Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

Aku menundukkan kepalaku di hadapannya dan menggigit bibir bawahku karena gugup. Bagaimana tidak? Sejak aku masuk ke gedung ini, suasananya sudah sangat tidak nyaman. Semua orang menatapku sinis dan membicarakanku tentang gosip tidak benar.

Pak Park menghela napasnya. "Tidak usah gugup di depanku. Duduklah," ucapnya.

Aku menurutinya. Lalu mulutku gatal untuk bertanya kenapa ia memanggilku secara tiba-tiba.

"Kenapa Bapak memanggilku ke sini?" tanyaku sopan.

"Ah," jedanya. Ia terlihat sedang berpikir. "Hm, bukankah sudah kubilang kau harus hati-hati? Bukankah aku sudah melarangmu untuk percaya dengan orang asing?"

Pak Park terlihat seperti menahan emosinya. Tunggu, dia marah?

"Maksud Bapak apa, Pak?" tanyaku lagi tidak mengerti.

Sejauh ini, aku sama sekali tidak mengetahui masalahku apa. Kenapa aku bisa dipanggil ke sini? Kenapa Pak Park terlihat marah kepadaku? Apa salahku?

"Apa kau tau sekarang jam berapa?"

"Jam 3 sore, Pak."

Pak Park mengacak wajahnya. "Bukankah itu artinya ini masih jam kerja? Tapi kau malah menghilang selama berjam-jam."

"Itu, karena tadi aku--"

"Aku tidak ingin mendengar alasan. Mulai dari sekarang, aku akan mengawasimu dengan kedua mataku sendiri," potongnya.

Aku tidak berani untuk menjawab perkataannya. Karena setiap perkataan yang akan kukeluarkan mungkin terdengar seperti alasan belaka. Padahal aku juga membolos tadi karena Raymond memaksaku.

"Kau boleh pergi," ujar Pak Park. Aku menundukkan kepalaku sebagai salam lalu pergi dari ruangannya.

Aku menghela napasku. Kenapa aku malah melibatkan diriku ke masalah ini, sih? Apa yang kupikirkan tadi? Kenapa aku tidak melarang Raymond untuk pergi? Kenapa aku tidak mencegahnya?

Tunggu, kalau dipikir-pikir, aku memang mencegah Raymond untuk mengajakku pergi tadi. Tapi ia memaksaku. Lalu apa yang bisa kulakukan jika ia memaksaku seperti itu? Bukankah Pak Park seharusnya memarahi Raymond bukan diriku?

Ah, pro dan kontra dalam diriku meronta-ronta sekarang. Sebenarnya, tidak ada gunanya menyalahkan atau membenarkan diriku sekarang.

Tetapi yang masih membuatku bingung adalah kenapa Pak Park selalu menyuruhku untuk hati-hati? Aku bukan orang sekarat yang harus dilindungi atau penjabat tinggi yang selalu diagungkan. Lalu apa yang membuatnya selalu berkata seperti itu?

Semua pikiranku berhenti karena aku melihat sosok yang kucari. Woo Shik.

"Woo Shik!" panggilku.

Dia langsung menoleh ke arahku dan ekspresinya langsung berubah menjadi jengkel.

"Jangan memanggil namaku seperti itu di sini. Orang-orang akan mengira kita seumuran!" meskipun nadanya tinggi, namun ia berkata itu dengan bisik-bisik agar tidak ada mendengarnya.

"Hm? Kita kan memang seumuran," gumamku.

Tanganku langsung di tarik ke lift menuju ke lantai 4.

"Jangan bilang... kau menipu anak baru agar mengerjakan kerjaanmu?" tanyaku dengan nada tinggi.

"Yap," jawabnya enteng.

Aku menatapnya tidak percaya. Bagaimana ada orang semenyebalkan ini?

Aku memukul belakang kepalanya. "Dasar gila!"

"Ah! Bu Payne, apa yang kau lakukan?"

"Kenapa tiba-tiba kau berbicara formal di depanku?" ujarku sarkastik.

"Yak! Ini... suatu kekerasan!"

"Ah, kekerasan? Kalau begitu, yang kau lakukan itu penipuan. Benar, kan?"

Woo Shik berusaha menahan emosinya agar tidak bermain kasar denganku. Tentu saja, aku wanita.

Lift itu terbuka, aku langsung berjalan keluar dan menuju mejaku yang diikuti oleh Woo Shik.

Setelah aku dengannya duduk di kursi masing-masing, barulah aku mengatakan apa yang ada di pikiranku.

"Woo Shik," panggilku.

"Hm?" jawabnya tidak peduli.

"Tadi... waktu aku di ruang Pak Park. Dia mengatakan sesuatu yang aneh," ujarku.

Woo Shik mulai tertarik dengan pembicaraan ini dan mendekatkan kursinya ke mejaku agar tidak ada yang mendengarnya.

Bagaimana pun juga, ini suatu gosip eksklusif, bukan?

"Apa? Dia mengatakan apa?" tanya Woo Shik penasaran.

Aku berpikir-pikir. Apa aku bisa mempercayainya? Ah, aku kan hanya menanyakan pendapat. Tapi bagaimana kalau nanti ia malah membocorkan ke orang lain? Aku malah tambah kena masalah.

"Hm... tidak. Bukan apa-apa," jawabku.

Woo Shik berdecak. "Yak, kalau tidak ingin memberitauku, maka tidak usah memberitauku dari awal. Kau malah memberi cuplikan yang membuatku penasaran."

Aku terkekeh. "Sebegitunya penasarannya tentang diriku, Pak Cha?" candaku.

"Apa kau bilang? Aku bukan penasaran denganmu, tapi dengan Pak Park," balasnya kesal. "Kenapa kau dipanggil ke ruangannya berkali-kali padahal kau baru beberapa hari bekerja di sini. Pasti ada sesuatu," gumamnya.

Dia bergumam, tapi suaranya cukup keras sampai aku bisa mendengarnya. Dia pasti sengaja berkata itu agar aku mengatakannya. Dasar.

Aku mulai berpikir-pikir kembali. Mau tidak mau, aku harus mencari salah satu jawaban dari banyaknya pertanyaan di pikiranku yang belum ada jawaban pasti.

Dan kemungkinan, Woo Shik akan mengetahui sesuatu bukan? Dia kan sudah lebih lama di sini--meskipun hanya berbeda beberapa bulan, tetapi tetap saja.

"Woo Shik," panggilku lagi.

Dia menghela napasnya panjang. "Payne, apa kau tau sekarang kau sedang menganggu pekerjaanku?"

"Kali ini serius. Aku ingin menanyakan sesuatu," balasku.

Matanya langsung melirik ke arahku. "Kalau kau bercanda lagi kali ini, aku tidak akan berbicara denganmu. Selamanya."

"Iya, iya."

Untuk kedua kalinya, Woo Shik mendekatkan kursinya dengan kursiku.

"Hm, dari mana aku harus menjelaskannya ya," gumamku.

"Ah, begini. Jadi aku mempunyai teman. Temanku ini bekerja di suatu perusahaan--"

"Perusahaan apa?" potongnya.

"Entertainment, sama dengan kita," jawabku.

"Ah," balasnya mengerti.

"Lalu, dia cerita kepadaku kalau ia sering dipanggil oleh CEOnya. Kemudian dia--"

"Dia bekerja di perusahaan mana?" lagi-lagi Woo Shik memotong perkataanku.

"Yak, kau ini mau mendengarkanku atau mewawancaraiku? Banyak sekali pertanyaan," omelku.

Dia tertawa polos. "Maaf. Kalau begitu, lanjutkan."

"Sampai mana tadi? Ah, kemudian dia merasa ada yang aneh sama CEOnya. CEO ini suka mengatakan untuk selalu berhati-hati, jangan percaya kepada orang asing, dan sejumlah perkataan lain yang terdengar seakan-akan CEO itu mengkhawatirkanku--maksudku, temanku. Lalu suatu hari, temanku ini... hm, dia bolos. CEO itu mengetahuinya lalu memanggilnya  dan berkata hal yang sama lagi, namun kali ini dia mengatakan itu seperti ekspresi orang yang sedang... marah. Kira-kira apa maksud perkataan CEO itu? Bagaimana menurutmu?" jelasku panjang kali lebar.

"Hm," dia terlihat sedang berpikir. "Menurutku, CEO itu dengan jelas ingin mengatakan suatu hal dibalik perkataannya itu," lanjutnya.

Jadi ada makna tertentu dari perkataan Pak Park?

"Ada 2 kemungkinan."

"Apa itu?" tanyaku.

"Pertama, mungkin CEO itu ingin memecatmu," jawabnya.

Wajahku langsung berubah menjadi panik. "Ah, tidak mungkin. Aku baru saja bekerja di sini, masa secepat itu aku akan dipecat?"

Beberapa detik kemudian, aku menyadari bahwa aku baru saja mengubah tokoh "temanku" menjadi "aku" di cerita panjang kali lebarku tadi.

Woo Shik tersenyum. "Sudah kuduga itu ceritamu."

Aku menutup mataku dan memukul dahiku karena kebodohanku.

"Maksudku temanku." dan aku pun masih memperjuangkan bahwa cerita ini milik "temanku" bukan aku.

"Yang benar saja."

"Lalu apa pilihan kedua?"

"Ini pilihan yang tidak masuk akal," ujarnya.

Aku menjadi tambah penasaran. "Apa?"

"Kemungkinan, CEO itu menyukaimu."

~~~

Words: 1038

~~~

Another chapter is up! Yup, lagi rajin. Bentar lagi udah mau masuk skul kira2 selesai engga ya ini buku:"

Doain aja ya gais, selesai hehe:"

13 Juli 2019
Indonesia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro