14- Hangat
Luka akan membuatmu semakin kuat.
Catatan Movie : Dwan of the planet of the apes - 2014
--
"Kenapa nggak pulang dulu, Tante? Aku capek," gerutu Nadya di sebelah Lea yang sedang bersiap untuk les renang. Tadi setelah kunjungan ke tempat pemadam kebakaran, Lea terus mengikuti kemana Nadya pergi. Sekolah tidak melarang kerabat ikut, Lea tak meninggalkan kesempatan. Dia ikut kemana pun Nadya pergi.
Setelah belajar sambil bermain di tempat pemadam kebakaran, Nadya diundang main di rumah Ibu Diva. Undangan pribadi. Mungkin menurut wanita itu, Harlan yang akan menjemput Nadya. Tidak, Lea tak akan memberikan sedikit saja kesempatan hal itu. Dia ikut menemani Nadya bermain di rumah Ibu Diva. Rumah asri dan terasa aura kasih sayangnya. Sayangnya harus hanya sebatas itu. Lea tak akan membiarkan waktu satu bulan yang sudah bergulir terganggu oleh kehadiran Ibu Diva. Dia mau fokus mengambil alih semuanya. Sebagai ibu rumah tangga. Tugas yang pernah dia tanggalkan.
Lea tidak akan melarang Nadya dekat dengan siapa saja. Hanya saja dia harus waspada. Keputusan bisa kembali masih simpang siur dia terka. Bisa saja Harlan tak mau.
Mengenai pria itu, Lea masih dibuat gemas dengan tingkah aneh yang diperlihatkan. Harlan diam jika dekat dengannya sejak semalam. Sejak dia memberi tahu perihal mulut tajam yang Harlan ucapkan beberapa tahun silam. Mengucapkan untaian cinta untuk wanita lain di depan dirinya. Harlan seperti mencari kebenaran dalam diam.
Lea tahu. Tahu dari cara diam dan isi kepala Harlan. Benarkah dia pernah berbuat sedemikian konyol itu? Dalam keadaan paling intim pula. Lea masih tak mengerti reaksi mantan suaminya itu. Hanya diam dan terus diam.
"Pulang aja, deh! Aku capek," pinta Nadya dengan wajah menggerutu. Sambil menahan kantuk, Nadya ikut duduk memperhatikan arah kolam renang. Ingin ikut berenang, tapi tubuhnya terasa lemas. Dia benar-benar lelah.
"Cantik mau, kan, tunggu Mama kerja? Sebentar aja. Cantik tiduran di sini saja," rayu Lea sambil menarik Nadya duduk rebahan di salah satu kursi panjang. Nadya mengangguk lemah. Daya tahan tubuhnya sepertinya terkuras hari ini. Dia butuh istirahat. Sejak pagi sudah beraktivitas. Biasanya Nadya memiliki jadwal tidur siang. Tapi hari ini tak memiliki kesempatan.
Dari dalam kolama renang, Lea menoleh terus ke arah Nadya yang sudah rebahan. Sambil mengajari anak-anak berenang. Lea selalu melirik arah Nadya. Putrinya sudah menutup mata. Dia akan membiarkan Nadya istirahat sejenak. Sebenarnya Lea sedikit merasa tak enak, Harlan sudah memberi solusi mengenai hari ini.
Sopir mengantarkan dirinya ke tempat renang. Sementara Nadya dijemput langsung Harlan ke rumah Ibu Diva. Alasan Harlan, jaraknya lebih dekat jika dia yang menjemput Nadya. Lea jelas menolak. Dia berujar bisa menunggu Nadya dan mengantarkan lebih dulu Nadya ke rumah. Tapi nyatanya, dia tak mendengarkan perintah Harlan. Lea memilih ikut mengajak Nadya ke tempat renang.
Sejak tadi Harlan menghubunginya. Lea dengar panggilan itu, tapi dia abaikan. Rasa cemburu mendengar Harlan ingin menjemput di rumah Ibu Diva semakin meluap.
Lebih baik Lea mengajak Nadya dan pulang bersama. Sisi egois Lea mulai bangkit lagi.
"Kak, itu anaknya kenapa? Kok menggigil?" Lea terkejut mendengar ucapan salah satu murid renangnya yang kebetulan sedang duduk di dekat kursi yang sedang ditempati Nadya.
Mendengar itu, Lea segera naik dari kolam renang sambil berjalan tergesa-gesa. Apalagi saat dia melihat dari dekat wajah Nadya. Pucat dengan gigi bergemelutuk sambil menutup mata.
"Cantik kenapa?" Lea berdiri panik. Ingin menyentuh Nadya, tapi tubuhnya basah. Lea mencari handuk kering miliknya. Mengeringkan cepat tangan, lalu berani menyentuh tangan Nadya dan berpindah ke leher Nadya.
"Nadya kenapa? Panas banget badannya." Lea berteriak panik. Menahan isakan air mata yang ingin keluar. Dia bingung harus bertindak apa.
"Haduh, gimana ini?" Beberapa murid renang Lea ikut mendekati.
"Dingin," lirih Nadya pelan. Masih menutup mata.
"Iya, ayo pulang. Tapi Mama ganti baju dulu. Tunggu di sini, yah!" Lea mengambil handuk kering yang entah milik siapa di dekatnya. Menyelimuti Nadya asal.
"Minggir! Jangan diselimuti!" Lea sampai melempar handuk itu karena mendengar suara bentakan seseorang di belakangnya.
"Kak," panggil Lea cemas.
Harlan langsung mendekati Nadya yang masih menggigil. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Harlan sambil memeriksa suhu tubuh Nadya. Panas.
Lea berdiri takut di samping Harlan yang masih berjongkok di samping Nadya. Suara geraman dapat Lea rasakan. Gawat, dia dalam keadaan bahaya kalau begini.
"Sudah kubilang pulang dulu! Atau aku yang jemput!" bentak Harlan langsung ke arah Lea, tak memedulikan keadaan sekitar yang ikut menyaksikan. Lea menunduk takut. Dia ikut gemetaran. Panik melihat kondisi Nadya yang tak pernah dia bayangkan akan lemah dan pucat. Ini salahnya.
"Kamu pulang sama sopir! Nadya sama aku!" Harlan langsung mengangkat tubuh Nadya dalam gendongan. Melewati Lea yang masih tak berani mengeluarkan pembelaan. Kali ini dia benar-benar merasa bersalah. Lalai menjaga Nadya dengan benar.
"Kak, kita jadi lanjut berenang?" tanya salah satu murid Lea.
Lea menggeleng lemah. "Kakak pulang dulu, kalian juga pulang. Hari ini sampai di sini saja, yah!" izin Lea kepada murid-murid renangnya. Mereka juga masih terbilang anak-anak. Lea tak masalah dibentak Harlan di hadapan mereka.
Lea lalu melangkah lemah ke arah kamar ganti. Siap pulang menghadapi kemarahan Harlan dan sejuta penyesalan untuk Nadya. Andai dia kesampingkan dulu sikap kekanakan yang tetap dia pertahankan demi menggagalkan niat Harlan menjemput Nadya. Andai waktu bisa dia putar beberapa jam saja.
"Darimana saja kamu, anak sakit malah nggak dijaga!" Lea hanya diam saat sudah tiba di rumah disambut kemarahan Ibu Nani. Waktu seolah memang berniat menghukum Lea lebih jauh. Dia terjebak lama di perjalanan. Lebih lama dari perjalanan pulang seperti biasanya.
Lea tiba di rumah sudah melewati pukul delapan malam. Sebenarnya, Lea tak hanya diam di dalam mobil menunggu lalu lintas kembali normal, dia bahkan nekat keluar dari mobil dan memakai jasa ojek online demi sampai tiba di rumah dengan cepat.
"Kemana saja kamu? Harlan benar-benar bodoh mengizinkan kamu kembali di sini," bentak Ibu Nani lagi. Lea masih mengatur napas setelah berlari cepat masuk ke dalam rumah.
"Anak sakit tetap dibawa jalan. Malah lama lagi pulangnya. Nggak ada otak."
"Nadya di atas?" tanya Lea tak peduli bentakan dan sindiran pedas Ibu Nani. Tak mendapat jawaban, Lea segera berlari ke atas. Menuju kamar Nadya dan Harlan. Dia tak peduli jika Harlan kembali memarahinya. Dia mau lihat keadaan Nadya.
"Mbak?" tanya Lea masuk ke dalam kamar. Tidak ada Harlan di sana. Hanya Mbak Nisa yang duduk di samping Nadya yang sedang tertidur.
"Nadya gimana?" Lea mendekati Nadya. Memeriksa suhu tubuh Nadya. Masih panas, walaupun wajahnya sudah tidak terlalu pucat.
"Sudah minum obat pereda panas. Tadi dokter yang praktik di depan sudah datang. Nona kecapean. Sekarang Bapak sedang beli bubur ayam kesukaan Non Nadya. Saya disuruh tunggu di sini." Lea menatap wajah Nadya sambil meneteskan air mata. Rasanya dia seperti orang asing. Tak bisa menjaga dengan benar. Harusnya dia tahu kalau fisik anak kecil dan dewasa berbeda. Waktu istirahatnya juga berbeda.
"Mbak, titip sebentar! Aku mau ganti baju." Lea langsung berlari keluar kamar. Dia tak mau ketinggalan waktu sedikit pun. Dia mau berada di samping putrinya. Terserah nanti Harlan akan melarangnya. Dia tak peduli.
Lea kembali masuk ke dalam kamar Nadya setelah mengganti bajunya lebih nyaman. Berada di luar membuat Lea takut membawa virus kembali. Lea juga sempat membasuh wajah dan membersihkan tangan. Dia mau bersih di dekat Nadya.
"Kak?" Memasuki kamar, Lea terkejut melihat sosok Harlan sudah berada di samping Nadya. Sudah tidak ada lagi Mbak Nisa di sana.
"Jangan ganggu dia! Dia butuh istirahat." Suara Harlan terdengar kaku. Bahkan Harlan tak mau menatap Lea.
"Maafkan keteledoran aku, Kak. Aku menyesal tidak mendengarkan ucapan Kakak.." ucap Lea jujur.
"Aku janji akan selalu dengar perintah Kakak. Nggak egois mikirin diri sendiri. Aku janji, Kak."
"Iya, sudahlah! Sekarang keluar dari kamar! Besok pagi saja kamu jaga dia. Malam ini aku akan menjaganya," potong Harlan cepat. Setelah menyelimuti Nadya, Harlan melewati Lea dan duduk di sofa yang tersedia. Membuka laptop dan mulai sibuk menatap layar laptop.
"Tidurlah! Nadya butuh istirahat tenang." Perintah Harlan masih belum dituruti Lea. Dia masih ingin menjaga Nadya.
Lea menoleh ke arah Harlan. Lalu kembali menatap Nadya yang sudah menutup mata. Lea tahu, Nadya sedikit gelisah. Lea bisa melihat dari bahasa tubuhnya.
Perlahan Lea duduk di samping Nadya. Memperhatikan dengan seksama. Merapikan kembali selimut yang dipakai Nadya.
"Dingin," manja Nadya masih asyik memejamkan mata. Lea melirik lagi arah Harlan. Pria itu masih fokus ke layar laptop. Mungkin dia tak mendengar suara rintihan Nadya. Karena memang sangat pelan.
Lea mengusap kepala Nadya. Lalu mengelus sayang kening Nadya. "Cepat sembuh, Cantik."
Entah keberanian datang dari mana. Lea merubah posisinya ikut tidur di samping Nadya.
"Maafkan Mama," bisik Lea sambil merebahkan diri di samping Nadya. Mengecup pipi Nadya yang sudah terlihat kembali nyaman. Lea menarik tangan Nadya agar lebih dekat. Membawa tubuh Nadya pelukan hangat yang sejak awal ingin dia lakukan pada Nadya.
Menemani Nadya tidur dalam pelukannya.
Tapi bukan seperti ini pelukan yang ingin Lea berikan. Andai waktu bisa dirubah, Lea bersedia menyisihkan hari ini untuk mengizinkan Harlan menjemput Nadya. Putrinya pasti akan menikmati tidur siangnya dengan benar. Tidak seperti sekarang. Lemah karena kelelahan.
"Mama sayang kamu." Lea tak berhenti memberikan kecupan dengan ucapan-ucapan cinta untuk Nadya.
Harlan melihat dengan mata membulat. Lea tak mendengarkan perintahnya keluar kamar?
"Lea?" ucapnya dalam hati. Sejak tadi sekuat tenaga Harlan bertahan untuk tidak menyemburkan segala amarah untuk Lea. Berharap Lea sadar diri untuk pergi dari kamar. Sayang, sekarang putrinya sudah tertidur lelap dalam pelukan Lea. Ibu kandungnya. Tidak mungkin Harlan menarik paksa Lea untuk keluar kamar. Dia sama saja egois kalau seperti itu.
Harlan kembali menahan segala kekecewaan. Hari ini dia memang kecewa melihat tingkah konyol Lea. Bersikap egois hanya karena undangan santai ke rumah Ibu Diva. Nadya menjadi korban. Demi Tuhan, Harlan tidak tertarik dengan wanita itu. Dia akan selalu sopan kepada siapa saja yang mau menyayangi putrinya. Ibu Diva salah satunya.
Harlan terus menatap bagaimana cara Lea memberikan kehangatan pada tubuh Nadya saat ini. Dia harus bisa memaafkan. Menyaksikan mereka saling membalas pelukan dan wajah bahagia Nadya dalam pelukan Lea menjadi jawaban untuk menutup kejadian hari ini. Harlan tak boleh egois.
"Huftt," desah Harlan sambil bersandar mencoba menutup mata di sofa. Biarlah malam ini Lea dan Nadya menikmati kehangatan berdua. Sudah sepantasnya Nadya menerima pelukan hangat ibu kandungnya.
-
"Kak, pindah!" Harlan langsung membuka mata ketika merasakan tepukan di lengan kanannya. Dan lebih terkejut lagi saat wajah Lea berada dekat di hadapannya. Wajahnya jelas kusut tanda baru bangun tidur. Harlan pernah melihat wajah kusut khas bangun tidur seperti ini dulu. Khas Lea.
"Pindah ke tempat tidur, Kak! Aku akan balik ke kamar saja," izin Lea pelan. Harlan kembali duduk tegak dan memeriksa jam di tangan. Sudah pukul dua pagi. Dia ketiduran di sofa.
Harlan menoleh ke arah tempat tidur. Nadya sudah tertidur pulas. Nyaman bersama senyuman manis.
"Panasnya sudah mereda. Maaf aku ganggu tidur Kakak. Kalau butuh bantuan, bangunkan saja aku. Pintu kamar tidak aku kunci." Lea berjalan pelan keluar kamar. Dia juga sudah sangat mengantuk.
Harlan menahan jari tangan Lea pelan. "Di sini saja, biar aku yang tidur di sofa." Lea menggeleng.
"Nggak apa-apa, Kak. Nadya pasti mau bangun melihat wajah Kakak. Bukan aku," ucap Lea pelan. Dia mengangguk lalu berjalan keluar kamar.
Harlan hanya melihat kepergian Lea dari kamarnya dengan diam. Kemudian berjalan mendekati tempat tidur. Memeriksa suhu tubuh Nadya yang sudah membaik. Kembali normal. Nadya bahkan tersenyum saat ini.
Harlan kembali merapikan selimut dan keluar sebentar keluar kamar. Ingin mengambil minum. Suasana memang sudah sepi. Semua orang sudah terlelap pastinya.
Selesai menyelesaikan urusan dahaga, Harlan kembali naik ke atas. Dia mendengar suara gerakan pintu. Dan benar saja, pintu kamarnya sudah terbuka. Harlan melihat arah tempat tidur. Tidak ada siapa pun di sana.
"Nadya?" panggil Harlan bingung. Lalu Harlan menoleh arah pintu kamar Lea yang terbuka setengah. Mencoba mencari jawaban, Harlan melihat dari dekat daun pintu kamar Lea.
Matanya terus fokus menatap sebuah adegan manis yang dilakukan oleh putrinya. Ternyata Nadya mendekati tempat tidur Lea dan dengan berani ikut bergabung di tempat tidur. Dengan wajah sangat mengantuk, Nadya menyelinap dalam selimut Lea dan berusaha melepas guling yang Lea pakai sebagai pelukan tidur.
Harlan memperhatikan. Nadya langsung menyusup manja di pelukan Lea. Lea pun tak sadar menyambut Nadya lalu kembali memeluk sayang. Keduanya memang sama-sama mengantuk. Dan kembali menikmati tidur berdua. Sambil berpelukan.
Lea pasti akan senang mengetahui putrinya mencari kehangatan di dekat dirinya. Pikir Harlan dalam hati.
Harlan menutup pintu pelan. Berjalan memasuki kamar sendiri. Merebahkan diri di tempat tidur seorang diri. Hanya sisa-sisa aroma Nadya dan Lea masih terasa di dekat Harlan.
"Bunga Azalea," ucap Harlan pelan. Menatap langit kamar dengan berbagai macam pikiran. Harlan kembali bergerak, menarik satu nakas untuk mengambil satu kotak kecil miliknya.
Harlan kembali merebahkan diri dan membuka kotak kecil itu. Sebuah cincin indah menjadi sorotan tajam Harlan. Tulisan itu masih ada. Tanda status seseorang untuk hidupnya.
"L, My Wife.. Lea.." bisik Harlan lagi.
***
Rujuk?
Rabu, 16 Agustus 2017
Mounalizza
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro