6‿berani cinta berani rela
Jatuh cinta itu gila
.
.
Kenza tersenyum penuh arti, hatinya begitu berseri-seri kini. Sedangkan Kenma menghelakan nafasnya lelah sembari duduk dibalkon kamarnya yang menghadap langsung jalanan.
"Sekarang aku mengerti mengapa kau sangat mempertahankan Kiyounara, jatuh cinta benar-benar indah ya... ya tuhan Ruina manis sekali." Kenma menghelakan nafasnya agak kesal kemudian, Kenza yang tengah kasmaran benar-benar cerewet dan menyebalkan itu pikirnya. Kenma hanya lurus memperhatikan dunia dari balik jendela, jalanan nampak senggang hanya diisi oleh gadis surai dark brown yang lewat---
"Eh, itu Ruina!"
"E, kau mau kemana?" Kenma bergegas menahan Kenza yang ingin bergegas, bisa ditebak kalau Kenza ingin menghampiri Ruina Hiko.
"Jangan dulu, kau tidak boleh menemuinya disini tahu!" Peringatan Kenma membuat Kenza menghela nafas kecewa. Kenza yang tadi semangat tiba-tiba layu, sekarang sepasang saudara kembar itu nampak mempunyai aura sama, terasa sulit membedakannya.
Jalanan diluar sirat jika dunia ini begitu luas, Kenza menghelakan nafas, punggung yang menjauh dari gadis yang dia sukai terus menerus ditatap lamat dari kejauhan.
"Kadang aku lupa kalau aku dijerat oleh sesuatu..." Kenza berucap lirih.
Kenma menyusul Kenza, menepuk pundak kembarannya sembari tersenyum samar--- mengatakan kalau Kenma masih setia bersamanya.
"Terima kasih Kenma, kau masih mau menemaniku walau sudah tahu kebenarannya." Kenza tersenyum penuh makna, dan dibalas anggukan oleh Kenma.
"Tentu saja, kau saudaraku Kenza."
"Kalau begitu boleh aku meminta bantuanmu," tanya Kenza setelah ada jeda waktu yang cukup lama.
"Apa?"
"Kalau Ruina memberikan jaketnya nanti tolong ajak dia pulang bersama dan ajak bicara ya, aku ingin lebih mengenalnya," pinta Kenza. Kenma menghelakan nafasnya lelah sembari mata menyipit penolakan penuh.
"Ha, tidak mau! " tolak Kenma tegas.
"Kenma ayolah.." Kenza pula melakukan bujukan penuh pada saudara kembarnya tersebut. Digoyangkan bahu Kenma, agak memaksa memang namun disengaja.
"Kenma, onegai!!"
"Hahh, kenapa harus aku!!? "
∴
Beberapa hari setelah kejadian, gadis yang pernah melewati rumah Kenma dan orang yang Kenza suka atau lebih tepatnya gadis bernama Ruina mengembalikan jaket miliknya.
"Terima kasih untuk jaketnya Kozume." Ruina datang sembari menyodorkan jaket yang terlipat rapi dalam paper bag. Kenma yang tadinya fokus dengan ponsel lantas mengambilnya sembari tersenyum agak paksa.
"Sama-sama."
Ada jeda waktu yang cukup, Kenma agak kebingungan menimbang permintaan Kenza padanya waktu itu. Ada rasa tak tega, tapi Kenma juga merasa tak nyaman. Sebegitu kuatkah rasa kasih sayang antar saudara sampai Kenma bingung memikirkannya.
"Aku akan pergi, sampai jumpa." Ucapan Ruina membuat Kenma tersadar, orangnya sudah akan pergi...
"Em, Ruina? " panggil Kenma akhirnya. Sang empu nama yang sudah melangkah bahkan telah sampai depan belokan berbalik, menatap Kenma dengan bingung. Tak ada jawaban dari Ruina, namun jelas jika gadis itu menunggu.
"Bagaimana kalau nanti kita pulang bersama?"
Ruina nampak berpikir sejenak, sebelum setelahnya gadis itu mengangguk dan tersenyum.
"Baiklah... ayo."
Kenma bersyukur gadis itu mau, kalau tidak Ia akan merasa bersalah pada Kenza. Mungkin.
∴
Sudah berapa lama Kenma mengenal Ruina Hiko? Bahkan nama yang semulanya memanggil dengan marga berubah menjadi panggilan Ruby, panggilan sayang dari Kiyounara yang telah berubah menjadi nama panggung gadis surai dark brown itu.
Beberapa tahun setelah kelulusan...
Hari ini, kegiatan Kenma tak seperti biasanya. Biasanya, akhir pekan adalah waktu Kenma untuk menghabiskan waktu bersama Ruina Hiko, gadis yang 'disukai' kembarannya. Bukan karena ada apanya, namun biasanya Kenza harus cek-up dan tak boleh pergi tanpa izin kedua orang tuanya dan Kenma sendiri, sehingga mau tak mau Kenma harus menemani Ruina Hiko untuk makan siang karena janji dan kebiasaan, menggantikan Kenza.
Untuk kali ini, Kenma bersama Kiyounara. Walau sebenarnya tak ada janji temu, hanya kebetulan bertemu. Namun keduanya memutuskan lanjut melewati hari bersama sembari mengikuti waktu.
"Bagaimana keadaan Kenza?" tanya yang diuarkan Kiyounara dibalas anggukan positif oleh Kenma.
"Lumayan baik," jawabnya. Kiyounara menghelakan nafasnya, pandangan dari ponsel lelaki itu tak pernah luput dari Kiyounara sekalipun, sepertinya lelaki itu merasakan kekosongan---
"Kau merindukan Ruby?" tanya Kiyounara spontan.
"Kenapa kau menanyakan itu?"
"Salahkah?"
"Ya, karena Kenza menyukai gadis itu."
Nyatanya... hubungan sepasang adam hawa yang terikat ikatan persahabat itu tak baik-baik saja.
Penyebabnya, sebab hati lelaki itu terombang-ambing. Tengah hantam tanya-jawab tentang sebuah rasa yang muncul dalam dada. Tentang perasaan Kenma yang mulai tertarik pada gadis yang disukai oleh sang kembaran.
"Aku duluan ya, Kenma."
"Hm."
Kenma bisa melihatnya, Kiyounara ternyata menghampiri Kenza dan Hiko walau sama sekali tak disengaja, ketiganya--- lebih dominan Kiyounara dan Kenza, berbicara dengan tenang. Tak lama, Kenma ataupun yang lainnya, yang menyaksikannya tertahan nafasnya, kejadiannya sangat singkat, sangat cepat, hanya dalam hitungan kurang dari satu detik.
Kecelakaan itu...
Siapa yang akan mengira? Bahkan salah satu diantara kedua yang mengalaminya tak terselamatkan. Bukan yang dari golongan hawa, tapi si adam kehilangan nyawanya ditempat.
∴
Angkasa dihiasi jutaan kilau lampion alam. Malam itu dingin, kejadian tadi siang begitu membawa jiwa raganya terbang dan terhempas secara bersamaan.
Kecelakaan yang menimpa dua orang terkasih... Hiko merasa sesak dan tak tahu harus melangkah kemana.
Dalam biliknya yang temaram Hiko memandang langit, lelehan air mata setia jatuh mengatakan sakit yang tak tertahankan. Kini Hiko khawatir, tapi Ia tak bisa melakukan apa-apa...
'Bagaimana keadaan Kiyounara dan Kenma?'
Kecelakaan yang merenggut semuanya, bahkan Kenma yang ceria ah ya--- bukan Kenma melainkan Kozume Kenza, kini Hiko tahu jika yang ceria itu Kenza namanya, walaupun dirinya sudah tahu jika ada dua Kozume. Namun Hiko baru tahu namanya.
"Seharusnya aku berhenti memanggilnya Kenma..." gumam Hiko. Pipi Hiko usap kasar, air matanya mulai berhenti dan bangkit Hiko dari duduknya diatas pembaringan. Kotak yang sedari tadi Ia pangku diletakkan diatas meja samping ranjang, tak Ia tutup menampilkan banyak kenangan serta sebuah kebenaran. Lantas kemudian Hiko mengambil mantelnya dan pergi dari sana setelahnya.
Hiko kesal dengan segala kebohongan, namun hatinya sudah terjatuh terlalu dalam. Ditengah kegelapan malam, langit malam dengan bintang dan bulan yang menampilkan cahaya, dihadapan makam yang masih baru...
Kenza Kozume
Nama yang tertulis diatas batu nisan. Angin malam yang mengelus lembut permukaan kulit membuat menggigil, namun sama sekali tak membuat Ruina Hiko goyah dan pergi dari hadapan peristirahatan terakhir lelaki yang sempat singgah di hati.
"Kenapa kau membohongiku." Aliran air mata kembali berjatuhan mengalir melewati pipi hingga dagu dan jatuh turun mengikuti gravitasi.
"Seharusnya jujur saja, karena aku pasti akan menerimamu apa adanya, Kenza."
Hiko mendongak, langit begitu indah kini tanpa mendung menghiasi. Sesenggukan Hiko tak tertahan, kini Ia kehilangan dan hatinya mulai goyah tentang apa yang dimaksud cinta.
"Sesungguhnya aku tak rela kau pergi sekarang Kenza, tapi jika yang kau katakan benar... merelakan akan sangat indah, terima kasih sudah mencintaiku, terima kasih sudah mengajarkan apa itu cinta kepadaku...aku mencintaimu."
Tapi didetik ini, Hiko tegaskan tentang cinta yang merasuk jiwanya, cinta untuk Kenza Ia relakan dan cinta untuk Kenma Hiko pertahankan.
[END🌷]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro