Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22

catatan

haii, kalian pembaca seri Perjalanan Waktu dari awal banget nggak?

Sudah bacaCan I Meet You Again? (perjalanan waktu pertama)?

Matahari Dan Bintang, sudah?

kalau Time Paradox, sudah baca?

Terus, kalian tahu cerita Ruang dan Waktu (perjalanan waktu terakhir) ini dari mana?

ohiyaa, seri Perjalanan Waktu ini bisa kalian baca tidak berurutan karena tiap cerita tokoh utamanya beda-beda, tapi kalau mau baca berurutan justru lebih baik karena satu tema yaitu tentang mesin waktu yang sama, di mana Can I Meet You Again? jadi awal mula mesin waktu dibuat,

(kanan ke kiri)

selamat membaca 💙

by sirhayani

part of zhkansas

***



me: hubungan kita udah jauh, lo nggak ada niat mau mutusin kalila dan pacaran resmi sama gue?

arvin: ngapain gue harus putus dari kalila?

arvin: lo lupa posisi lo atau gimana? lo duluan yang nawarin diri buat jadi selingkuhan.

arvin: jadi, tolong, tahu posisi

"Sialan!" Emily melempar ponselnya ke lantai. Dia sudah berhasil membuat Arvin berciuman dengannya, bahkan berkali-kali dan sampai lebih dari itu, tetapi cowok tak tahu diri itu masih saja tidak ingin putus dengan Kalila setelah apa yang dia lakukan di belakang Kalila.

Sudah beberapa minggu Kalila dan Arvin berpacaran dan selama itu juga Arvin dan Emily diam-diam melakukan berbagai kontak fisik di belakang Kalila. Cara berpacaran Kalila dan Arvin terlihat normal dan Arvin tidak pernah meminta berciuman dengan Kalila. Emily tahu semua itu karena Kalila akan menceritakan apa adanya pada Emily atas apa yang dia alami.

Tentu saja, Arvin tidak meminta berciuman karena punya pasangan cadangan yang rela menjadi pelampiasan nafsu.

Hubungan Emily dan Arvin bahkan sudah sampai di atas tempat tidur. Namun, Arvin tetap menganggapnya sebagai cewek murahan yang hanya pantas untuk dijadikan selingkuhan.

Emily tak mungkin mengancam Arvin untuk memberitahukan kepada semua orang atas apa yang telah mereka lakukan. Kalau begitu, Emily juga yang akan rugi. Emily ingin memberitahukan kenyataan itu pada Kalila, tetapi Kalila pasti tak akan percaya jika tidak melihat secara langsung.

Ah, benar juga. Melihat secara langsung. Kalila harus melihat secara langsung situasi di mana Arvin dan Emily berciuman.

Sebenarnya, ada foto di mana Emily dan Arvin tidur bersama. Namun, Emily ingin Arvin tahu saat di mana Kalila memergoki mereka yang sedang berciuman.

"Haha." Emily tertawa sambil memungut ponselnya yang untungnya tak retak. Anonim itu sudah tidak pernah menghubunginya lagi. "Kalau gini, tanpa bantuan si anonim gue juga bisa jalan sendiri."

***

emily: lo masih di kelas seni? bisa ke kelas kita bentar? ada yang pengin gue kasih lihat.

me: baru aja selesai. emang apaan di sana?

Kalila mengernyit. Satu menit terlewati, tetapi Emily tak membalas pesannya padahal Kalila langsung membalas pesan masuk dari Emily tadi.

"Udah selesai?"

Kalila mengangkat pandangannya dari ponsel dan melihat Jiro tengah berdiri sambil bersandar di pilar koridor. "Kak!"

Jiro tersenyum. "Ya?"

"Jadi pulang bareng, kan?" Kalila berlari kecil dan berhenti di hadapan Jiro yang langsung merangkulnya.

"Iya. Kan gue udah bilang bakalan tunggu lo sampai lo selesai," balas Jiro, lalu mereka berdua mulai melangkah bersamaan.

Hari ini Trey pulang lebih cepat dan lagi-lagi, meski Trey menitip Kalila pada sopir Emily, tetapi Kalila diam-diam meminta Jiro untuk pulang bersama. Kalila tak seharusnya mengikuti segala keinginan Trey yang hanya akan membebani orang lain.

"Kita ke kelas gue dulu, ya? Emily bilang mau ngasih lihat sesuatu," kata Kalila saat berbelok ke koridor lain menuju kelasnya. Jiro mengikut saja tanpa banyak tanya. "Tumben-tumbenan tuh anak sok misterius."

Ketika Kalila semakin dekat dengan kelasnya, tiba-tiba saja Jiro membekap mulut Kalila dan membuat Kalila membelalak sambil mendongak ke sampingnya.

"Lo yakin mau lihat?" tanya Jiro, berbisik. "Barusan gue lihat kejadian di dalam kelas lo. Cowok lo. Dan Emily."

Kalila mengernyit. Dia memegang tangan Jiro di mulutnya, lalu menjauhkan tangan Jiro perlahan dari sana. Ucapan Jiro barusan terasa mengganggu. Kalila melihat kelas di posisi Jiro, tetapi hanya ada pintu yang hampir tertutup rapat.

"Lo ... barusan lihat apa, Kak?" tanya Kalila dan entah kenapa langkahnya memelan saat kembali meneruskan langkahnya. Hingga tiba di depan pintu kelas yang hanya terbuka sedikit, Jiro masih belum menjawab pertanyaannya.

Kalila membeku ketika melihat pemandangan dua murid SMA yang sedang berciuman di dalam kelas itu. Meski pintu hanya terbuka sedikit, tetapi Kalila bisa melihat dengan jelas siapa dua orang itu.

Emily dan Arvin. Mereka berciuman dan terlihat sudah terbiasa melakukan itu. Tangan Kalila yang lemas mendorong pintu kelas hingga terdengar bunyi dari engsel pintu yang sudah berkarat.

"Kayaknya ada orang yang datang," kata Emily ketika menjauh dari Arvin, tetapi Arvin kembali menarik wajah Emily dan mencium bibirnya.

"Itu angin," balas Arvin di sela-sela ciumannya dengan Emily.

"Jadi, gue angin?" tanya Kalila, hampir berteriak. Suara kerasnya membuat Arvin tersentak dan menjauh dari Emily.

"Kalila?" panggil Arvin dengan mata yang membelalak. "Tunggu! Biar gue jelasin!"

Kalila memutar bola matanya. "Apa, sih? Kenapa malah pakai template kayak di drama-drama?"

Sebelum Arvin mendekati Kalila, Jiro langsung menghadang cowok itu.

"Kita putus!" seru Kalila sambil mengepalkan kedua tangannya. "Lo bilang waktu itu, kan? Gue bisa mutusin lo kapan aja. Nah, sekarang kita putus. Terus, jangan berani coba nembak gue lagi. Anggap aja kita nggak pernah kenal."

Kalila menatap Emily yang berdiri di sudut ruangan, lalu Kalila memalingkan pandangannya. Dia marah, tetapi tidak ingin mendatangi Emily dan menjambak rambut cewek itu karena hanya akan membuang-buang waktunya yang berharga.

"Kak Jiro, ayo pulang!" seru Kalila, lalu segera berlari menuju parkiran lebih dulu.

***

Emily gemetar di sudut ruangan. Dia pikir semua akan berjalan lancar, tetapi mengapa tiba-tiba Jiro datang bersama Kalila?

Sekarang, kakak sepupunya itu menatapnya dengan tatapan merendahkan. Emily tak bisa bersuara dan seluruh tubuhnya bergetar. Bagaimana jika Jiro melaporkan kejadian ini pada keluarga besar? Bisa-bisa dia akan diremehkan lagi.

"Pengin banget gue mukul lo, tapi gue nggak mau tangan gue kena darah yang menjijikkan." Jiro mencengkeram kemeja Arvin dan menariknya. "Barusan lo mau ngejar Kalila? Berengsek."

"Please, Kak, gue mohon maaf banget. Please," kata Arvin penuh permohonan. Dia memasang wajah minta dikasihani. "Izinin gue bicara bentar sama Kalila...."

"Kalau lo mau hidup tenang di sekolah ini, jangan ganggu Kalila lagi. Apalagi berniat buat deketin dia lagi," kata Jiro, penuh peringatan. "Sekalipun lo dan Kalila sekelas, gue pasti akan tahu kalau lo deketin dia atau enggak."

Jiro melepaskan cengkeramannya dari kemeja Arvin, lalu menatap Emily yang masih terkejut dengan kehadiran cowok itu. "Apa lo ngikutin jejak Nyokap lo?"

Emily menggigit bibir. Jiro langsung pergi setelah bertanya, seolah hanya ingin mengingatkan sebuah fakta yang terjadi di keluarga Emily yang sudah hancur. Mamanya beberapa kali berselingkuh dengan laki-laki lain sebelum papa Emily tak tahu selama bertahun-tahun sampai akhirnya kenyataan itu terungkap dan kedua orang tua Emily berakhir dalam perceraian.

"Ah. Sial!" teriak Arvin sambil mengacak-acak rambutnya, lalu memandang Emily yang masih membeku. "Lo sengaja ya buat gue ada di situasi ini?"

Emily menggigit bibirnya. "KALAU IYA, KENAPA?"

"Sialan." Arvin mengambil tasnya, lalu berjalan keluar kelas. "Kita putus. Ngapain juga gue pacaran sama l*nte."

Emily jatuh terduduk di lantai. "Sialan.... Sialan!"

Ponselnya yang berdering hampir saja dia lempar ke dinding. Namun, kontak dengan nama anonim muncul dan membuatnya segera membuka pesan itu.

Emily langsung membelalak.

Pesan-pesan berisi foto yang Emily ambil saat berada di atas tempat tidur bersama Arvin, bagaimana mungkin dikirim oleh anonim itu? Semua foto itu ada di ponsel Emily dan Emily tak pernah membiarkan ponselnya dipegang oleh orang lain.

Tunggu. Dia pernah membuka sebuah link aneh yang anonim itu kirim. Ponselnya ... diretas?

Foto-foto itu sengaja Emily ambil untuk dia jadikan ancaman kepada Arvin jika dia perlukan, tetapi sekarang foto-foto itu juga ada di tangan seseorang yang tak dikenalinya.

anonim: gue megang kartu lo

anonim: kalau lo nggak mau foto-foto lo tersebar, ikuti kata-kata gue kalau gue ngehubungin lo lain kali

anonim: oh, ya, yang terjadi barusan kurang seru

Emily membelalak. Dia berdiri lalu berlari keluar kelas dan melihat sekitarnya. Tak ada siapa-siapa. Tunggu! Tadi hanya ada dirinya, Kalila, Arvin, dan juga Jiro. Kalila dan Arvin tak mungkin ada di balik si anonim itu.

Berarti ... Jiro? "Pasti Kak Jiro!" seru Emily, lalu membalas pesan anonim itu dengan gemetar.

me: lo pasti kak jiro kan! ngaku lo!

anonim: jiro? maksud lo kakak kalila yang di tahun ketiga itu? apa gue terlihat seperti dia?

Emily menggigit kukunya sambil menangis. "Sialan! Terus siapa, anj*r?"

***

me: jiro? maksud lo kakak kalila yang di tahun ketiga itu? apa gue terlihat seperti dia?

Tak ada balasan dari Emily lagi. Cowok itu tersenyum samar sambil menyimpan ponselnya ke dashboard.

"Kak! Ayo pulaaang!" seru Kalila sambil menghentakkan kakinya pelan.

Jiro mendekat pada Kalila dan menarik cewek itu ke dalam pelukannya. "Nggak usah murung cuma karena cowok kayak dia, Kalila."

"Hiks...." Kalila tiba-tiba menangis, membuat senyum bahagia Jiro menghilang. Mengapa juga Kalila harus menangisi cowok itu? "Gue nggak akan pacaran seumur hidup!"

Kedua sudut bibir Jiro kembali tertarik ke atas, lalu Jiro mencium puncak kepala Kalila. "Itu pilihan bagus. Ngapain pacaran? Ngebuang-buang waktu lo yang berharga."

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro