masalah lagi
"Ini rumahmu, kan?" Tanya Nichia ketika taksi yang mereka tuju sudah mengarah ke tempat yang mereka tujui yaitu rumah Heeseung.
"Iya, benar."
Heeseung turun diikuti dengan Nichia, "Chia, kenapa kamu ikut turun? Kamu mau berkunjung ke rumahku?"
"Kalau kamu memperbolehkan aku ingin masuk kedalam. Aku ingin mengunjungi bundamu. Tapi kalau tidak, aku bisa balik lagi ke dalam taksi."
Heeseung berfikir sebentar,
Apa konsekuensi jika dia membawa Nichia masuk? Apa Ibunya akan marah? Atau sebaliknya, malah akan diterima?
"Umm... Maaf. Tapi kamu tidak bisa bertemu ibuku."
"Loh, kenapa? Dulu bunda sangat suka kalau aku datang ke rumahmu."
Heeseung mengulum bibirnya kemudian menjawab "Itu dulu. Sekarang kamu ingatkan hubungan kita itu apa?"
"– kita hanya dua manusia yang diombang ambingkan dengan rasa bingung. Belum tau hubungan kita selanjutnya apa. Dulu aku dan kamu pernah menjadi "kita" tapi karena sekarang aku dan kamu sudah menjadi hal berbeda, aku rasa bunda tidak bisa menemuimu lagi." Lanjut Heeseung
Sunghoon sedang mengendarai mobilnya dibawah langit seoul, dia heran kenapa banyak hal aneh yang terjadi kepadanya
Tadi sunghoon tidak bisa menahan air matanya untuk keluar,
Sehabis dia melihat toko buku itu hilang, Alysia menghilang dan hanya surat itu yang menjadi satu - satunya bukti bahwa dia bertemu lagi dengan Alysia... Dia menyesal sudah memasuki toko buku itu beberapa kali
Sunghoon sudah berkali - kali ingin melupakan Alysia, bahkan sudah lupa. Tetapi setelah Sunghoon bertemu dengannya lagi, itu akan membuat sunghoon semakin tidak bisa melupakannya.
Iya gadis itu. Alysia yang malang. Ia meninggal karena kecelakaan kapal. Kapal terbakar sampai hanya menyisakan abu di laut. Bahkan Sunghoon tidak pernah melihat mayat Alysia karena dia hilang dan tidak bisa ditemukan.
Kring...
Kring...
Ponsel Sunghoon kembali berbunyi, kemudian dia mengangkatnya
"Halo?"
"Halo, hoon. Aku sudah pulang kerumah. Maaf aku pergi lebih cepat dari yang kamu perkirakan."
"Hah? Kamu pulang secepat ini? Kamu bilang akan menghabiskan waktu seharian dengan Nichia."
"Aku merasa pusing, jadi aku memilih untuk pulang saja."
"Kamu mau aku bawakan obat? Aku rasa aku bisa mengantarnya jika kamu mau."
"Tidak perlu, lanjutkan saja. Aku tau kamu sedang menyetir. Hati - hati. Besok aku akan datang kerumahmu lagi."
"Iya baiklah, sampai ketemu besok."
Sunghoon kembali menyetir mobilnya. Mungkin dia juga harus menenangkan pikirannya. Bisa - bisa rasa kecewa dan penasaran ini membunuhnya.
Heeseung hanya duduk di kasurnya sambil memperhatikan gitar yang ia letakkan di sisi kamarnya,
Gitar itu sudah sangat tua. Bahkan sudah hampir tidak pernah dia gunakan. Lagipula dia sudah tidak punya motivasi untuk bermain gitar lagi, semuanya sia sia
Heeseung juga kembali melihat gelang yang selalu dia gunakan, gelang yang selalu dia bawa kemana mana dan dia jaga sebisa mungkin.
Heeseung melepaskannya dari tangannya,
"Tenyata Chia juga tidak menyimpannya. Cih... Aku terlalu berharap."
Bruk...
"ARKH!" Heeseung melempar gelang itu ke tembok sampai membuat suara yang keras, tapi siapa sangka sekarang Heeseung malah kembali kesakitan?
"Hosh... Hosh... Kenapa aku pusing sekali?"
"Arkh... Sialan. Aku ingin mati saja. Ini terlalu sakit."
Heeseung memegang kepalanya dengan kedua tangannya dengan begitu kuat. Rasanya sangat sakit.
"Kenapa... Kenapa...? Apa yang terjadi kepadaku?" Heeseung meringis kesakitan karena tidak kuasa menahan rasa sakit yang ada di seluruh tubuhnya.
"ARKHHHH!"
Dipikiran Heeseung muncul sebuah ingatan, yang menjadi sebuah titik awal mula kesakitan itu,
"Lee Heeseung, kenapa kamu tidak menepati janjimu?"
"Kamu akan melupakannya bukan?"
"Jika kamu menemuinya lagi, maka ini akan menjadi kesakitan untuk dirimu sendiri."
"HEESEUNG! LEE HEESEUNG!"
Heeseung menghembuskan nafasnya dengan kasar kemudian, keluar dari kamarnya menuju ke ruang tamu. Apa lagi ini? Kenapa ayahnya meneriaki namanya lagi? Ada yang salah?
"Hmm... Ada ap–"
Plak!
"APA APAAN KAMU HAH!?"
"Pah... Ada apa lagi? Aku salah apa lagi?" Tanyanya sambil meringis memegang pipinya yang kesakitan.
"INI!"
"KAMU PUNYA HUBUNGAN DENGANNYA, KAN? ASTAGA MEMANG KAMU ANAK ANEH."
Heeseung menjawab dengan mata yang sangat tajam "Bahkan ayahku sendiri mempercayai berita bodoh seperti itu."
"Tidak bisakah kalian berhenti mengurus hidupku? Aku bahkan tidak pernah berani memacari seorangpun seumur hidupku. Dia Sunghoon... Dan dia–"
"– hanya teman baikku."
"APA BUKTINYA DIA HANYA TEMAN BAIKMU HAH?"
"Ayah perlu bukti? Kurasa tidak akan cukup aku harus menjelaskannya sepanjang dan selebar apa. Tapi satu hal yang harus kalian ingat. Jangan. Campuri. Urusan. Aku. Dan. Sunghoon." Ucap Heeseung dengan penuh penekanan.
Heeseung hendak kembali ke kamarnya tetapi lelaki yang lebih tua itu menahan tangan pemuda bermagra Lee itu kemudian mengancamnya,
"Kalau aku masih melihatmu bermain bersamanya maka akan kupastikan kamu keluar dari rumah ini."
"Ah, baiklah. Aku akan bermain bersamanya supaya aku keluar. Lagipula aku tidak suka berada disini. Bersama dua iblis seperti kalian."
"HEESEUNG JAGA OMONGANMU!"
Ayahnya sudah menaikan tangan ke atas udara, hendak memukul Heeseung. Tapi Heeseung jauh lebih cepat, dia menahan tangan sang ayah sebelum menjamah kepalanya,
"Aku selalu salah, hm? Kalian bahkan tidak pernah menjaga omongan kalian untukku. Dan aku tidak boleh marah!? Tidak bisakah ayah dan ibu sesekali mengakui kalau kalian juga banyak melakukan kesalahan? Hanya karena aku anak kalian maka aku harus selalu menurut?"
Lanjut Heeseung "Kalau aku harus menurut kepada kalian– Aku babu atau anak kalian?"
"YAHH! ANAK INI BENAR - BENAR ANAK KETERLALUAN!"
"Ayah mau aku keluar? Baiklah. Jangan cari aku kemana - mana. Hanya dalam 24 jam kalian juga merasa membutuhkanku."
Heeseung mengambil tas ransel berwarna hitamnya dan keluar dari tempat persinggahannya dari kecil itu.
"Sunghoon! Park Sunghoon!"
Heeseung meneriaki nama sahabatnya itu. Jangan tanya sekarang dia berada dimana. Karena kalian tau sendiri tempat pelariannya hanyalah rumah Sunghoon.
Pintu berwarna putih itu terbuka, menampakkan wajah park Sunghoon yang tampil dengan kaus oblong warna putihnya dipadukan celana jeans kesukaannya,
"Kamu kenapa disini? Bukannya kamu sedang pusing?"
"Iya... Aku pusing ada dirumah."
"Kenapa? Bertengkar dengan orang tua mu lagi?" Sunghoon hanya menebak, tapi itu sesuai dengan yang Heeseung alami.
"Ya. Itu benar."
"Apa kata mereka?"
Heeseung ingin menjawabnya. Tapi mana mungkin dia bisa menjawab kalau Sunghoon adalah alasan dia keluar dari rumah? Tentunya Sunghoon hanya akan merasa bersalah.
"Aku ceritakan nanti. Aku ingin tiduran, kamu tahu disini panas?"
"Iya iya, ayo masuk! Aku juga sedang memasak. Kamu bisa makan malam."
"Terima kasih, Sunghoon."
"Ah iya satu lagi!"
Heeseung kembali menatap Sunghoon "Kamu tadi bertemu dengan Nichia? Apa kamu ingat dengan seseorang yang bernama Alysia?"
"Alysia...?"
"Aku baru ingat Nichia itu nama kembaran Alysia. Kamu ingat?"
janneth
maaf kalau kalian merasa alurnya jadi sangat aneh. ah iya! Jangan lupa tinggalkan vomet sebagai jejak kalian!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro