Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7. Post Card

Hai hai hai!

Seperti biasa, absen hadir dulu sebelum ketemu Eijiiiiii

*****

Usai penampilan ASPIRE BAND digelar, Aeris mencoba untuk keluar dari kerumunan. Dia sudah tidak peduli dengan acara selanjutnya, dan memilih untuk mencari sosok yang mencuri perhatiannya sejak tadi dengan sebuah post card di tangannya. Bak orang yang terhipnotis, Aeris terlihat seperti orang linglung yang tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Perempuan itu hanya terus berjalan, membelah kerumunan, dan tak peduli dengan Dania yang masih asyik di tempatnya.

Beberapa saat kemudian, setelah berdesakan dengan kerumunan orang-orang, Aeris mematri langkahnya untuk menuju belakang panggung sana. Dari kejauhan, dia bisa melihat Reiji bersama dengan anggota band lainnya yang terlihat kelelahan menuju ke balik panggung sana. Tanpa banyak pikir, dia pun mempercepat langkahnya untuk mengikis jaraknya dengan laki-laki itu. 

"KAMBING!"

Seperti sebuah magnet, suara itu kontan membuat Reiji menghentikan langkahnya. Dia pun menoleh, dan menatap kedatangan Aeris dengan bingung. Kaos putihnya yang lepek oleh keringat itu memberikan tanda bahwa dia telah menghabiskan banyak energi saat tampil di panggung tadi. Rambutnya yang basah oleh keringan itu pun dia usap ke belakang, sambil berucap, "Hei!"

Aeris berhenti setelah sampai di hadapan Reiji dan hanya menyisakan dua langkah saja. Entah mengapa, suasana di antara keduanya mendadak terasa awkward. Entahlah, mungkin setelah ini, Aeris akan menyesali perbuatannya karena bersikap konyol dan tidak jelas di hadapan Reiji kali ini.

Dasar gadis bodoh! Mau apa kau ke sini?

Kira-kira seperti itu suara hati milik Aeris yang memaki dirinya sendiri.

"Ada apa?" Reiji bersuara lagi.

Aeris gelagapan. Tanpa mengucapkan sepatah kata terlebih dahulu, dia kembali melangkah satu kali. Belum cukup sampai di sana, dia memberikan selembar post card dari tangannya kepada Reiji. Bahkan saat laki-laki itu hanya menaikkan satu alis sambil menatap post card itu, Aeris dengan sedikit paksaan meminta laki-laki itu untuk menerima barang darinya tersebut. "Buat lo aja, Kak," ucapnya.

"Karena gue nggak tau mau berterima kasih ke Kakak Pembimbing yang mana, jadi gue kasih ke lo aja karena gue rasa, cuma lo yang banyak interaksi sama gue selama OSPEK," lanjut perempuan itu.

Salah satu kegiatan yang menjadi sebuah tradisi OSPEK di HARNUS UNIVERSITY yakni setiap mahasiswa baru harus memberikan satu post card yang berisi ucapan terima kasih kepada salah satu Kakak Pembimbing yang telah banyak membantu dan membuatnya kagum dengan cara bekerja mereka yang tulus. Dan... ya! Aeris memilih Reiji sebagai sasaran post card ucapan terima kasihnya yang dia tulis sendiri. Meskipun agak asal-asalan.

Reiji berusaha menahan senyum receh di bibirnya lalu menggantinya dengan anggukan singkat saja. Karena sejujurnya, dari sepuluh orang yang memberikan kartu ucapan untuknya, hanya Aeris yang membuatnya sedikit terkejut. Dan... lucu juga, mungkin?

"Thanks," ucap laki-laki itu sambil sedikit mengangkat post card dari Aeris di tangannya. 

Melihat respons Reiji yang sangat biasa saja, tentu membuat Aeris merasa semakin malu. Ah, memangnya, apa yang dia harapkan? "Itu aja sih, Kak. Maaf juga udah bawel selama OSPEK kemarin. Makasih juga bantuannya. Anyway, penampilan lo tadi keren banget," ucapnya sebelum berlari kabur dari hadapan Reiji.

Melihat itu, Reiji hanya geleng-geleng kepala sambil menatap punggung mungil Aeris yang perlahan mulai menjauh dari hadapannya.

"CIEE!! DAPET SURAT CINTA, YA, WOI!"

Yeah, itu sudah pasti kalimat godaan dari si manajer ASPIRE yang paling tengil sendiri.

*****

"AERIS! LO NGAPAIN, SIH, TADI?! AAARRRGGHH!!"

Aeris bangkit dari kasurnya sambil mengacak rambut panjangnya yang sudah berantakan. Selalu saja seperti ini. Dia akan malu dan menyesali tindakan bodohnya beberapa jam setelah momen itu terjadi. Sejak pulang dari kampus tadi, Aeris tidak henti-hentinya berteriak frustrasi dan memaki diri sendiri. Bahkan sampai waktu menunjukkan pukul dua belas malam, bukannya tidur untuk persiapan kuliah besok, dia malah sibuk overthinking karena kejadian tadi. Bagaimana kalau Reiji menertawakan dirinya di belakang? Kemudian menceritakan semuanya kepada teman-teman laki-laki itu?!

Balkon kamar adalah spot paling cocok untuk digunakan di jam-jam rawan overthinking seperti sekarang. Perempuan itu meletakkan kedua tangannya di teralis dengan pandangan lurus ke depan. Ya, tepat di seberang kamarnya sana adalah kamar milik Rinai. Tetangga bermulut ember yang menjadi saingannya sejak dini. Dan sialnya, mereka satu kampus sekarang. Bahkan satu jurusan! 

"Tuh orang stres pasti lagi belajar buat ngalahin gue." Aeris mengibas rambutnya ke belakang sambil terus menggerutu kesal. Rinai selalu ingin berada satu langkah di hadapannya. Tetangganya itu sangat terobsesi untuk lebih unggul darinya. Padahal, Aeris juga tidak seserius itu untuk menandingi Rinai yang sangat ambis. Kalau bukan paksaan dari orang tua, dia juga ogah untuk belajar.

Tidak lama kemudian, setelah Aeris mengatakan itu, pintu kamar Rinai mendadak terbuka. Perempuan itu muncul dengan setelan baju tidurnya. Dari kejauhan, Aeris bisa melihat dengan jelas kalau Rinai melempar senyum meledek ke arahnya.

"ABIS DIMARAHIN, YA?!" Perempuan itu berteriak.

Aeris mencengkeram teralis balkon kamarnya sekuat tenaga untuk melampiaskan emosi kepada Rinai yang sejak kemarin dia tahan mati-matian. "DASAR TUKANG CEPU! TAKUT KALAH SAING, YA, LO?!" balasnya.

"MANA PERNAH GUE KALAH SAING DARI LO?!"

"ORANG GILA!" balas Aeris lagi. "DASAR RINAI JELEK! MANUSIA STRES GILA PRESTASI! PENGGILA KOMPETISI!"

"BILANG AJA LO KESEL KARENA GUE SELALU MENANG!" Rinai melempar ejekan lagi.

"IDIH, OGAH! DASAR SONGONG! PANTES NGGAK PUNYA TEMEN!" Aeris menjulurkan lidahnya usai mengatakan itu. Tanpa berniat untuk memperpanjang perdebatan mereka, dia pun membalikkan tubuhnya dengan kedua tangan yang menutup telinga. Samar-samar, Aeris masih bisa mendengar ocehan Rinai di seberang sana. Namun, Aeris memilih bungkam dan buru-buru masuk kembali ke dalam kamarnya.

Apakah dia harus pindah planet agar tidak berurusan dengan tupai pemakan rongsokan itu?!

*****

"Abang senyum-senyum sendiri dari tadi. Ael jadi takut." 

Reiji sontak tersadar dari lamunannya dan berpura-pura memfokuskan diri ke arah buku LKS milik Rafael yang terbuka lebar di hadapannya. Hari ini, dia tidak ada jadwal ke kelas. Jadi, untuk mengisi kekosongan waktunya, Reiji memilih untuk pulang ke rumah karena sudah merindukan sang adik. 

"Keinget momen lucu aja, Ael," balas Reiji dengan kekehan kecilnya kepada Rafael yang duduk di sebelahnya. Keduanya kini tengah berada di ruang tamu. Sepulang sekolah, Rafael memintanya untuk membantu mengerjakan PR yang diberikan guru.

Rafael mengangguk-anggukkan kepalanya polos setelah mendengar jawaban dari Reiji. Dia pun kembali melanjutkan aktivitas menulisnya yang sempat tertunda. Namun, di tengah-tengah keseriusannya dalam mengerjakan soal-soal di LKSnya, ada satu hal yang membuatnya sedikit kesulitan. Hingga akhirnya, Rafael pun memutuskan untuk bertanya kepada sang kakak. Tetapi, lagi dan lago, dia mendapati wajah cengar-cengir sang kakak dan tatapan kosong ke arah lain.

"Lagi jatuh cinta, ya, Bang?" Bocah sembilan tahun seperti Rafael tentu sudah tidak asing dengan fenomena seperti ini. Dia merasa ada kejanggalan yang terjadi dalam diri Reiji.

"Ael belum pernah ngelihat abang mesam-mesem aneh kayak gini," lanjut anak itu.

Reiji yang sadar dengan tingkah anehnya beberapa jam belakangan ini pun terlihat memijat pangkal hidungnya sambil geleng-geleng kepala. "Abang lagi stres kayaknya, El," jawabnya tanpa menatap wajah Rafael.

"Kenalin ke Ael aja nanti, Bang. Biar Ael yang seleksi. Cocok apa enggak sama Abang."

Reiji sontak melotot. Bagaimana bisa adiknya yang polos itu berpikir jauh sampai ke sana? Apa yang tidak dia ketahui dari pergaulan sang adik?! "Ael! Fokus belajar!" ucapnya dengan tegas.

Meski sebenarnya Rafael tidak takut dengan Reiji, tetapi bocah itu lebih memilih untuk menuruti perkataan sang kakak. 

Sementara itu, jauh di dalam lubuk hatinya sana, Reiji merutuki dirinya sendiri yang terus memikirkan Aeris tanpa sebab yang pasti. Perempuan itu telah mengacaukan pikirannya beberapa hari ini.

*****

500 komen untuk lanjut guyss!!!

See you

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro