Prolog
Andai saja ia tak datang kembali, tentu semua ini takkan terjadi. Cinta yang lama tersimpan di sudut ruang paling dalam kini muncul di depan mata.
Rosie memandang lurus ke depan. Kakinya bergetar. Langkahnya tertatih. Apa yang baru saja ia lakukan?
Apa yang sedang ia mainkan? Mengapa semua ini berlalu tanpa ia sadari? Dan bagaimana bisa ia kembali merindukan kehangatan lelaki itu? Lelaki yang sesaat lalu beradu pandang dengannya. Lelaki yang datang mendekat dan membelai hangat rambut panjangnya. Lelaki yang pernah singgah dan memberi kenyamanan untuk hati dan hidupnya walau sekejap.
"Kamu tampak jauh berbeda, Ros. Lebih ..."
"Hentikan, Jay ... jangan membuat hatiku kembali rekah."
"Rekah? Maksudmu?"
"Jatuh ... jangan kembali membuatku jatuh cinta lagi ... padamu."
Jayden menatap wanita yang telah lama menghilang dari hidupnya.
"Jatuh cinta?"
Rosie mengangguk pelan.
"Satu hari. Satu hari itu telah mengikat hatiku, Jay. Dan aku tak mau terikat padamu ... yang telah memiliki seorang istri yang baik. Malam itu aku memutuskan untuk mematikan cinta yang baru saja tumbuh di hatiku."
Jayden terdiam mendengar pengakuan Rosie.
Ingatannya kembali ke malam itu. Malam di saat ia bertemu dengan wanita muda yang energik dan penuh percaya diri di sebuah pesta rekan bisnisnya. Pertemuan yang berakhir dengan sebuah kesalahan besar.
Kesalahan yang hadir karena sebuah gairah yang mendidih atas nama cinta. Atau nafsu semata.
Jayden tersentak.
"Bagaimana bisa kamu jatuh cinta saat itu?"
"Jangan tanyakan apa alasan seseorang jatuh hati, Jay."
"Tapi ... kita hanya ..."
"Hanya kamu bilang? Hanya? Sungguh terlalu."
"Rosie ..."
"Cukup, Jayden. Kita berdua tak seharusnya bertemu kembali. Aku pergi." Rosie berbalik badan, menarik napas panjang lalu melangkah.
"Tunggu ..." Jayden menarik tangan Rosie dengan kuat hingga wanita itu nyaris menubruk dadanya.
"Apa yang kamu lakukan, Jay? Sakit. Lepaskan ..."
"Tidak. Sampai kamu menjelaskan satu hal ..."
"Apa yang perlu kujelaskan? Tak ada apa-apa."
"Apa karena itu kamu masih sendiri 4 tahun ini?"
"Itu bukan urusanmu. Tahu apa kamu dengan kesendirianku?"
Jayden menatap Rosie dengan rasa kasihan.
"Ikutlah denganku."
Rosie membelalak. "Ikut?"
"Ya, ikutlah denganku."
Rosie menatap Jayden penuh keraguan. Ia kembali menajamkan telinganya. "Ikut, katamu?" Rosie tertawa.
"Kenapa tidak?"
"Kamu memang lelaki paling aneh yang pernah kutemui. Maaf. Aku harus pergi."
Jayden terdiam. Seperti memikirkan sesuatu.
"Kita akan bertemu lagi. Aku pastikan itu."
"Jay, jangan membuatku jatuh, lagi. Kumohon jangan biarkan rasa itu datang kembali."
Jayden mengangguk. Tangannya meraih kepala Rosie dan membawanya mendekat. Ia mengacak-acak rambut Rosie yang halus.
"Hentikan, Jay. Aku pamit. Sebelum semuanya terlambat."
Tapi ini sudah terlambat, Rosie. Aku terpikat oleh pesonamu. Lagi. Kurasa aku telah jatuh cinta padamu. Rasa yang berbeda. Tak seperti malam itu. Rasa ini ... lebih hidup.
Bunyi dering ponsel menghentak lamunan Jayden.
"Yank ... di mana? Sudah selesai nih."
"Ya, sebentar. Tunggu di lobi samping ya. Baru keluar parkiran," jawab Jay seraya mempercepat langkahnya menuju mobil.
Jaydeb menarik napas panjang. Sesaat lalu ia nyaris lupa memiliki seorang istri yang sedang menunggunya.
Jayden membalik badan. Punggung Rosie menghilang.
Sementara ...
Rosie mengatur degup jantungnya. Kakinya masih bergetar. Kecup di kening masih terasa. Sekali lagi ia jatuh cinta. Jatuh di tempat yang salah. Dan ia takut untuk mengalami kekalahan lagi.
Pertemuan kembali dengan lelaki itu bukanlah sebuah kebetulan semata. Rosie percaya tak ada kebetulan dalam setiap langkahnya. Empat tahun sudah berlalu. Dan ia tak berhasil menghilangkan Jayden dari hatinya. Meski ia mampu berjalan sendiri tanpa bayang-bayang Jay, atau lelaki mana pun, tetap saja ia butuh sandaran.
Dan waktu kesekian yang baru saja berlalu membuatnya luluh. Pertahanannya selama ribuan hari runtuh. Kenyataannya ia masih dan akan selalu mencintai Jayden. Cinta yang salah. Tapi hatinya merasa tak melakukan kesalahan karena cinta itu menyusup tanpa permisi.
Rosie menoleh. Mencari jejak bayangan Jayden yang ia tinggalkan di sudut sana.
Sebuah helaan napas panjang terdengar.
"Kalau kamu memang ditakdirkan untukku, maka empat tahun bukanlah waktu yang sia-sia. Tapi nyatanya ... kamu bukan untukku. Biarlah cinta ini padam dengan sendirinya." Tak terasa Rosie meneteskan air mata pertama setelah sekian lama ia putuskan takkan menangisi lelaki yang telah mencuri hatinya. Seluruhnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro