Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

heeseung dan kesakitannya

"Jadi Nichia itu kembaran mantanmu?"

Heeseung masih belum terlalu paham dengan apa situasi yang terjadi disini. Jadi sebenarnya siapa Alysia itu?

"Iya. Alysia itu pacarku saat disekolah menengah. Aku baru ingat Nichia adalah kembarannya."

"Kebetulan juga ya..."

"Tapi kamu beruntung masih memiliki Nichia. Kamu tidak seberuntung aku yang mencintai seseorang yang sudah tidak berwujud manusia lagi."

Setelah kalimat itu tercerna di pikiran Heeseung, dia malah bingung dan tidak tau apa yang Sunghoon maksud "Maksudmu?"

"Ah... Sudahlah. Panjang ceritanya. Aku tidak bisa meceritakannya dari awal."

Keduanya hening, entah apa yang mereka pikirkan. Mungkin ini akibat keduanya mempunyai keadaan yang sulit belakangan ini.

"Heeseung, kamu mau ramen? Aku sudah memasaknya tadi."

"Cih, aku makan ramen denganmu? Dipikir kita berkencan? Dengar ya Sunghoon, tradisi makan ramen itu masih ada sampai sekarang." Tolaknya.

Sunghoon tertawa karena sikap Heeseung yang seperti orang tua "Haha! Lee Heeseung! Kamu seperti orang tua saja. Sudah ayo makan! Nanti kamu mati kelaparan malah aku yang repot. Ayo!"

Heeseung akhirnya bangun dari posisi duduknya juga, mengikuti Sunghoon ke dapur yang tidak jauh dari kamarnya,

"Nah. Ini. Tenang, aku sangat pintar memasak. Memang aku kan sudah tampan, pintar, jago memasak, baik hati, tidak sombong-"

"-dan jomblo." Sambung Heeseung dengan tidak berdosanya sambil memakan ramen buatan Sunghoon.

"Yah! Seperti kamu bukan jomblo saja. Sama - sama jomblo diam ajalah! Sebentar lagi juga aku akan dapat penggantinya." Sunghoon membela dirinya sendiri.

"Iya iya. Aku hanya bercanda. Ayo makan bersama. Aku jadi tidak enak memakannya duluan."

Sunghoon tersenyum lagi setelah melihat ramen itu sudah jadi "Yeay, makan."

"Heeseung, bisa kamu berikan bubuk cabainya kepadaku?" Tanya Sunghoon.

Heeseung mengambil botol bubuk cabai yang berada di sebelahnya, kemudian memberikannya kepada pemuda Park itu "Ini."

"Terima- Gelangmu kemana?"

"Eummm..." Heeseung menatap lengannya, memang rasanya ada yang kurang kalau dia tidak memakai gelang itu walau hanya sekali. "Tertinggal dirumah. Aku buru - buru kemari."

"Oh... Tumben. Kamu tidak pernah melepasnya."

"I... Iya. Ah sudahlah, aku tidak mau membahasnya."

"Bagaimana tadi?"

"Tadi apa?"

"Kamu pergi dengan Nichia kan? Kemana?" Tanya Sunghoon yang belum mendapat cerita apapun dari Heeseung.

"Eumm... Aku pergi ke cafe. Kemudian aku harus pulang belum lama setelah ada disana. Aku pusing sekali."

"Tapi sekarang kamu sudah tidak terlihat pusing. Kamu baik - baik saja."

Heeseung terdiam, meletakkan ramennya dan berhenti makan untuk sejenak. Benar juga...

"Kenapa... Aku selalu sakit jika berada di sisi Nichia...?"

"Heeseung."

"Hm?"

"Jika ada pesan di ponselku, kamu biarkan saja ya. Aku mau pergi sebentar, bertemu dengan saudaraku. Kamu disini saja. Mungkin hanya setengah jam, aku tidak bawa ponsel." Ucap Sunghoon.

"Oh, baiklah. Hati - hati."

"Iya, tenang. Aku hanya keluar sebentar."

Pria bermarga park itu keluar dari rumahnya, Heeseung sendirian berada dirumah itu lebih tepatnya di kamar Sunghoon,

Ting!

Heeseung melirik ponsel Sunghoon,

Ting!

"Oh itu hanya pesan." Ucapnya karena Sunghoon sudah mengatakan untuk membiarkannya.

Ting!

Ting!

Ting!

"Kenapa notifikasinya banyak sekali? Ah, kumatikan saja." Heeseung meraih ponsel Sunghoon yang tergeletak di lantai.

"Loh?"

nomor belum disimpan
sunghoon
19.21
temui kami sekarang
19.22
kami tahu kamu bertemu alysia
cepat atau kami akan membawamu
kamu mau kami menyiksamu lagi?
19.23

"Aku pulang."

"Sunghoon, kamu tidak apa - apa? Ada yang menyakitimu sepanjang perjalanan tadi?" Tanyanya dengan khawatir.

Park Sunghoon hanya dengan kebingungan menatap Heeseung "Ada apa? Memangnya aku kenapa?"

"Ah... Bukan apa - apa. Aku hanya takut kamu bertemu dengan seseorang yang menganggumu. Tapi sudahlah, aku mungkin hanya khawatir."

"Yah, Heeseung. Kamu pikir aku anak kecil? Aku hanya pergi tiga puluh menit dari sini. Astaga." Protesnya.

Heeseung mengelus surai hitam Sunghoon dengan lembut "Iya maaf, aku hanya khawatir."

"Ah sudah sudah! Aku mau mandi. Aku mau langsung tidur, aku sedang lelah." Ucapnya.

Heeseung mengangguk dalam diam.

Sunghoon sudah tertidur, sudah memasuki alam mimpinya dibawah batas sadar. Sementara Heeseung masih menatap langit langit kamar yang kosong

Entahlah, dia tidak bisa tidur. Banyak hal yang menghantui pikirannya belakangan ini.

Heeseung kembali membuka ponselnya, untuk melihat lihat saja karena matanya masih belum lelah.

Kring...

Kring...

Kring...

"Nichia menelefon?"

Ia memutuskan untuk bangun dan keluar dari kamar Sunghoon. Tidak enak baginya untuk membangunkan Sunghoon di tengah lelap tidurnnya.

"Hallo?"

"Hallo, Heeseung!"

"Kenapa menelefonku malam - malam? Kamu memangnya belum tidur?"

"Ah... Belum. Aku tidak bisa tidur. Kamu sendiri?"

"Aku juga."

"Kamu sedang apa?"

"Bertelefon denganmu."

"Aku sudah tau."

"Iya, memang kamu sudah tahu. Aku tidak bilang kamu tidak tahu."

"Astaga Heeseung. Kamu masih sama saja dengan yang dulu."

"Aku yang dulu? Waktu masih bersama denganmu? Ah... Itu sudah Heeseung yang dulu. Kamu bertemu dengan Heeseung yang baru. Yang sangat dingin, tidak penyayang dan egois."

"Kamu egois? Itu bukan Heeseung yang aku kenal. Kamu sampai sekarang masih sama. Masih Heeseung yang kukenal dulu. Masih seorang Heeseung yang bodoh, lugu, tapi menggemaskan."

Heeseung tertawa kecil "Aish... Nichia.."

"Kamu sungguh belum mengantuk?"

"Sungguh aku tidak bisa tidur malam ini."

"Oh syukurlah berarti aku tidak menganggumu. Eumm... Aku ingin minta maaf karena telah merusak moodmu tadi. Maaf ya..."

"I... Itu bukan masalah besar. Lagipula aku hanya tidak ingin ibuku marah jika aku membawa perempuan ke rumah."

"Tapi aku kan sudah kenal dengan bundamu."

Heeseung menghela nafas beratnya "Aku hubungi kamu besok. Sekarang tidurlah."

"He... Heeseung? Kamu kenapa? Heeseung- seung-"

Pip

Heeseung mematikan sambungan telefon itu. Meletakan ponselnya di meja sambil mengusak rambutnya dengan kasar,

"Arkh..."

Dia merasa ada keanehan lagi, seluruh tubuhnya merasa sakit. Terasa ada seseorang yang memukulinya berkali - kali.

"Arkhh! Jangan lagi!"

Heeseung merasa kesesakan dan sulit untuk berdiri. Entah rasa sakit apa itu. Heeseung tidak bisa menjelaskannya,

Dan Heeseung menutup matanya. Dia memang tidak tertidur...

Tidak sadarkan diri, lebih tepatnya.

Heeseung membuka kedua matanya perlahan, menampilkan wajah Sunghoon yang sedang khawatir,

"Yahh! Heeseung, kamu bangun juga. Astaga aku sudah khawatir, kamu tahu? Aku melihatmu pingsan di ruang makan."

"Sunghoon... Ini jam berapa?"

"Sekarang kamu bertanya ini jam berapa? Kamu tahu ini hari Minggu? Ayo tidur lagi sana. Kamu mau ku buatkan apa? Mau bubur? Kamu mau obat? Masih teraaa pusing? Kamu mau aku kompres?"

Heeseung menolak semua tawaran Sunghoon "Aku benar - benar baik sekarang. Jangan mengkhawatirkanku ya?"

"Aish... Heeseung. Bagaimana bisa akku tidak khawatir? Kamu tahu kemarin aku sangat terkejut? Apa yang kamu lakukan kemarin sampai begini?"

"Sunghoon... Aku ingin sekali menjawab pertanyaan itu. Tapi aku yang mengalaminya saja tidak tahu apa yang terjadi. Seperti ada yang memukuli tubuhku, rasanya sangat sakit. Aku tidak bisa menjelaskannya."

Sunghoon berfikir sejenak, "Ah! Kamu pasti lupa makan malam kan? Ayo jujur!"

"Aku makan malam. Bahkan kamu yang memasakku ramen."

"Ah benar juga!" Sunghoon berfikir lagi.

"Kamu sakit karena lupa membayar uang sekolahmu?"

Heeseung ingin sekali menendang Sunghoon kalau saja dia bisa, dia sedang serius tapi Sunghoon membalikan situasinya lagi,

"Hoon... Aku sedang serius."

"A... Ah... Aku rasa itu tidak mempan, hehe. Aku pikir itu bisa mengembalikan keadaanmu sedikit. Maaf."

"Iya tidak apa - apa."

"Eumm... Coba kamu mengingat kejadian kemarin malam. Apa kamu melakukan sesuatu sebelum pingsan?"

Heeseung mengingat kembali semua hal yang terjadi kemarin malam, tapi dia tidak menemukan jawabannya

"Aku tidak melaukan apa - apa. Aku tidak terjatuh. Aku... Kemarin menelefon Chia saat kamu tertidur."

Sunghoon membuka mulutnya lebar lebar setelah mendengar nama Chia kembali disebutkan oleh Heeseung, "Heeseung! Aku tahu ini ada hubungannya!"

"Apa apa?"

"Kamu selalu sakit setelah bertemu dengan Nichia... Dan ada hubungannya dengan gelang itu."

janneth
aku harap kalian suka chapter ini. janga lupa tinggalkan vote dan comment !

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro