Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01 ҂ Failure to Race

▪︎
▪︎
▪︎

Ruby Palace, 23 September at 11:00 PM.

Brum!

Brumm!

Bruumm!

Malam itu ada yang berbeda di depan bangunan apartemen mewah berlantai delapan tersebut. Suara motor terdengar saling bersahutan dengan nyaringnya, dan hal itu berhasil menarik perhatian beberapa orang yang berlalu-lalang di sekitar apartemen.

Brum!

Brumm!

Lima orang gadis dengan masing-masing motor sportnya tampak sudah siap pergi melewati halaman utama dan pagar hitam bertuliskan Ruby Palace tersebut. Akan tetapi, rencana itu harus mereka tunda saat sebuah mobil Tesla Roadster berwarna merah memasuki halaman apartemen.

Kelima gadis itu menelan ludah susah payah saat kedua sisi pintu mobil tersebut terbuka secara bersamaan. Di mana seorang gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai dan seorang kakek yang merupakan pemilik apartemen keluar dari dalam mobil tersebut.

Ya, gadis cantik yang masih memakai atasan kemeja putih dan celana bahan hitam itu adalah ketua mereka. Ameera Moore dengan rambut merah panjangnya yang selalu dikelabang dan diikat jadi satu. Sementara seorang kakek yang datang bersama Ameera adalah Kakek Aydhan, sang pemilik apartemen.

"Eh, ada Kak Meera sama Kakek." Sierra Dexta, gadis yang motornya berada paling depan itu berujar disertai senyuman kikuknya.

"Kalian mau ke mana? Balapan lagi?" tanya Kakek Aydhan dengan tatapan tajam penuh selidik. Karena bukan sekali dua kali ia memergoki para gadis penghuni apartemen Ruby Palace ini keluar di tengah malam dan pergi ke sirkuit untuk balapan.

"Enggak kok, Kek. Kita mah cuma mau cari udara segar aja di luar. Iya nggak, girls?" Sierra kembali berujar sembari menoleh ke arah Eva, Thea, Shenna, dan Meisya untuk meminta persetujuan.

Keempat gadis itu mengangguk membenarkan. "Iya, kita mau cari udara segar." Eva, gadis dengan surai sebahu itu berujar.

"Nyari udara segar pada pukul 11 malam? Enggak, Kakek nggak percaya. Sekarang masuk dan bawa kembali semua motor itu ke basement."

"Yahhh, Kakek ..."

"Kak Meera, tolongin dong!"

"Kita beneran cuma mau nyari udara segar aja, kok!"

"Bukannya kita mau balapan?"

"SHENNA!"

"Ups, keceplosan. Hehe ..."

Meera yang melihat tingkah para anggotanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia tadi lembur di kantor tempatnya magang, makanya pulang malam, dan kebetulan bertemu Kakek Aydhan saat di jalan. Jadi sekalian saja ia menampung kakek tua itu di mobilnya. Mengingat tadi si kakek hanya sendirian dan berniat memesan taxi di depan suatu cafe. Ia yang masih punya sedikit rasa simpati jelas tidak tega dan menawarkan tumpangan.

"Masuk. Turuti perkataan Kakek." Meera berujar tegas sebelum kembali memutar langkah ke arah mobil Tesla Roadster miliknya dan membawa kendaraan beroda empat itu memasuki area basement Ruby Palace.

Desahan kecewa dari kelima gadis itu langsung terdengar memenuhi area depan apartemen. Padahal mereka sudah bersiap-siap dari jam 9 malam, tapi malah gagal karena kedatangan Kakek Aydhan yang tidak terduga. Sementara Ameera, ketua mereka itu jelas tidak akan mengizinkan mereka jika Kakek Aydhan sudah berkata 'tidak'.

▪︎ ▪︎ ◇ ▪︎ ▪︎

Ruby Palace.

Begitu menginjakkan kaki di dalamnya, kamu akan disambut oleh lobby apartemen dengan interior mewah berwarna serba merah. Tangga besar di tengah-tengah ruangan, juga terdapat dua lift di sisi kanan dan kirinya. Meja resepsionis yang berada di dekat pintu masuk sebelah kiri, dan area spesial untuk menerima tamu di bagian kanan lobby. Di mana terdapat sofa besar berletter U dan meja kaca disertai beberapa furnitur kayu juga memperindah lobby apartemen tersebut. Tidak lupa juga beberapa papan petunjuk yang akan memudahkanmu mencapai tempat tujuan.

Ameera Moore baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen setelah memarkirkan mobilnya di basement. Sudah larut malam, dan ia baru saja sampai di apartemen tempatnya tinggal selama 3 tahun terakhir ini.

Gadis cantik bersurai merah yang diikat rapi itu langsung memencet angka 8 saat menaiki lift. Ya, apartemennya berada di lantai atas. Akan tetapi, ia tidak tinggal sendirian di apartemen bertipe penthouse tersebut. Melainkan bersama sang tunangan, Ardito Morgan.

"Sayang, kenapa baru pulang?"

Lihat, baru saja dibicarakan. Orangnya sudah muncul tepat saat Meera sampai di lantai tujuan dan pintu lift baru saja terbuka.

"Aku lembur," jawab Meera yang sudah menerima rangkulan dan kecupan mesra dari Ardito pada pipinya.

"Apakah Pak Tua itu menyuruhmu lembur lagi?" tanya Ardito dengan raut wajah menahan kesal. Keduanya kini sudah berjalan menyusuri lorong untuk menuju ke unit apartemen mereka.

Meera menggeleng tak setuju. "Tidak, Dito. Ini murni karena kesalahanku yang menyisakan beberapa dokumen untuk dicek kemarin. Jadi hari ini aku harus benar-benar menyelesaikan semuanya."

"Ah, begitu rupanya. Baguslah. Kalau begitu, kamu harus segera beristirahat setelah ini."

▪︎ ▪︎ ◇ ▪︎ ▪︎

"Gara-gara kamu nih, Shenna. Gagal deh kita keluar buat ikut balapan."

Shenna yang disalahkan jelas tidak terima. "Lohh?! Kok jadi salah aku sih, Kak?!" protesnya.

"Udah, nggak usah ribut. Mending sekarang kita masuk, daripada nanti kena ultimatum Kak Meera." Sierra menengahi sembari memutar balik arah motornya dan mendahului keempat temannya menuju basement.

Thea yang tidak banyak berkomentar juga segera memutar balik arah motornya dan menjalankan kendaraan roda dua tersebut ke basement. Disusul dengan Eva di belakangnya. Sementara Meisya dan Shenna, dua gadis yang tersisa itu kini saling tatap. Lantas keduanya sama-sama menyeringai dan malah menjalankan motornya keluar dari area Apartemen Ruby.

"Bodo amat sama ultimatum Kak Meera. Pokoknya hari ini gue harus datang dan pulang bawa kemenangan!"

Brum!

Brumm!

Dua motor sport berbeda warna itu langsung melaju membelah jalanan kota. Meisya dan Shenna lebih memilih melanggar aturan dan tetap pada tujuan awal mereka. Padahal keduanya juga tahu ... bahwa perintah Ameera Moore selalu mutlak.

Entah apa yang akan dilakukan Ameera jika tahu ada anggota yang berani melanggar perintahnya.

▪︎ ▪︎ ◇ ▪︎ ▪︎

Sierra's Bedroom, 23 September at 11:45 PM.

Tok! Tok! Tok!

"Ra! Buruan keluar! Gawat, nih!"

Tok! Tok! Tok!

"Gue tau lo belum tidur, cepet buka pintunya!"

Sierra yang baru saja menutup mata, tiba-tiba dikejutkan dengan suara ketukan pintu pada kamarnya dan panggilan dari sang saudara kembar. Gadis itu mengernyit kesal sebelum bangun dari atas ranjang kesayangannya dan membukakan pintu untuk Sergio Dexta.

"Apaan, sih?! Gue ngantuk, tau!"

"Lantai 6, ruang kematian. Sekarang!"

Netra Sierra spontan membulat sempurna. Gadis itu menatap Sergio dengan horror sebelum berlari cepat keluar kamar diikuti oleh Sergio di belakangnya.

Ini benar-benar gawat! Siapa yang melanggar perintah Kak Meera sampai mereka semua dipanggil ke ruang kematian?!

▪︎ ▪︎ ◇ ▪︎ ▪︎

Sierra dan Sergio berlari menyusuri koridor apartemen dan berhenti di lift. Pun mereka berdua juga dibuat terkejut karena sudah terdapat beberapa penghuni apartemen lainnya di dalam lift. Diantaranya ada Genta Purnama, Zilgano Volta, Alzatta Thea, dan Miranda Eva.

"Sebenarnya siapa kali ini yang membuat masalah?" Genta bertanya dengan tangan bersedekap. Laki-laki itu adalah satu-satunya yang terlihat tenang saat ini.

"Gue nggak tau apa-apa, sumpah!" Sierra menggeleng cepat sembari mengangkat kedua tangannya.

"Bukannya kalian mau pergi balapan tadi?" Ziga menyahut dengan heran. "Kok nggak jadi?"

"ITU DIA!" seru Eva sembari menatap Thea dan Sierra dengan netra bulatnya. "Kita nggak jadi pergi balapan karena Kakek nggak ngizinin. Terus Kak Meera juga ngelarang."

"Apa mungkin salah satu diantara kalian ada yang tetap berangkat?" Ziga kembali bertanya. Laki-laki berusia 23 tahun itu seolah tengah mengulik sebab-akibat dari dipanggilnya mereka ke ruang kematian di lantai enam.

"Kalau itu ... gue juga nggak tau." Sierra bergumam ragu. "Soalnya gue yang masuk ke apartemen paling awal. Kak Thea sama yang lainnya di belakang."

"Gue sama Kak Thea juga nyusul kok setelahnya," ungkap Eva jujur.

"Lantas?"

"Entahlah."

Ting!

Tidak terasa mereka sudah sampai di lantai tujuan kali ini. Langkah kaki keenam orang itu terasa berat. Terutama bagi Sierra, Eva, dan Thea yang merasa kalau ini pasti ada sangkut pautnya dengan masalah di halaman depan apartemen tadi.

"Duh! Padahal ini bukan pertama kalinya kita ke ruangan itu, tapi sensasi tegang dan seramnya masih terasa." Sierra bergumam sembari menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

Sergio memutar bola matanya malas. "Ya karena kita ke sana kalo ada yang bikin masalah aja. Itu ruang kan cuma ruang sidang dan rapat doang. Kalian aja yang alay sampe dinamain ruang kematian segala," cibir Sergio.

"Eh! Lo lupa ya kalo ruang itu juga pernah jadi bekas pembunuhan berantai beberapa tahun yang lalu?"

"Ohh! Yang korbannya satu keluarga itu nggak, sih?"

"Iya! Menurut cerita Kakek sih gitu."

"Lo berdua jangan bahas hal begituan, deh." Sergio bergidik ngeri sembari memegang tengkuknya yang mulai terasa dingin. "Gue jadi merinding."

"Yeee, cemen banget jadi cowok!"

Sergio langsung merengut karena perkataan Sierra barusan. Laki-laki itu memilih diam dan tidak membalas. Keenam orang itu juga berpapasan dengan Pratar Lokananta yang ternyata sudah tiba di tempat, tapi belum memasuki ruangan.

"Kak Okan kok nggak masuk?" Eva bertanya.

Okan menggeleng pelan. "Nungguin kalian," jawabnya singkat.

Eva hanya ber-oh ria dan mengangguk mengerti. "Ya udah, kita langsung masuk aja kalo gitu. Biar cepat selesai dan aku bisa kembali tidur."

Mereka mengangguk serempak dan Okan mulai membuka hendel pintu itu dengan perlahan. Sensasi dingin dengan nuansa sedikit mistis selalu menyambut para penghuni apartemen begitu memasuki ruangan dengan luas 30 m² itu. Ruangan itu merupakan salah satu unit apartemen bertipe 2BR yang memang sudah lama tidak berpenghuni.

Ya, semenjak peristiwa pembunuhan berantai menurut cerita Kakek Aydhan itu. Hebatnya, Ameera Moore berhasil membuat unit yang satu ini jadi berguna dengan menjadikannya ruang rapat dan sidang. Sementara para anak Ruby Palace menyebut ruangan ini sebagai Ruang Kematian.

▪︎
▪︎
▪︎

Yuhuuu! Gimana sama part awalnya? Seru nggak? (*≧∇≦)ノ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro