Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22- Mengakui

"Aku mencintainya karena dia mencintai aku disaat aku tidak mencintai diriku sendiri."
Catatan Movie : Titanic - 1997

***

"Kenapa bisa terjadi, Om? Lea belum minta maaf sama Ayah dan Ibu. Lea belum membanggakan Ayah.."

"Semua sudah digariskan seperti ini. Lea tinggal sama Om, yah. Hidup Om sederhana bersama keluarga, mudah-mudahan suka."

"Ayah nggak akan pernah maafin Lea."

"Kata siapa Ayah nggak maafin kamu? Asal kamu tahu, Ayah titip kado Natal buat kamu melalui Om. Mau tahu kadonya apa? Boks bayi dan mainan anak-anak. Dia bilang sebentar lagi punya cucu..."

"Hiks, Lea menyesal selalu buat Ayah malu. Lea menyesal hidup seperti ini.."

"Lea mau kembali sama Harlan?"

"Nggak, Om.."

"Tapi anak kamu?"

"Lea mau mati aja, Om.."

"Sekarang istirahat, kamu masih lelah. Istirahat, yah. Kondisi kamu baru lahiran. Pasti belum stabil.."

***

"Hoy, jangan diam aja. Tuh, ada yang pesen minuman." Lamunan Lea terganggu saat salah satu teman kerjanya menyenggol lengannya sedikit keras.

Lea lalu kembali berdiri dan melayani pembeli yang memesan Thai Tea sesuai pilihan. Lea bekerja disebuah stan kecil khusus minuman khas Thailand. Letaknya di sebuah pusat perbelanjaan kecil di sekitar pantai utara Jakarta.

"Anak baru jangan males," ledek temannya yang hanya dibalas tawa oleh Lea. Sudah lima hari Lea bekerja di sini. Sudah satu minggu pula Lea tak bisa memandang, memeluk, bahkan bersenda gurau dengan Nadya, putrinya. Rasa rindu terus masuk ke dalam hati. Sungguh, seperti ini rasanya meninggalkan orang terkasih. Yang dulu dia sia-siakan, sekarang kembali dia abaikan.

Rasanya Lea ingin menangis dan berteriak lantang, dia merindukan Nadya. Tapi keputusan sudah dia tetapkan, Nadya pasti lebih bahagia jika hidup dengan ayahnya. Jika bersamanya, pasti kepahitan akan ikut dirasakan Nadya juga. Mengingat hidup tidak hanya butuh cinta dan kasih sayang. Hidup butuh tanggung jawab dalam hal materi. Kebutuhan paling nyata itu tidak bisa dia dapatkan semudah diri hanya duduk tenang. Dan posisi paling benar adalah menyerahkan tanggung jawab kepada Harlan.

Lagi-lagi Lea tertawa miris. Dia masih saja egois. Tapi Lea memang tak mau membuat Nadya kesulitan jika dia tetap keras kepala membawa Nadya pergi. Lea tidak sepicik itu. Putrinya harus bahagia secara finansial. Dan itu bisa didapatkan bersama Harlan.

"Sebentar lagi gue selesai jaga. Nih, kunci laci." Lea menyerahkan kunci laci kepada temannya. Beruntung jadwal jaganya dimulai dari pukul sepuluh sebelas siang sampai lima sore. Jadi Lea bisa melakukan hal yang lain dengan benar sesuai waktu. Lea sedang mencari sambilan di dekat pantai. Mungkin membuat kepang rambut atau menjual hena di tangan bisa jadi bermanfaat. Siapa tahu dapat duit lebih. Tapi sejak kemarin Lea hanya duduk menatap matahari terbenam sendiri. Niat sambilan mencari uang tidak dia kerjakan. Terbawa suasana bersama kesendirian.

Lea memilih menikmati rasa sedih dan pilu di hati sambil menatap kembali sang surya ke peraduan. Seperti dirinya yang mulai kembali redup. Kekuatan palsunya perlahan tak kuat bersinar. Lea mencemooh sendiri, belum satu bulan, tapi sudah tak sanggup. Dasar manusia tak berguna. Pantas disebut pembawa sial.

"Hufft," desah Lea duduk di pasir sambil menatap langit senja dengan cahaya jingga yang semakin terlihat. Lea memainkan pasir dengan tenang. Andai dia punya ponsel pintar, Lea akan mengabadikan pemandangan indah ini. Apalagi kalau dia mengabadikan bersama putri cantiknya. Sayang, ponselnya sudah kembali seperti semula. Tidak ada yang istimewa.

Lea mengambil sesuatu di dalam tasnya. Barang yang sejak kemarin menjadi hal wajib dia tatap mengobati rasa rindu. Lea memang sempat mencetak beberapa foto putrinya dengan berbagai aneka gaya kemarin. Ketakutan ditolak rujuk, membuat Lea antisipasi mencetak foto putrinya. Karena bagi Lea, ponsel itu bukan miliknya. Harlan membelikannya demi menunjang proses dia dekat dengan Nadya. Sekarang dia tak berhak lagi. Sudah dikembalikan kepada pemiliknya.

"Mama kangen kamu, Cantik." Lea menatap salah satu foto Nadya yang sedang bergaya menggemaskan. Rambut ikalnya tergerai indah dengan pose bibir mengerucut. Lalu Lea melihat kembali aneka foto yang dia cetak. Bahkan foto dirinya bersama mantan ibu mertua juga tak luput dari pandangan. Mantan mertuanya mengingatkan pada sosok galak nan tegas yang sudah tiada. Lea merindukan kedua orangtuanya.

Tangan Lea lalu berhenti pada satu foto yang memang selalu menjadi bagian akhir untuk dia tatap. Foto dirinya bersama Harlan di dalam mobil. Lea ingat, saat itu mereka hendak pergi makan malam dan Harlan secara mengejutkan menepikan mobil untuk berfoto selfie.

Lea akan ingat itu menjadi kenangan indah. 

Lea memasukan kembali kenangan itu dalam tas. Memperhatikan langit dengan pikiran tak jelas. Berjuang sendiri, mencari pemasukan berlimpah lalu bebas membelikan hadiah untuk putrinya. Lea mau tampil sempurna di mata Nadya.

"Matahari mulai redup, sama kayak aku.." Lea tersenyum miris menatap mulai semakin merahnya langit. Lea melirik arah kanan kirinya. Mayoritas yang melihat semua mengabadikan dengan ponsel. Mereka bukan penikmat sejati. Hanya untuk ajang pamer. Batin Lea menghibur diri.

"Hufft," desahnya lagi.

"Indah banget, yah. Apalagi kalau lihat sunset berdua gini." Lea langsung menoleh ke arah sebelahnya dengan mata melebar. Apalagi mendengar suara yang tak asing baginya. Mimpikah dirinya?

.....

Mungkin aku buka PO abis lebaran yaaa.  Hehehehe atau versi digital dulu ..

Love you semuaa...
Semoga ga lupa sama kisah Bu Nani ..
Eh salah . Hehehe 😁
Kisah Papa Harlan dan Mama Lea..
Tentunya kisah Nadya juga dong .. 😍😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro