Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3

by sirhayani

part of zhkansas

3

Paman dan Bibi akan datang untuk makan malam bersama di rumah dan Kalila berharap Jiro juga akan datang. Sudah satu tahun Kalila tidak melihat kakaknya itu. Jiro seolah-olah menghindari pertemuan keluarga. Sudah beberapa kali ketika Bibi dan Paman datang ke rumah, tetapi Jiro tak terlihat batang hidungnya.

Mereka telah tumbuh dan ada di masa awal remaja. Hari ini adalah hari terakhir Kalila dan Trey melangsungkan Masa Orientasi Sekolah di SMP. Mereka lagi-lagi ditempatkan di SMP yang sama. Adam juga berada di SMP itu. Namun, Jiro tidak. Jiro berada di SMP yang berbeda.

Kalila kecewa tidak bisa melihat kakaknya itu di SMP yang sama. Pertemuannya dengan Jiro juga sudah jarang membuat Kalila merasa semakin canggung setiap kali mereka berhadap-hadapan. Sudah cukup lama juga sejak terakhir kali Kalila dan Jiro berada di jarak yang dekat. Sudah satu tahun lalu, yaitu ketika mereka berada di pemakaman anak Paman dan Bibi yang meninggal di usia satu bulan.

Di hari ulang tahun Kalila dan Trey beberapa bulan lalu, Jiro juga tidak datang. Meski begitu, Kalila senang karena Jiro masih memberikannya kado ulang tahun. Sebuah bando putih yang sudah sering Kalila pakai, baik saat liburan dengan keluarga atau ke sekolah.

Malam ini, dia memakai bando putih hadiah dari Jiro lagi. Kalila tidak ingin melupakan Jiro karena jarak sehingga dia menggunakan bando pemberian Jiro agar selalu mengingatnya.

Pintu kamar Kalila terbuka tanpa diketuk lebih dulu. Kalila menatap pantulan Trey di cermin, yang masuk tanpa permisi ke kamarnya. Kalila berusaha untuk tidak peduli. Semakin dia menggubris Trey, maka Trey akan semakin iseng. Jadi, Kalila hanya diam saja di kursi rias sambil memikirkan rambutnya akan dia model seperti apa agar cocok dengan bando itu. Rambutnya panjang dan halus. Jika dia mengepang bagian depan, maka itu akan sulit karena mudah terbongkar.

Trey berhenti di sampingnya dan menyambar bahuya beberapa kali.

"TREY!" teriak Kalila kesal, lalu menoleh pada Trey. "Pergi nggak!"

"Kamu ngapain, sih?" tanya Trey heran. "Padahal cuma makan malam di rumah doang. Bukan di restoran."

"Terserah aku, dong!" seru Kalila sambil menenandang kaki Trey. "Keluar, gih. Sebelum aku ngamuk."

Trey diam sambil berkacak pinggang dan memandangnya dengan serius. Kalila langsung waspada. Dia yakin Trey akan melakukan sesuatu yang merugikannya. Trey lalu menaruh kedua tangannya ke masing-masing kantong celana, lalu dia menghadap ke pintu dan mulai jalan.

Tiba-tiba saja Trey mengacak-acak rambut Kalila, lalu kabur dan tak menutup pintu kamar.

"UAGH! TREY!" Kalila menghela napas panjang. "Sabar. Sabar," bisiknya, lalu berdiri dan menghentakkan kaki sepanjang dia berjalan ke pintu kamar. Dia mengunci pintu kamarnya, lalu kembali ke depan lemari hias. "Lihat aja nanti. Kalau dia pake pomade bakalan gue hancurin rambutnya."

Kalila menyisir rambutnya sambil terus mengomel. Dia mengusap bando kesayangannya. Untung saja tidak terkena tangan kasar Trey. Suasana hati Kalila jadi buruk karena anak itu. Alhasil, dia hanya menguraikan rambut panjang tanpa poninya dan langsung memakai bandonya di kepala. Dia harus menunggu makan malam tiba. Beberapa pekerja rumah tangga sedang mempersiapkan makan malam. Kalila tentu saja tidak akan dibiarkan jika memasuki dapur karena terakhir kali dia ke dapur, jarinya terluka dan darah segar mengalir deras karena memotong bawang putih.

Kalila membuka lemari dan mengambil sebuah kotak yang terlihat seperti buku. Itu adalah brankas kecil berisi benda peninggalan berharga dari seseorang yang tidak dia ketahui keberadaannya. Kalila duduk di tempat tidur dan membuka kunci brankas kecilnya, lalu dia mengeluarkan sebuah kalung liontin. Tertulis nama Kalila di penutup liontin itu. Nama yang sudah disiapkan oleh seseorang yang meninggalkan Kalila di depan rumah ini.

Kalila tidak bisa tidak tahu tentang kebenaran bahwa dia bukanlah anak kandung Ibu dan Bapak. Mamanya Emily, entah kenapa, selalu sinis padanya dan selalu membahas fakta menyakitkan itu jika mamanya Emily dan Ibu berseteru. Namun, Kalila bersyukur dia jadi terbiasa dan menerima kenyataan yang ada bahwa dia bukanlah bagian dari keluarga ini. Akan tetapi, bukan berarti Ibu dan Bapak bukanlah Ibu dan Bapaknya. Atau Adam, Jiro, dan Trey bukanlah kakak-kakaknya. Mereka semua tetap sama, bagian keluarga Kalila.

Kalila membuka liontin itu. Sebuah hologram muncul dan membuatnya terkejut. Tertulis sesuatu yang cahaya birunya keluar dari dalam liontin itu.

Hanya untuk Kallila

Dari Mama dan Papa, di tahun 2081

***

Jiro menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil sambil bersedekap. Jika bukan atas paksaan Paman dan Bibi, maka dia tidak akan mau datang ke rumah keluarga kandungnya itu.

Jika Jiro bisa kembali, maka akan dia lakukan. Namun, mobil sudah terlanjur parkir di halaman rumah Ibu dan Bapak. Jiro keluar dari mobil, disusul Paman dan Bibi yang tampak antusias dengan makan malam ini. Cahaya lampu menerangi rumah bertingkat dua itu. Cat dinding putih membuat rumah itu terlihat semakin terang.

Kekecewaan Jiro masih tertanam cukup dalam di hatinya. Ketika mendiang anak Paman dan Bibi masih ada, Jiro sempat khawatir dia akan terbuang untuk yang kedua kalinya karena selama ini kasih sayang yang Paman dan Bibi berikan tak pernah pudar sedikit pun. Paman dan Bibi tak pernah mengabaikannya meskipun mendiang anak mereka terlahir ke dunia. Namun, umur anak itu hanya singkat dan kembali dipanggil ke sang pencipta.

Jiro kembali merasa kesepian padahal dia sudah merasa senang dengan kehadiran anak bayi di rumah Paman dan Bibi yang membuat ramai.

Jiro melepaskan diri dari tangan Bibi, lalu segera kabur ketika Bibi dan Ibu sedang melepas rindu.

Dia ke halaman samping yang hanya diterangi satu lampu remang-remang. Dia duduk di atas kursi beton sambil mengamati suasana di ruang tengah yang terlihat dari dinding kaca. Pandangannya teralihkan dari Ibu dan Bibi pada dua orang yang sedang kejar-kejaran. Trey dan Kalila. Mereka masih sama-sama kekanakan.

Jiro merasa jauh. Posisinya sebagai anak kandung benar-benar tergantikan oleh Kalila. Tangan Jiro terkepal. Dia lalu mendengkus sebal dan kembali memusatkan perhatiannya pada Kalila dan Trey.

Trey sedang memasuki kamar tamu dan Kalila tidak melihat itu. Kalila masih terus berlari dan mencari keberadaan Trey, tetapi tidak kunjung dia temukan. Kalila berlari menuju halaman samping yang pintu kacanya terbuka, tempat di mana Jiro berada saat ini.

Ketika Kalila berdiri di ambang pintu, dia terkejut saat matanya dan Jiro bertemu.

"Kak Jiro...."

Jiro terdiam memandang lamat-lamat wajah terkejut Kalila. Perasaan aneh muncul di hatinya ketika melihat Kalila lebih jelas dan dekat. Jiro tak bisa mengalihkan perhatiannya dari wajah Kalila. Sudah berapa lama mereka tak bertemu sampai Kalila terlihat berbeda di pandangan Jiro saat ini? Anak perempuan itu telah tumbuh dengan baik dan membuat Jiro merasakan keanehan di hatinya.

Rambutnya terurai panjang dan dihiasi bando putih yang Jiro kenali. Jiro ingat bando itu. Jika bukan atas paksaan Bibi karena saat itu Jiro hanya memberikan kado untuk Trey, maka Jiro tidak akan memberikan kado apa pun. Dia sengaja membeli bando murahan, tetapi ... ternyata Kalila memakainya sekarang?

Saat itu, di hari ulang tahun Trey dan Kalila, Jiro tidak datang dan memilih untuk bermain dengan teman-temannya. Tidak ada acara ulang tahun kekanakan seperti saat mereka berdua masih berumur lima tahun. Jadi, Jiro merasa tak perlu datang meskipun saat itu hanya acara kecil-kecilan keluarga besar.

Kalila masih berdiri kaku di sana. Jiro baru sadar dia belum mengatakan apa-apa pada anak perempuan itu. Jiro berdiri dan berhenti di hadapan Kalila yang menghalangi satu-satunya jalan. Kalila menunduk, terlihat canggung. Wajar, mereka sudah lama tidak bertemu.

Jiro bisa melihat Kalila dari dekat dan mengamati wajah memerah gadis itu.

"Aku mau lewat," kata Jiro dengan suara pelan, membuat Kalila segera menyingkir.

"Ma—maaf, Kak," balas Kalila sambil menunduk.

Jiro menoleh pada Kalila yang menunduk di sampingnya. "Kamu kelihatan cantik pakai bando itu. Bando dari aku, kan?"

"Y—ya, Kak." Kalila mendongak padanya, terlihat mencoba berani. Jiro bisa melihat wajah memerah Kalila yang diterangi lampu ruang tengah.

Jiro segera memalingkan pandangan saat merasa ada yang salah pada dirinya. Bagaimana mungkin dia tertarik pada adiknya sendiri? Ini jelas sebuah kesalahan besar.

Namun, Jiro segera tersadar.

Tak ada yang salah.

Mereka bukanlah saudara.

Maka dari itu, Jiro kembali menoleh ke sampingnya, menatap Kalila yang tak kunjung pergi.

"Kalila," bisiknya sambil tersenyum penuh arti. "Ingat baik-baik apa yang gue katakan malam ini. Kita. Bukan. Saudara. Ngerti?"

Kalila menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi Jiro tidak ingin mengatakan apa-apa lagi dan segera pergi.

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro