Chapter 2
Miranda's PoV
Aku kembali menghela napas. Sudah 10 tahun berlalu tetapi trauma itu masih menghantuiku. Kapanpun aku melihat mobil putih, mendengar klakson kencang sampai lampu terang berkedip-kedip selalu mengingatkanku hari itu. Hari di mana semuanya berubah.
Mengalami kehilangan memori jangka pendek memang menyiksaku. Sangat menyiksa, tapi jangan salah kira. Aku pasti akan mengembalikan memoriku yang hilang itu. Harus. Demi orang tuaku yang sudah damai di alam sana dan demi ketenangan diriku sendiri.
Hari ini, tepatnya tanggal 12 April 2019, aku akan kembali ke Seoul. Memang tekadku sudah mulai dari aku berumur 25 tahun yang artinya 2 tahun yang lalu. Tetapi butuh perjuangan untuk balik ke kota sial itu karena aku tidak akan pindah kesana dengan tangan kosong. Setidaknya, aku harus punya pekerjaan.
Di sinilah, aku berdiri di depan gedung RD Entertaiment. Agensi ini sudah cukup terkenal dan merupakan salah satu agensi terbesar di Korea. Sudah banyak idol ataupun aktor dan artis yang menjadi mendunia karena memang agensi ini sangat ketat dalam memilih artisnya. Hari ini adalah hari pertamaku kerja di sini.
Setelah melangkahkan kakiku masuk ke dalam gedung tersebut, aku bisa langsung melihat lobbynya yang dipenuhi banyak sofa, lalu di di sebelah kiri ada cafe kecil buat idol atau mungkin karyawan? Aku tidak tau.
"Miranda Payne?" panggil seseorang.
Aku menolehkan kepalaku dan tersenyum serta menunduk untuk tanda sapaan yang sopan.
"Kau pasti anggota baru di tim pemasaran ya? Selamat ya. Kau sudah ditunggu Pak Jin di lantai 4," ucap wanita yang menghampiriku.
"Oh, oke. Terima kasih," balasku dan aku langsung melangkahkan kakiku ke lantai 4.
Masuk ke dalam perusahaan atau agensi ini tidak mudah, dibutuhkan pengalaman yang banyak dan tahap wawancara yang banyak sekali. Aku sudah berusaha masuk ke perusahaan ini sejak aku lulus tapi baru masuk beberapa tahun kemudian. Meskipun sewaktu aku lulus aku tidak terlalu berusaha tapi akhirnya di sinilah aku.
Aku masuk ke dalam lift dan menekan tombol nomor 4. Pintu lift ditutup dan aku pun langsung melihat bayangan diriku sendiri. Karena itu aku langsung membenarkan pakaianku. Hari ini aku memakai baju serba putih karena putih adalah warna kesukaanku. Polos, dan jernih. Tetapi aku memakai tas kecil selendang berwarna hitam.
Begitu pintu lift ini dibuka, mataku langsung teralih kepada sosok lelaki yang tinggi di depanku. Pakaiannya terlihat mahal dan terlihat kaca mata hitam itu lelaki itu mungkin adalah salah satu aktor atau idol di sini.
Lelaki itu menatapku dengan lama. Bahkan dia sampai menghalangiku. Tubuhnya yang besar dan matanya yang tertutup itu membuat aura yang keluar dari dirinya terasa menakutkan.
"Permisi," ujarku. Aku melangkahkan kakiku di arahnya dan menabrak bahunya karena ia tidak menyingkir juga.
Bahunya terbawa oleh angin yang membuat tubuhnya berputar 90 derajat. Dia kenapa? Dalam hatiku bersuara.
Setelah melewatinya, aku merasakan hawa yang tidak asing di dalam diriku dan sekilas tadi aku melihat matanya. Dia terlihat shock melihatku.
Tapi aku menghiraukannya. Untuk apa aku bertanya tentang ekspresinya terhadapku? Mungkin dia adalah salah satu orang yang mengenalku di masa lalu. Sejak kejadian itu, banyak orang yang mengenalku jadi aku tidak terlalu mempedulikan orang-orang menatapku bagaimana.
Aku pun melanjutkan kakiku ke depan dan mencari Pak Jin. Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku.
"Bu Payne?" aku menoleh.
"Saya Jin Young, ketua tim pemasaran di sini," jedanya. Ia terlihat seperti sudah berumur 40 ke atas dan terlihat ramah. Ia lalu melangkahkan kakinya ke arah meja yang kosong. "Ini meja barumu, sudah dibersihkan. Tenang saja," candanya. Aku terkekeh dan tersenyum.
"Baik, Pak. Terima kasih," ujarku sambil membungkukkan badanku tanda terima kasih.
"Dan itu adalah Bu Seo, disebelahnya ada Pak Kang dan..." ia mengantung kalimatnya.
Kemudian seseorang datang, ia lelaki yang masih terlihat muda. Ia datang dengan dua gelas kopi instan di tangannya.
Pak Jin mengambil salah satu gelas itu dan meminumnya. "Ah, terima kasih. Dan ini adalah partner-mu yang akan membantumu di sini, Pak Cha."
Aku kembali membungkuk, "Mohon kerja samanya!" ucapku dengan semangat.
Semua orang yang melihatku tersenyum. "Ya, begitulah anak baru memang sudah seharusnya semangat. Simpanlah semangatmu, dan mulailah bekerja," ujar Pak Kang. Dia terlihat lesu di pagi hari menjelang siang ini.
"Ya, pak!" aku menarik kursi di mejaku dan mendudukinya.
Aku menyalakan komputernya. Di sinilah semuanya akan di mulai. Aku melihat catatan kecil di sebelah tanganku, ternyata nama akunku untuk masuk ke komputer ini. Aku melirik ke Pak Cha dan mengacungkan ibu jariku.
"Bu Payne, aku akan mengirim email tentang tugas pertamamu. Kupikir itu cukup mudah, jadi aku bisa mengandalkanmu, kan?" ujar Pak Cha.
"Tentu saja." Aku tersenyum.
Tugas yang dianggap Pak Cha mudah mungkin tidak akan semudah yang kupikirkan. Aku membuka email itu dan isi email itu tidak lain adalah daftar brand product yang harus kudatangi satu persatu untuk mengkonfirmasi dan menandatangani kontrak dengan mereka.
Aku menghela napas. Apa ini yang kudapat untuk tugas pertamaku? Langsung kerja di lapangan?
Aku menutup mataku sejenak. Aku tidak terlalu pandai kalau berhubungan dengan kerja langsung seperti ini karena traumaku bisa semakin parah.
"Bu Payne? Apa kau tidak akan mengerjakan tugasmu?" tanya Pak Cha.
Aku membuka mataku dan langsung berdiri. "Eh? Ya, Pak. Aku akan... -langsung.." Pak Cha langsung menunjukkan jarinya ke arah lift agar aku cepat mengerjakan tugasnya.
"Baiklah," ujarku dan melangkahkan kakiku ke lift.
~~~
Hari sudah hampir gelap dan ini sudah ke-4 perusahaan yang harus kudatangi dari 10 perusahaan. Kalau dipikir-pikir, aku melakukan ini semua cukup cepat.
"Ada yang bisa kubantu?" ujar karyawan yang bekerja di meja informasi.
"Ah, ya. Aku ingin bertemu dengan Pak Namjoong, CEO dari perusahaan ini." Aku memberikan janji pertemuannya.
Dia mengangguk dan memberikanku arah ke orang yang kucari.
"Pak Namjoong sedang ada di tempat pemotretan karena ada artist penting yang menjadi brand ambasador kami. Jadi, beliau ingin mengawasinya dengan kedua matanya sendiri," jelasnya. Aku yang mengikuti langkah cepatnya di belakang hanya bisa meng'iya'kannya dan mengangguk.
Dia membukakan pintu untukku. "Kau bisa mencarinya sendiri di ruangan ini," ujarnya lalu tersenyum kepadaku dan pergi meninggalkanku sendiri.
Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam ruang yang disebut ruang pemotretan itu. Situasinya tidak seperti sedang ada pemotretan karena terlihat sangat sepi. Apa sesi pemotretannya sudah selesai?
Kakiku melangkah lebih masuk lagi dan mataku menjelajahi tempat ini dengan lebih teliti lagi.
"Kita bertemu lagi rupanya," ucap seseorang. Kepalaku langsung menoleh ke sumber suara itu muncul yang tepatnya ada di belakangku.
Begitu aku memutarkan badanku, aku bisa melihat kaca mata hitam itu lagi. Dia, si kaca mata hitam dan baju mahal itu yang menghalangiku di lift.
"Miranda." dia melanjutkan kalimatnya dengan memanggil namaku lalu melepas kaca mata hitamnya.
Wajah itu...
Aku pernah melihatnya.
"Kau tidak ingat? Ini aku, Raymond."
~~~
Words: 1076
~~~
Hayo, Raymond siapaa? Ada yang penasaran ngga sih? Wkwkw apa gue doang? Yasudahlah, ohya ini sumpah ngasal bgt tim pemasaran. Gue aja gatau apa aja kerjanya. Tapi yaudah lahya, ikuti saja alurnya~
March 20, 2019
Indonesia.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro