Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

"Kemungkinan CEO itu menyukaimu."

Seribu pikiran langsung muncul di pikiranku. Meskipun terdengar mustahil, namun ada beberapa hal yang membuatnya tampak seakan-akan itu benar.

Seluruh badanku langsung lemas, mataku membeku, pikiranku terus pergi entah kemana.

"Tapi tentu saja itu tidak benar. Mana mungkin Pak Park menyukaimu. Yang benar saja," remeh Woo Shik.

Aku memukul lengannya. "Ah, kukira itu beneran."

Sungguh, bodohnya diriku memikir bahwa Pak Park menyukaiku. Pikiran bodoh yang tidak berlogika.

"Ayolah, mana mungkin CEO seperti Pak Park akan menyukai seseorang sepertimu. Itu benar-benar tidak masuk akal," jedanya sambil meminum kopi yang ada di mejaku. "Aku bisa menulis seribu satu alasan kenapa Pak Park tidak akan menyukaimu. Itu sangat... mustahil."

Karena tidak terima dengan perkataannya, aku pun menjawab, "Memangnya ada masalah apa denganku? Aku juga wanita yang layak disukai."

Woo Shik menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan berkhayal, Payne!"

Aku melihatnya sinis. "Ah, tidak percaya aku mengatakan hal bodoh bersamamu."

Woo Shik terkekeh. "Eh, tapi sebentar dulu. Menurutku, Pak Park mungkin mengatakan itu ada maksud di balik perkataan itu. Jadi kau, hati-hati saja."

Dia memberikan wajah seriusnya ke hadapanku sebelum pergi. Aku bergedik sendiri. Wajah serius itu sangat tidak cocok dengan sifat aslinya.

~~~

Hari berganti menjadi menjadi malam dan kembali lagi menjadi pagi yang cerah. Tidak kusangka hari berganti secepat ini sedangkan aku belum menemukan satu pun jawaban dari masa laluku.

Apa aku harus mengambil cuti? Ah, tidak, tidak. Bagaimana bisa aku mengambil cuti jika baru bekerja di sini selama seminggu?

"Payne!" panggil seseorang. Pasti Woo Shik. Aku yang sedang berada di ruang rapat langsung keluar dan menghampirinya.

"Ada apa?"

Woo Shik menunjuk jari telunjuknya ke arah mejaku. Aku pun beralih menjadi melihat mejaku. Sedetik kemudian, mataku membulat dengan sempurna.

Bunga. Ini bunga mawar. Bunga yang kusuka, tapi siapa yang memberikannya? Dan kenapa tiba-tiba ada orang yang mengirimkanku ini?

"Apa ini?" tanyaku.

Woo Shik menggeledah bunga cantik itu dan menemukan surat kecil di dalemnya.

"Kuharap kau masih menyukai bunga ini. Mawar yang secantik dirimu. R," baca Woo Shik dengan nada datar.

"R? Siapa R? Nama Pak Park dimulai dengan P atau dengan nama panggilannya E, Eun Gi. Tapi ini R. Payne, siapa ini?"

R? Jangan bilang...

"Miranda!" panggil seseorang tiba-tiba.

"Kau tidak akan percaya! Yang mengirimi bunga ini, itu adalah artis kita! Raymond!" seru Bu Seo.

Deg.

Sudah kuduga.

"Apa?" Woo Shik terdengar seperti orang terkejut. "Bagaimana kau mengetahuinya?" lanjutnya dengan sopan.

"Tadi waktu kalian masih rapat, aku melihat kurir yang mengantar ini dan aku sedikit memaksa untuk memberitau siapa yang mengirim bunga ini. Dan dia bilang Raymond! Bukankah ini sangat romantis? Seperti di drama-drama?"

Woo Shik langsung menggelengkan kepalanya. Karena merasa sudah tidak nyaman, ia pun berkata, "Aku akan kembali bekerja."

"Miranda, apa benar kau dengan Raymond..." Bu Seo sengaja menggantungkan kata-kata terakhirnya.

"Tidak, itu pasti salah kirim."

Aku memang ingin menjawab dan menyangkal hubungan aneh yang beredar tentang aku dan Raymond. Namun, suara yang tadi, bukanlah suaraku.

Suasana menjadi hening dan serius. Semua orang menundukkan kepalanya dengan sopan kecuali aku dan mungkin Woo Shik? Dia terlalu terkejut untuk bersikap sopan.

"Pak Park, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Woo Shik.

Pak Park melirik sebentar ke arah Woo Shik lalu kembali lagi menatapku. Tatapanku tidak jauh berbeda dengan tatapan Woo Shik kali ini. Kita semua sangat terkejut. Apa yang dilakukan CEO sehebat dia di lantai karyawan biasa? Dan kenapa tadi dialah yang menyanggah perkataan Bu Seo?

Semua orang pasti penarasan dengan situasi kali ini.

"Apa yang kulakukan di sini? Bukankah sudah jelas aku di sini untuk menemui karyawanku?" dia memberi jeda dengan melihat sekeliling ruangan ini. Lalu berkata,

"Miranda, ikutiku." Pak Park langsung melangkahkan kakinya ke lift, aku pun dengan cepat mengikutinya dari belakang.

~~~

Eun Gi's PoV

Bunga? Bukankah itu sedikit pasaran? Aku memukul meja di depanku dan kembali melihat ke arah foto yang diberikan artisnya, Raymond.

Raymond: Aku penasaran melihat reaksinya dan tentu saja responmu jika berita ini melebar luas ke sosial media~

Begitulah pesannya. Aku memang sudah berkali-kali melarangnya untuk berdekatan dengan Miranda. Aku tidak ingin lelaki tidak tau diri itu mengulangi perbuatan menjijikannya.

Yang membuatku lebih khawatir lagi adalah Miranda tidak mendengarkan perkataanku dan selalu mengikuti perkataan Raymond. Kalau Miranda ingat masa lalunya, tidak mungkin ia akan setenang dan sesantai itu di depan Raymond.

Dan mungkin... jika Miranda benar-benar akan mengingat masa lalunya, bukannya hanya Raymond saja yang akan membencinya, namun diriku akan termasuk ke dalam list kebenciannya.

Aku membuang semua pikiran itu dan memutuskan untuk turun ke lantai 4, lantai Miranda.

Lift terbuka di lantai 4. Suasananya sangat berbeda dengan lantaiku. Tentu saja ini lantai staff, hanya untuk orang tidak penting.

Aku mendengar beberapa suara ramai lalu aku melihat sosok yang kucari. Miranda. Ia terlihat terkejut. Apa yang membuatnya terkejut?

Lalu aku melihat ke arah sekitarnya. Mataku membesar saat melihat bunga mawar itu ternyata sudah sampai di tangan Miranda. Dasar Raymond sialan.

"Miranda, apa benar kau dengan Raymond..."

Wanita yang terlihat seperti 30an itu terdengar seperti wanita-wanita yang gemar bergosip ria. Ah, mendengar Raymond dan Miranda dalam satu kalimat saja membuatku geram.

Aku pun langsung menyanggah perkataan itu dengan cepat dan tanpa berpikir panjang.

"Tidak, itu pasti salah kirim," ujarku.

Semua orang langsung melihat ke arahku dan menunjukkan kesopanan mereka dengan menundukkan kepalanya. Tentu saja, aku CEO di sini.

Karena tidak ingin menambah masalah dan gosip di kantor ini, aku pun langsung memanggil Miranda.

"Miranda, ikutiku." tanpa adanya tanggapan, aku langsung menggerakkan kedua kakiku dan beranjak dari lantai penuh gosip itu.

Aku sempat melihat ke belakangku, mengecek apakah Miranda mengikutiku atau tidak. Tapi jawabannya tentu saja, ia mengikutiku.

Kita masuk ke dalam lift lalu naik ke lantai paling atas. Lantaiku.

"Ada apa, Pak?" tanya Miranda saat sudah berada di ruanganku.

Sebenarnya aku juga tidak tau kenapa aku memanggil Miranda. Aku hanya ingin dia menjauh dari orang-orang. Apalagi orang-orang di sedang membicarakan hubungan Raymond dengan Miranda.

"Ah, aku hanya ingin kau mengerjakan project baru," ujarku asal.

Aku memang sedang mempertimbangkan untuk mengadakan project baru tapi belum kusetujui secara keseluruhan. Karena mengeluarkan project baru akan membutuhkan dana yang banyak dan persiapan yang matang. Lalu prosesnya akan panjang dan melilit.

Untuk dana, kurasa tidak ada masalah dengan itu. Namun, bagaimana bisa aku menyuruh Miranda untuk mengurus project baru itu yang masih abu-abu? Ah, bodoh!

"Project baru? Kurasa itu bukan urusan tim kami, Pak."

"Aku ingin kau gabung dengan tim itu dan ini tidak ada hubungan dengan timmu yang sekarang," balasku.

Tidak ada pilihan lain selain melanjutkan apa yang sudah kukatakan tadi.

Miranda terlihat bingung dengan perkataanku lalu tidak lama kemudian ia berkata,

"Baiklah, Pak."

Dalam hatiku, aku menghembus napas lega. Untung dia tidak menolak perkataanku karena itu akan membuat situasi tambah aneh.

Karena merasa tidak ada yang ingin diperbicangkan lagi, aku pun berkata, "Baiklah, kau boleh pergi."

Miranda mengangguk lalu menunduk sopan seperti biasa. Wajahnya penuh dengan kebingungan dan matanya penuh rasa penasaran. Aku bahkan tidak tega untuk melihat mata sucinya itu harus dipermainkan oleh takdir sekejam ini.

Miranda berhenti sebentar lalu kembali ke depan mejaku lalu berkata, "Pak, bolehkah aku bertanya satu hal?"

Satu hal? Dia tidak mungkin menanyakan masa lalunya kan? Ah, tidak mungkin. Mungkin dia ingin menanyakan tentang project baru. Mungkin...

Dengan ragu-ragu, aku pun menjawab, "Silahkan."

"Apa dulu kita pernah bertemu?"

~~~

Words: 1200

~~~

27 Juli 2019
Indonesia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro