sama sekali tidak tertutup dan mereka beraktifitas bersama tanpa canggung. Moment seperti itu pastinya tidak akan bisa ada lagi jika mereka berdua sudah keluar dari rumah sakit nanti.
Tetapi Hoseok juga tidak mungkin sengaja memperpanjang masa rawat inapnya ketika dia sudah baik-baik saja. Kasian kan kedua orang tuanya juga harus menanggung biaya rawat yang tidak sedikit ditambah mereka harus tidak bekerja demi menjaga Hoseok.
"Khansa..." Hoseok sedang menyantap makan siang terakhirnya di rumah sakit bersama Khansa saat ini.
"Iya?" Gadis itu menatap Hoseok sambil mencomot chitato dari balik selimutnya. Lagi-lagi gadis itu berhasil menyelundupkan snack di sana.
Hoseok tampak ragu, tetapi dia juga tidak mau mundur begitu saja. Sudah sejak lama sejak terakhir kali Hoseok merasakan perasaan seperti saat ini. Hoseok tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti perasaannya sendiri. Bagaimana jantungnya bisa berdegup cepat hanya karena berhasil membuat Khansa tertawa atau bagaimana Hoseok mendadak merasakan telinganya panas ketika gadis itu dengan cueknya menyuapi Hoseok buah naga miliknya.
"Gue..." Hoseok semakin ragu. Tetapi Khansa setia menunggu Hoseok menyelesaikan ucapannya. Akhirnya Hoseok menghela nafas pelan. "Boleh minta wa nggak?"
Khansa terbahak. "Apaansih kirain mau ngomong apaan pake nada serius gitu. Boleh laaah! Gue juga niatnya mau minta kontak WA lo tapi selama dirawat gue nggak megang HP terus selama ada lo kayak nggak butuh HP gitu hehe."
Duh Neng Khansa, kalau ngomong coba disaring dulu. Itu ada yang deg-degan tau dengernya.
"Masa nggak megang hp sama sekali? Emang nggak kangen sama siapa gitu?"
Khansa tertawa. "Sama siapa? Nggak lah. Malah seneng bisa lepas dari gadget, kayak menemukan kedamaian tersendiri."
Diam-diam Hoseok berharap maksud dari ucapan Khansa adalah gadis itu benar-benar tidak memiliki siapapun yang harus dia rindukan di sana.
Semoga...
***
Dua hari kemudian, Hoseok mendapat pesan singkat dari Khansa kalau dirinya sudah boleh pulang.
Hoseok juga sudah bisa beraktifitas seperti biasa meskipun masih harus mengkonsumsi obat. Dan Hoseok merencanakan datang menjenguk Khansa di hari terakhirnya dirawat.
Tentunya sebagai kejutan.
Hoseok tersenyum dan menyapa ramah para perawat yang berjaga di resepsionis lantai ruang rawat inap. Tentu saja seminggu lebih dirawat membuatnya jadi kenal dengan para perawat di sana. Apalagi Hoseok termasuk orang yang easy going.
Tangan Hoseok siap mendorong pintu ruang rawat kamar inap yang dulu ia tempati bersama Khansa ketika akhirnya pemandangan di balik pintu membuat Hoseok menghentikan gerakan tangannya.
Di dalam sana ada Khansa sedang dalam pelukan seorang laki-laki. Seseorang yang cukup Hoseok kenal karena merupakan teman satu jurusannya.
Perasaan Hoseok campur aduk. Ditatapnya bungkusan plastik berisi macam-macam rasa chitato yang ia bawa khusus untuk gadis itu sebelum akhirnya ia meletakkannya di kursi kosong di sebelahnya.
Hoseok tidak sadar ia melamun cukup lama sampai pintu ruang rawatnya terbuka dan laki-laki tadi keluar dari sana.
Mata laki-laki itu terbelalak ketika menemukan Hoseok duduk di depan ruang rawat Khansa.
"Hoseok? Lo ngapain di sini?" tanyanya terkejut dan juga bingung.
"Eh Ji, gue kemarin kan DBD terus dirawat di ruangan ini. Terus ada barang gue ketinggalan, kata susternya kamar bekas gue masih kosong jadi suruh cari aja di lemari siapa tau masih di sana."
Jinyoung mengangguk paham. Tapi kemudian dia seolah teringat sesuatu "Lah, berarti dari kemarin lo seruangan sama cewek gue dong? Kok gue nggak engeh ya ada lo." Jinyoung seolah mengingat-ingat kenapa mereka tidak engeh satu sama lain bahwa berada di satu ruangan yang sama.
Hoseok juga tidak tahu dan tidak mau tahu. Tetapi mungkin jika Hoseok tahu lebih awal kalau Khansa adalah pacar Jinyoung, mungkin dia tidak akan menaruh rasa dan harapan lebih pada gadis itu.
"Gue sama dia sempet berantem pas terakhir kali gue jenguk dia," Jinyoung menjelaskan meskipun Hoseok tidak meminta. "Terus pas banget jadwal bimbingan gue dan matkul pengganti minggu ini lagi padet makanya gue nggak sempet ke sini."
Oh.
Hoseok tidak menangkap apapun yang dikatakan Jinyoung setelahnya hingga lelaki itu pamit karena ada jadwal bimbingan. Selepas kepergiannya, Hoseok sedang menimbang apa harusnya dia tetap menemui Khansa atau tidak.
Tetapi Hoseok pun memutuskan untuk tetap menemui Khansa meskipun tidak seperti tujuan awalnya.
"Hoseoook!" Gadis itu memekik girang ketika Hoseok menyembulkan kepalanya di pintu. "Lo dari kapan di situ? Sini masuuuk!" Khansa melambaikan tangan memberikan gesture agar Hoseok masuk.
Hoseok tersenyum cerah seperti biasa. Meskipun sejujurnya ada usaha lebih yang ia kerahkan kali ini hanya untuk memasang senyum tersebut. Hoseok menyerahkan plastik berisi chitatonya kepada Khansa membuat gadis itu tertawa.
"Ya ampun, ngapain repot-repot? Kan gue juga keluar hari ini!" Tetapi meski berkata demikian, gadis itu tidak bisa menyembunyikan binar di matanya.
Hoseok merasakan perasaan ikut bahagia sekaligus lega melihatnya. Ternyata benar kata orang, bahagia itu bisa sesederhana itu. Sesederhana Khansa yang bahagia hanya karena kripik kentang aneka rasa, sesederhana Hoseok yang bahagia karena melihat Khansa bahagia.
Hoseok tidak tau kalau perasaannya lebih dalam dari yang ia duga. Bukan sekedar naksir dan suka-sukaan seperti waktu dia SMA. Perasaannya juga lebih dari sekedar hanya ingin memiliki gadis itu untuk dijadikan kekasih.
Hoseok ingin gadis itu selalu bahagia. Tersenyum. Apapun alasannya dan meskipun bukan Hoseok salah satunya.
Sedalam itu.
"Khansa."
Khansa yang sedang sibuk memilih mana rasa chitato yang harus dia makan dahulu pun mengalihkan atensinya dari bungkusan kripik kentang tersebut.
"Makasih..."
Dahi gadis itu mengerut bingung. "Hah? Buat?"
"Udah jadi temen gue selama dirawat. Kalau nggak ada lo, gue pasti udah lumutan karena bosen." Hoseok masih menyunggingkan senyumnya, senyum tertulus yang ia punya. Meskipun kisah singkat ini tidak berakhir sesuai keinginannya, tetapi Hoseok ingin mengakhirinya dengan bahagia.
Hosek mengejek suara batinnya. Bahkan ia mengakhiri ini sebelum benar-benar dimulai.
Entahlah, mungkin Hoseok memang tidak cocok disibukkan soal urusan cinta-cintaan. Setidaknya sekarang. Mungkin Tuhan mau Hoseok menyelesaikan skripsinya, lulus dengan nilai terbaik dan mendapat pekerjaan yang mapan lebih dulu. Mungkin jodohnya masih disimpan Tuhan dan belum saatnya mereka dipertemukan. Atau mungkin mereka sudah pernah bertemu, berpapasan di jalan tanpa sengaja tetapi belum saling mengenal. Mungkin, siapa tahu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro