Chapter 5
Aku menatap bangunan sekolah itu dengan seksama. Kata dokter, aku hanya kehilangan memori jangka pendek, namun kenapa aku hampir tidak bisa mengingat masa-masa SMA-ku?
Sekarang aku berada di depan gedung SMA Soongsil High School. Tempat di mana aku bersekolah dulu. Tempat di mana semuanya menjadi sebuah pertanyaan.
Aku mulai berjalan masuk ke gedung itu. Hari sudah malam, tetapi gedungnya masih terbuka dan masih ada beberapa anak yang belajar.
Aku masuk ke koridor kelas 10. Melihat kelas-kelas yang kosong, memperhatikan setiap celah, berharap memoriku akan kembali.
Aku berhenti di depan pajangan piala. Banyak sekali piala-piala yang dipajang di sini. Aku meneliti setiap piala itu. Mataku berhenti setelah melihat piala tahun 2009. Di situ tertera tulisan "Juara 1, bola basket" dan di sebelahnya ada sebuah foto. Foto tim bola basket yang sedang memegang piala tersebut.
Namun yang membuatku penasaran adalah Raymond ada di foto tersebut. Dia tersenyum dengan sangat bahagia. Aku mengerutkan keningku, jadi Raymond benar teman SMA-ku?
Aku mengambil ponselku dan memotret foto itu di ponselku. Untuk jaga-jaga siapa tau aku mengingat sesuatu dan aku tidak akan melupakan wajahnya.
Setelah puas memutari gedung ini, aku keluar dari gedung itu. Namun, kakiku berhenti setelah melihat seseorang yang familiar di ingatanku.
Bukankah itu Pak Park?
Aku melihatnya turun dari mobilnya dan jalan terburu-buru ke arah sana dan ke sini. Seperti sedang mencari seseorang.
"Pak Park?" panggilku.
Kakinya berhenti dan menoleh ke arahku. Aku bisa melihat di matanya bahwa ia sedang mengkhawatirkan seseorang.
Aku menghampirinya dan berkata, "Sedang mencari siapa, Pak?"
Dia mengacak rambut rapihnya dengan tangannya lalu mengontrol napasnhya yang terengah-engah lalu menjawab, "Apa yang kau lakukan di sini malam-malam?"
"Aku.... Ini sekolah SMA-ku dulu. Sudah lama aku tidak berkunjung jadi aku berpikir untuk mengunjunginya," jelasku.
"Di malam-malam seperti ini?"
"Tadi baru selesai di kantor jam 7 malam. Jadi kesini juga agak malam. Memang ada masalah apa, Pak? Kenapa Bapak datang kesini di malam hari?"
Dia membuang wajahnya ke arah yang lain dan tidak menatapku lagi.
"Aku hanya kebetulan lewat," balasnya singkat lalu dia berjalan ke mobilnya.
"Jangan pergi malam-malam sendirian, kau tau malam itu sangat berbahaya." Dia membuka pintu mobilnya lalu masuk ke dalam mobilnya.
Ingin rasanya aku bertanya ada masalah apa yang membawanya kesini, tapi sepertinya ia tidak akan menjawab.
Ia membuka jendela mobilnya lalu berkata, "Naiklah, aku akan mengantarkanmu."
~~~
Aku kembali melirik ke arah Pak Park. Tingkahnya sangat aneh. Tadi di kantor dia bilang hati-hati terhadap sekitar dan sekian banyak kata-kata yang menunjukkan kekhawatirnya. Lalu sekarang aku kembali bertemu dengannya di depan sekolah SMA-ku.
Apa dia mengikutiku?
"Berhenti melihatku, kau menganggu konsentrasiku," ujarnya.
Aku langsung membuang wajahku ke arah yang lain lalu berdeham.
"Aku hanya melihat ke jendelamu," balasku.
Dia terkekeh. "Di sebelahmu kan juga ada jendela, di depan juga. Kau tidak jago berbohong ternyata."
Aku menggigit bibir bawahku menahan malu.
"Itu di depan rumahku," ujarku setelah 15 menit hening.
Dia memberhentikan mobilnya tepat di depan rumahku. Aku pun langsung keluar dari mobil itu, tetapi tiba-tiba Pak Park juga mengikutiku keluar dari mobil dan melihat-lihat kondisi depan rumahku dan sekelilingnya.
"Kau tinggal sendiri?" tanyanya, matanya masih berkeliling melihat-lihat.
"Ya. Mau masuk dulu, Pak?" sejujurnya, aku tidak mau menawarkan tawaran itu karena berada satu mobil saja dengannya sudah cukup aneh. CEO apa yang mengantarkan karyawannya seperti ini? Ini terlalu baik. Dia terlalu baik.
"Tidak, terima kasih. Istirahatlah," ujarnya lalu menepuk bahuku lalu ia masuk ke dalam mobilnya dan langsung menancap gas dengan cepat.
Aku menggaruk kepalaku, ada apa dengan sikap CEO aneh itu? Apa dia memang selalu baik dengan karyawannya?
Aku menggelengkan kepala. Aku masih terlalu bingung dengan semua yang terjadi di kota ini. Kalau terus-terusan bingung seperti ini, kapan aku akan menemukan memoriku yang hilang?
~~~
Aku menghela napas. Sudah beratus-ratus kali aku melihat foto Raymond di tahun 2009. Tapi aku tetap tidak mengingat apa-apa.
Kalau aku dengannya dekat waktu itu, pasti aku akan mengingat sesuatu, bukan? Tapi nyatanya, aku tidak mengingat apapun.
Apa ini artinya aku dan Raymond tidak terlalu dekat dulu? Kalau kita berdua tidak dekat, kenapa Raymond berbicara seperti mengenalku sekali?
"Oi, Payne!"
Aku langsung berhenti melamun, dan pikiranku yang tadi langsung berantakan karena Pak Cha--oh, tidak, tidak, mulai dari sekarang aku akan memanggilnya Woo Shik.
"Ada apa, Cha Woo Shik?" ucapku sarkastik.
"Eh? Kenapa kau berbicara santai kepadaku?" ujarnya sambil berdiri dari mejanya.
"Hm, Bu Seo memberitauku. Kita seumuran, bukan? Kau juga baru masuk beberapa bulan yang lalu. Bagaimana bisa kau menipu dan membuatku mengerjakan semua tugasmu di hari pertamaku?" omelku.
Dia tersenyum polos. "Ah, kau sudah tau ternyata."
Belum sempat aku menjawab perkataan Woo Shik, tiba-tiba ada yang memanggilku.
"Miranda!"
Tentu saja, semua orang di lantai itu matanya langsung tertuju ke arahku. Aku menoleh ke sumber suara, ternyata si teman SMA, Raymond.
Dia tiba-tiba menarikku dan menyeretku ke lift.
"Apa yang kau lakukan?" pekikku sambil berusaha menarik tanganku kembali tapi sia-sia. Dia terlalu kuat.
"Diamlah," balasnya.
"Aku masih banyak kerjaan di atas," ujarku.
Di lobby, aku masih berusaha menarik tanganku kembali. Namun, karena itu semua orang menjadi melihat ke arah kami.
"Diamlah, kau ingin membuat gosip tambah parah?" bisik Raymond di telingaku.
"Apa maksudmu? Gosip? Ah, Raymond, sakit!"
Setelah aku mengucapkan kata itu, Raymond langsung melepas genggaman tanganku. Aku menatapnya tidak percaya, apa yang sebenarnya ia lakukan?
Aku memegang pergelangan tanganku karena sakit.
"Maaf, aku tidak sengaja. Aku hanya-- ikuti saja, oke?" ujarnya lalu ia membelakangiku dan berjalan lurus ke arah mobilnya.
"Ya! Raymond!" panggilku. Tetapi dia tidak menoleh sama sekali.
Aku menghembuskan napasku, kesal. Semua orang sekarang menatapku sinis. Ah, yang benar saja. Aku masih ada banyak sekali pekerjaan dan apa katanya? Ikuti saja?
Aku bahkan hampir tidak mengenalinya. Sial, terpaksa aku harus mengikutinya. Karena aku tidak berani kembali ke lautan manusia yang sedang menatapku sinis.
Sebentar lagi pasti akan ada gosip baru lagi yang menghantuiku.
~~~
Words: 976
~~~
23 Juni 2019
Indonesia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro