Hari Bersamanya [NJ]
Waktu itu, Namjoon masih duduk di semester satu kuliahnya. Masih sibuk sebagai maba dan belum terlalu tertarik untuk ikut kegiatan organisasi. Sebetulnya Namjoon lebih tertarik menjadi anggota kepanitiaan suatu event ketimbang terlibat kegiatan organisasi. Itu semua karena Namjoon sudah sering menjadi freelancer dan volunteer event sejak ia SMA.
Semuanya berawal dari Paman Namjoon yang bekerja di salah satu Event Organizer terkenal di Indonesia menawarkan Namjoon untuk menjadi volunteer. Meskipun hanya kebagian jobdesk di bagian ticketing, entah kenapa Namjoon jadi ketagihan. Dari event lokal hingga berskala internasional, Namjoon sudah mencicipinya. Ada belasan sertifikat bukti keikut sertaannya sebagai volunteer terjejer rapi di kamar.
Saat itu Namjoon tengah membuka laman website pendaftaran volunteer Java Jazz Festival. Siapa yang tidak tau event tahunan tersebut? Pecinta musik terutama jazz tidak pernah melewatkan event tersebut. Apalagi list performer yang datang tahun itu bisa dibilang 'gold'. Namjoon yang suka segala jenis musik tentu saja ikut excited. Kalau dia berhasil lulus wawancara, ini akan menjadi event Java Jazz pertamanya. Sejak SMA Namjoon sudah sangat ingin menjadi volunteer di sana tetapi terhalang waktunya sebagai pelajar sekolah.
"Jun!" Hoseok melompat ke tempat tidur Namjoon, bergabung dengannya untuk mengintip layar laptop Namjoon. "Eh, lo mau daftar jadi volunteer Java Jazz?"
Namjoon mengangguk. Matanya fokus ke formulir yang tengah ia isi.
Hoseok berteman dengan Namjoon sejak SMA maka tidak aneh lagi baginya melihat Namjoon mendaftar sebagai volunteer sebuah event. "Emang lo nggak ada kuliah pas event ini?"
"Ya...izin?"
"Gila lo, baru juga semester satu!"
Namjoon tertawa. Hoseok memang orangnya lumayan 'rame' hal biasa saja bisa jadi ricuh kalau ada dia. "Ya karena baru semester satu kan?"
Hoseok berdecak. "Dibayar nggak sih jadi ginian? Java Jazz kan event gede..."
"Tergantung posisi sih kayaknya. Tapi emang sejak kapan gue ngincer bayaran?"
"Iya juga." Hoseok kini ikut membaca formulir online yang sedang Namjoon isi. "Lo mah sebenernya ngincer nonton gratisan, kan?"
"Nah, itu tau!"
"YEEE!" Hoseok kini berbalik badan dan memilih posisi telentang menghadap ke langit-langit kamar Namjoon. "Siapa sih emang guest starnya?"
"Banyaaak."
"Cish. Ada Raisa, nggak?"
Maklum, Hoseok memang penggemarnya Raisa sejak zaman SMA.
"Ada katanya tahun ini."
"IH SEDEEEP. Mau ikutan dong gue!" Hoseok berkata antusias. Namjoon sudah selesai mengirim formulirnya dan menunggu email konfirmasi.
"Jadi volunteer nggak Cuma sekedar numpang nonton gratisan doang lho, Hop. Bahkan kemungkinan besar lo nggak ada kesempatan liat perform artis yang lo mau karena lagi nugas."
Hoseok cemberut. "Kok gitu? Terus tujuan lo ikut ginian buat apa dong?"
"Ya cari pengalaman? Gue tuh emang kayak suka aja gitu ikut-ikut event, ketemu orang banyak. Apalagi kalau event internasional gini kan banyak bule juga jadi biar ngelatih skill bahasa Inggris gue."
Hoseok memutar mata. "Iya deh terserah lo, Mister Namjoon." Sebetulnya, Hoseok juga lumayan khawatir dengan sahabatnya tersebut karena Namjoon adalah tipe yang clumsy. Tidak sedikit barang yang rusak atau hilang setelah bersentuhan dengan Kim Namjoon. Di masa sekolah mereka, bahkan Geca selalu menyiapkan plaster luka dan obat merah di tasnya kalau-kalau Namjoon melukai dirinya sendiri karena kecerobohannya. Tetapi anehnya, Namjoon tidak pernah ceroboh saat ia menjadi panitia acara. Jarang sekali Namjoon menyebabkan kerusakan dan hal itu juga yang menyadarkan Hoseok kalau passion Namjoon memanglah di sana.
***
Dua hari kemudian, Namjoon mendapatkan email panggilan untuk interview. Sepulang kuliah, ia langsung menuju ke kantor tempat dilaksanakannya interview. Untuk menuju ke sana, Namjoon harus naik kereta karena Namjoon tidak bisa menyetir mobil atau pun mengendarai motor. Dengan setengah tergesa, Namjoon turun dari ojek online yang ia tumpangi dari kampus ke stasiun.
"Mas! Mas! Helmnyaaa!" Abang ojek berteriak kala Namjoon dengan cerobohnya lupa melepas helm. Untung saja Namjoon belum masuk ke dalam stasiun.
Sambil meringis tidak enak dan malu, Namjoon melepas helm berwarna hijau tersebut dan menyerahkannya kembali pada abang ojek. "Maaf ya bang, saya buru-buru. Makasih sekali lagi!" Namjoon pun langsung berlalu tanpa menoleh ke belakang lagi.
Pengumuman kereta tujuan Tanah Abang sudah hampir sampai di stasiun tempat Namjoon berada. Dengan bergegas Namjoon mengetap kartu flashnya tetapi entah kenapa kartu itu tidak mau berfungsi. Kalau Namjoon harus membeli kartu single trip sudah dipastikan Namjoon akan ketinggalan kereta dan menunggu jadwal berikutnya. Sedangkan waktu yang dia punya sudah mepet karena sebentar lagi jam interview akan berakhir.
Seseorang berdiri begitu dekat di belakang Namjoon membuat laki-laki berlesung pipi yang hari itu mengenakan hoodie abu-abu tersentak. Apalagi ketika ia bisa mencium samar-samar harum manis strawberry yang menguar dari orang tersebut. Namjoon menoleh dan melihat seorang gadis yang tingginya mungkin hanya sedadanya tengah menempelkan kartu flash ke mesin. Setelah lampu tanda berubah hijau, barulah atensi gadis itu teralih pada Namjoon.
"Silahkan, Mas..."
Namjoon berkedip. Masih terpaku dan terkejut akan aksi gadis itu.
"Mas?" Gadis itu menegur Namjoon yang bukannya melaju melewati pintu tetapi malah membeku di tempat.
"Eh...iya tapi..."
Gadis itu tersenyum lalu menyodorkan kartu e-money bergambar donald duck yang ia gunakan kepada Namjoon. "Nggak apa-apa Mas, saldonya nggak banyak kok."
Banyak atau sedikit, tentu saja Namjoon harus membawa kartu tersebut ke pintu keluar nanti. Tapi kan kartu ini milik gadis itu?
Seperti mengerti akan kebingungan dan kekhawatiran Namjoon, gadis itu mengangkat sebuah kartu e-money lagi di tangannya. Kali ini dengan design standar keluaran salah satu bank swasta. "Nggak apa-apa saya punya cadangan kok, jadi yang itu dibawa aja. Lagian stasiun ini memang pemberhentian saya."
"Tapi kan ini punya—"
"Kereta tujuan Jatinegara masuk peron 2, sekali lagi kereta tujuan Jatinegara masuk peron 2. Periksa kembali barang bawaan anda pastikan tidak ada yang tertinggal, dahulukan penumpang turun." Pengumuman kedatangan kereta yang menjadi tujuan Namjoon datang lebih cepat dari perkiraan. Dan hal itu membuat Namjoon mau tidak mau menerima bantuan yang diberikan oleh gadis tadi.
"Mbak kartunya saya pinjem dulu ya..." Namjoon berkata sambil melewati gate dengan berjalan mundur.
"Balikin aja kalau kita secara kebetulan ketemu lagi di sini. Kalau nggak, yaudah nggak apa-apa dipake Masnya aja." Gadis itu melambaikan tangan, mengisyaratkan agar Namjoon berlari ke peron sebelum ia ketinggalan keretanya.
Baik Namjoon dan gadis itu sama-sama percaya, kalau mereka memang ditakdirkan untuk berjumpa lagi, bahkan tanpa sempat bertukar nama atau informasi sama sekali takdir akan punya jalan untuk mereka bertemu.
Namjoon adalah orang yang cukup ceroboh. Bahkan dengan teganya, Yoongi memberikan Namjoon julukan sebagai king of destroyer tidak lupa dengan kalimat peringatan, "Jangan deket-deket Namjoon kalau nggak mau umur kalian pendek!". Tidak sekali atau dua kali Namjoon merusak atau menghilangkan barang. Entah itu miliknya tau milik orang lain. Bahkan Namjoon sudah dilarang Yoongi menggunakan shower di kamar mandi karena lelaki itu sudah lelah membenarkan shower yang dirusak Namjoon. Kini Namjoon hanya boleh menggunakan gayung yang gagangnya juga sebentar lagi akan patah.
Tapi hebatnya, Namjoon berhasil merawat kartu e-money bergambar donald duck tersebut hingga dua minggu ke depan. Benda persegi panjang itu masih tersimpan rapi di dalam card holder yang selalu ia gantung di leher selama dua minggu terakhir karena sewaktu-waktu ia bisa saja bertemu dengan pemiliknya. Tapi sampai dua minggu berlalu, Namjoon masih belum juga bertemu pemilik kartu tersebut. Bahkan setelah Namjoon sengaja menunggu dua puluh menit di dekat pintu keluar stasiun setiap pulang kuliah. Namjoon bahkan tidak tau apakah gadis yang menolongnya itu satu kampus dengannya atau malah karyawan. Meskipun dari gaya berpakaian terlihat seperti anak kuliahan, kita tidak boleh menilai orang dari penampilan. Akhirnya Namjoon pun tidak lagi menunggu dan benar-benar menyerahkan segalanya pada takdir.
Hingga satu setengah bulan pun berlalu dan Namjoon belum bertemu lagi dengan si pemilik kartu e-money donald duck.
Di akhir minggu, Namjoon mendapatkan email dari pihak penyelanggara Java Jazz yang meminta Namjoon datang untuk pengambilan ID sekaligus technical meeting pertama. Untungnya karena saat itu masa UAS baru saja selesai, Namjoon masih berada di rumah Bangtan. Padahal niatnya ia akan pulang ke rumah orang tuanya di Bandung.
Oh ya. Namjoon, Yoongi dan Hoseok memang tinggal dan besar di Bandung. Meskipun begitu, hanya Yoongi yang asli kelahiran Bandung. Sedangkan Namjoon berdarah Sumatera namun keluarganya memang menetap di Bandung dan Hoseok meskipun berdarah Sunda tetapi ia berasal dari Tasik. Hoseok tinggal di Bandung saat SMA karena saat itu ayahnya sedang tugas dinas di sana.
Bagi Namjoon, Hoseok dan Yoongi liburan semester ini adalah liburan panjang pertama mereka sebagai MABA. Biasanya jika mereka hanya libur selama dua minggu saat masih jadi pelajar SMA, kini mereka punya hampir sebulan setengah untuk liburan. Tentu saja pilihan pertama mereka adalah pulang ke rumah setelah satu semester ini hidup menjadi anak rantau. Hoseok bahkan sudah langsung memesan tiket travel di hari yang sama dengan hari terakhir jadwal UASnya. Yoongi sendiri akan pulang bersama Geca dan Namjoon naik travel keesokan harinya. Tetapi sepertinya Namjoon harus mencancel rencana pulangnya karena panggilan Technical Meeting dadakan tersebut.
"Jadi lo liburan di sini? Nggak bakal balik Bandung?" tanya Yoongi saat mereka duduk di meja makan sambil menyantap nasi goreng tek-tek sebagai menu makan malam mereka.
Namjoon mengangguk sambil menyendok nasi gorengnya yang tinggal setengah. "Kayaknya gitu, bang. Atau paling nggak gue nanya dulu jadwal technical meeting berikutnya kira-kira kapan jadi kalau ada waktu minimal tiga hari aja gue balik sih. Kangen rumah banget, asli."
Yoongi menganggukan kepala mengerti. "Berarti gue berdua Geca doang? Yah Jun, nanti siapa yang nanggepin ocehan dia sepanjang jalan kalau nggak ada lo."
Namjoon terkekeh dengan penuh arti. "Yaelah Bang, ada atau nggak ada gue sama Hoseok juga lo pasti selalu dengerin ocehannya Geca."
"Ya tapi nggak nanggepin."
"Yaudah sekarang giliran lo yang nanggepin lah." Namjoon berujar sambil menyingkirkan acar timun dan wortel dari nasi gorengnya. "Mau sampai kapan pura-pura nggak peduli?"
Di sebelahnya Yoongi hanya mendengus. "Siapa juga yang pura-pura. Emang gue gini."
Namjoon tidak lagi menanggapi dan mereka pun menghabiskan makan mereka dengan membahas topik yang lain.
Keesokan paginya Namjoon berangkat menuju stasiun dari rumah bangtan. Begitu sampai stasiun yang hari itu lengang karena akhir pekan, Namjoon teringat si gadis pemilik e-money donald duck. Namjoon membawa kartu itu di dalam card holdernya, bersatu dengan kartu miliknya yang ia beli lagi tentu saja. Siapa tau mereka bertemu, Namjoon bisa mengembalikannya. Tetapi meskipun Namjoon sudah sampai di stasiun Kemayoran sebagai stasiun tujuannya, ia tidak juga bertemu dengan si pemilik kartu.
Ketika Namjoon sampai di JiExpo Kemayoran, sudah ada beberapa orang lain yang datang. Tetapi setelah menunggu sekitar dua puluh menit dan Crew Java Jazz datang untuk memberikan briefing sesuai job desk masing-masing, ternyata hanya beberapa saja yang datang dan kata pihak crew memang hari itu tidak semuanya datang. Mungkin karena informasi soal technical meeting itu juga diberikan secara mendadak.
Namjoon berada di divisi merchandise. Tugasnya? Macam-macam. Hari itu Namjoon belajar loading barang, barcode, hingga stock opname. Untuk tugas tersebut kebetulan diberikan kepada para volunteer laki-laki. Pekerjaan yang terlihat mudah itu bahkan baru selesai sekitar pukul sepuluh malam. Untungnya Namjoon berkenalan dengan salah satu volunteer yang ternyata satu kampus dengannya dan ngekos dekat kampus yang kebetulan hari itu membawa kendaraan sehingga Namjoon tidak perlu khawatir pulangnya. Yang membuat Namjoon sedikit sedih adalah karena para penghuni rumah kontrakannya kebanyakan sudah pulang ke rumah masing-masing, termasuk Yoongi dan Hoseok sehingga rumah begitu sepi saat Namjoon sampai.
Dua hari berikutnya, Namjoon harus kembali untuk technical meeting kedua. Hari itu kebetulan semuanya hadir dan otomatis jadi pertemuan full team pertama divisi merchandise. Untuk mengakrabkan diri, crew dari pihak Java Jazz pun mengadakan games agar para volunteer tidak canggung satu sama lain karena mereka akan bekerja sama selama beberapa hari sejak masa technical meeting dan juga tiga hari di hari-H event berlangsung nanti.
Tetapi ada satu orang yang tentu saja menarik perhatian Namjoon sejak awal briefing. Gadis si pemilik kartu donald duck! Gadis itu berada di satu divisi dengan Namjoon. Betul kan, setelah selama hampir satu setengah bulan Namjoon selalu membawa-bawa kartunya sambil menunggu di stasiun, ternyata takdir malah mempertemukan mereka di tempat volunteer event.
"Halo salam kenal semua! Nama gue Nadia Audia. Gue kuliah di universitas XXX, jurusan ilkom semester satu. Semoga kita bisa bekerja sama dengan kompak dan enjoy, ya! Oh iya boleh panggil gue Nad atau Nadia bebas kok."
Oh, namanya Nadia.
Mata Namjoon yang tidak bisa berpaling sejak giliran Nadia memperkenalkan nama hingga selesai akhirnya saling bersitatap. Sama seperti Namjoon yang terkejut ketika pertama kali menyadari kehadiran Nadia dan mengenalinya, Nadia pun menunjukkan reaksi yang sama. Ia bahkan menunjuk Namjoon tetapi hanya selama beberapa detik karena setelah itu ia tersenyum dan melambaikan tangan. Seolah mereka adalah teman yang sudah lama tidak bertemu. Bukan sepasang stranger yang kebetulan bertemu di stasiun dan bertemu kembali karena takdir.
Seusai sesi perkenalan dan games yang kebetulan tidak memberikan waktu bagi Namjoon dan Nadia mengobrol bebas, tibalah saat makan siang di mana akhirnya Namjoon punya kesempatan untuk mengembalikan kartu tersebut.
"Makasih banyak ya Nadia untuk bantuannya waktu itu." Namjoon melafalkan nama itu di lidahnya untuk pertama kali. Tidak lupa dengan senyum yang otomatis menunjukkan lesung pipinya. "Ini udah saya isi lagi sesuai nominal yang saya pinjam," katanya sambil menyodorkan kartu berwarna biru putih dengan gambar donald duck tersebut.
"Ya ampun pake gue-lo aja kan kita seumur." Nadia menerima kartu tersebut sambil tersenyum yang membuat matanya menyipit lucu. Hari itu rambut Nadia dicepol asal ke atas, membuat anak-anak rambutnya jatuh tak beraturan di sekitar pipi dan jidat namun malah meninggalkan kesan manis. Berbeda dengan saat Namjoon bertemu dengannya pertama kali di mana gadis itu menggerai rambutnya yang beberapa senti melewati bahu. "Lagian santai aja, gue ikhlas kok. Tapi gue nggak nyangka banget kita bakal ketemunya di sini, lho!"
Namjoon tidak mau memberi tau Nadia kalau ia bahkan beberapa kali sengaja menunggu Nadia di stasiun dan selalu siap siaga membawa kartu itu ke manapun kalau-kalau mereka bertemu di suatu tempat. Dan benar saja kan, mereka malah bertemu di sini. "Iya, gue juga. Untung gue taro kartunya di card holder jadi bisa langsung gue balikin pas ketemu lo."
"Pas technical meeting pertama lo dateng, ya?" Nadia kini menatap langsung ke mata Namjoon yang membuat Namjoon sedikit kikuk. Entah karena kini mereka berdiri lebih dekat dan Namjoon bisa melihat jelas bahwa bulu mata Nadia lentik. Atau karena anak-anak rambut Nadia yang berantakan tapi manis yang membuat Namjoon hilang fokus.
"Iya. Kok lo nggak dateng?"
"Gue lagi pulang ke Bogor waktu itu. Emang ngapain aja pas TM pertama?"
"Gitu doang sih, perkenalan sama anak cowok disuruh loading barang. Sama aja kayak sekarang, Cuma kemarin nggak full team."
Nadia mengangguk-angguk. Mereka mengobrol beberapa hal seputar TM pertama dan job desk mereka sambil menyantap nasi box lalu berpisah karena waktu istirahat telah usai. Setelah itu mereka tidak bertemu lagi karena para volunteer perempuan pulang lebih dulu sedangkan para volunteer laki-laki harus menyelesaikan tugas mereka hingga pukul sepuluh malam.
Namjoon bertemu Nadia dan mengobrol beberapa kali saat TM terakhir sebelum Hari-H. Tidak banyak yang mereka bicarakan selain guest star di acara nanti dan seputar pekerjaan mereka. Bahkan di Hari-H, Namjoon dan Nadia sama sekali tidak berinteraksi selain untuk urusan pekerjaan karena tamu yang datang cukup ramai dan pekerjaan yang seolah tidak berkesudahan. Dalam tiga hari event, tidak banyak yang Namjoon ketahui dari Nadia selain gadis itu sangat menyukai Sheila On7 dan The Script. Dan Nadia beruntung karena bisa berpartisipasi di acara Java Jazz tahun ini karena Sheila On 7 akan menjadi pengisi acara sebagai perwakilan musisi lokal. Meskipun tidak ada The Script, tetapi Nadia sangat puas bisa bekerja sekaligus menonton band favoritenya sejak SMP itu.
Menurut Nadia, hanya Sheila On7 band lokal yang musiknya masuk di kuping Nadia. Bukannya tidak cinta tanah air, tetapi entah kenapa Nadia lebih relate dengan lagu dari musisi luar ketimbang musisi lokal yang kebanyakan menjual lagu-lagu cinta murahan. Terkecuali Sheila On 7 tentunya. Tetapi untungnya saat ini sudah banyak musisi lokal yang kualitasnya juga bagus, tetapi Nadia hanya setia dengan band favoritenya itu. Meskipun Nadia baru dua kali menonton penampilan live SO7 yaitu saat PENSI SMA dan ketika ia sedang jalan-jalan ke Pekan Raya Jakarta setahun yang lalu.
Selain itu, Namjoon tidak banyak mengetahui soal Nadia. Itu semua karena keterbatasan waktu yang mereka punya untuk mengobrol dan mengenal lebih jauh. Selain itu Namjoon juga ragu jika Nadia mau mengenalnya lebih jauh dari sekedar kenalan semasa volunteer saja.
"Jun!" Namjoon yang sedang merapikan topi-topi merchandise di rak menoleh dan menemukan Nadia yang kini sedang mencepol rambutnya secara asal lagi. Selama bekerja Nadia menguncir kuda rambutnya, tapi kini rambut itu tercepol asal seperti saat mereka bertemu saat TM kedua. Dan Namjoon merasakan perasaan aneh yang sama saat melihatnya.
Duh...
"Kenapa, Nad?"
"Nonton SO7, yuk! Lo belum ambil jadwal nonton kan?"
Namjoon tampak terkejut. Memang hari ini ia belum ambil bagian jadwalnya nonton performance di panggung. Jadi meskipun mereka di sana untuk bekerja, mereka diberikan waktu untuk menonton performance guest star secara bergantian. Biasanya sesuai kesepakatan sesama para volunteer. "Iya sih..."
"Yaudah yuk! Tadi Risky sama Kak Gilang bilang mereka Cuma mau nonton performnya Christina Perry. Kita gantian sama mereka aja, gimana?" Nadia melirik jam di pergelangannya. "Bentar lagi kelar kayaknya terus abis itu langsung SO7! Yukkk! Keburu diambil sama yang lain."
Sejujurnya, Namjoon tidak begitu suka SO7. Bukan karena musiknya tidak bagus, tetapi memang Namjoon lebih suka musik-musik hiphop dan beberapa band indie. Namjoon juga fans garis keras Coldplay. Meskipun beberapa musik SO7 juga setidaknya Namjoon hafal karena pernah mengisi masa-masa sekolahnya dulu. Jadi sebetulnya, Namjoon bahkan tidak berencana mengambil jatah nontonnya untuk nonton SO7 hari ini dan memilih istirahat saja. Tetapi entah kenapa Namjoon mengangguk begitu saja ketika Nadia meyakininya sekali lagi kalau mereka memang harus nonton perform SO7.
Dan di sinilah Namjoon berada. Di bagian terbelakang dari kumpulan penonton yang memenuhi area festival. Berdiri dekat pagar pembatas karena tidak mau ikut berdesakan agar mereka tidak kesulitan ketika harus kembali ke stand marchandise nantinya. SO7 sedang melatunkan lagu Hari Bersamanya saat ini dan Nadia sudah langsung ikut bernyanyi begitu sampai di sana.
Hari telah terganti
Tak bisa ku hindari
Tibalah saat ini bertemu dengannya
Jantungku berdegup cepat
Kaki bergetar hebat
Akankah aku ulangi merusak harinya
Namjoon melirik Nadia. Gadis itu sudah bersiap untuk melambaikan tangan sebagai bentuk apresiasinya dan antusiasmenya akan band favoritenya itu. Jantung berdegup cepat? Kenapa liriknya begitu pas dengan apa yang Namjoon rasakan ya?
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan
'tuk menatap matanya
Namjoon ikut melantunkan lirik tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari Nadia yang entah kenapa terlihat lebih manis dari hari lainnya. Padahal rambutnya masih dicepol asal dengan anak rambut yang mencuat dan membingkai pipinya karena peluh akibat suhu udara yang tinggi. Rasanya seperti ada tarikan magnet yang membuat mata Namjoon terus terarah pada Nadia.
Namjoon bahkan tidak menduga kalau Nadia akan meraih tangannya untuk ia genggam dan lambaikan ke atas. Mungkin karena Namjoon terlalu fokus memandangi Nadia. Namjoon bahkan sampai menahan nafas ketika gadis itu dengan polosnya malah bernyanyi semakin keras sambil menggenggam tangan Namjoon dan ia goyangkan seiring musik. Nadia bahkan tidak sadar bahwa lelaki yang ada di sebelahnya, yang tangannya ia genggam kini tengan ikut bersenandung dengan penuh makna dengan senyum terpatri dan lesung pipi terukir di wajahnya sepanjang malam.
Mohon Tuhan
Untuk kali ini saja
Lancarkanlah hariku
Hariku bersamanya
Hariku bersamanya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro