Scents of Silk
Andaikata boleh meminta, Ramona ingin terbangun di ranjang empuk dengan seprai beraroma mawar, bukan deterjen murahan yang biasa dipakai membersihkan noda-noda senggama para Gadis Kucing. Kalau bisa, ia menginginkan hal-hal baru sesederhana gaun sehari-hari, sisir dan kaca yang tak berkarat. Itu sudah cukup, daripada barang-barang bekas seolah ia hanyalah pelayan di rumah bordil. Padahal berkat gilingan tangannya Mami Montez bisa mendapat keuntungan dua ratus persen lebih besar dibanding sebelum Ramona datang.
Bukankah Sylus juga seorang Elemental? Entah ke mana sang Raja Lama pergi selama beberapa tahun terakhir, tetapi semestinya dia tahu bagaimana Elemental diperlakukan sejak kepergiannya. Bila dia tidak tahu, Ramona dengan senang hati akan menunjukkan.
Cambukan di punggungnya itu adalah salah satu bukti nyata.
Dan, kala terbangun, memang benar Ramona tengkurap di ranjang berseprai sutra. Kasur di bawahnya begitu empuk dan hangat seperti rangkulan kekasih di musim dingin. Namun, ketika gadis itu meregangkan tubuh, sengatan perih di punggung mendorongnya ambruk. Ia melenguh kesakitan, sebab kulitnya terasa seperti diregang paksa. Kenyamanan yang sempat dirasakannya macam cemoohan saat kenyataan menghantam Ramona.
Di mana dirinya? Tidak mungkin ini salah satu ruangan di Cunning Cats. Aromanya terlalu segar dan berkelas bagi rumah bordil yang pengap dan berbau air mani. Dengan punggung berdenyut, Ramona mencoba membiasakan pandangan pada ruangan yang gelap. Cahaya samar dari lilin-lilin di sekujur ruangan menunjukkan bahwa ia telah terlelap di kamar kemewahan; emas memantulkan cahaya dengan lembut dan tirai-tirai berat kelabu gelap melindunginya dari dingin cuaca.
Sekilas kamar itu tampak seperti peristirahatan putri-putri raja, tetapi Ramona sadar ini adalah sangkar mewah. Teralis emas terpancang pada setiap jendela yang terlihat.
"Sudah bangun, hm?"
Sekujur tubuh Ramona merinding. Suaranya begitu dekat. Ia refleks mendorong badannya sekali lagi untuk mencari Sylus, menahan rasa sakit yang menggigit hingga membuatnya pusing.
Jika Sylus menyelamatkannya, mengapa dirinya tidak disembuhkan seperti saat di Garden Gems?
Seolah Sylus mampu membaca pikiran Ramona, pria itu akhirnya menampakkan diri. Keluar dari bayang-bayang yang tak tersentuh kandelir lilin, ia menghampiri tepi ranjang.
"Lukamu terlihat menyakitkan, Sayang." Kedua mata merah Sylus berkilat saat mencondongkan tubuh kepadanya. "Tapi itu bagus untuk kondisimu saat ini."
Darah sang gadis berdesir. Ia menatap Sylus dengan napas memberat. "Tolong sembuhkan aku."
"Mengapa harus?"
Ramona kehilangan satu detak jantungnya. "Karena ... karena ini menyakitkan." Ia tidak percaya harus mengatakan ini. Ia bertelanjang dada. Punggungnya terekspos jelas dan sudah pasti Sylus mampu melihat setiap bekas cambukan yang membuka luka baru. Apalagi Mami Montez sempat mencambuk kulitnya saat masih mengembangkan sulur. Barangkali ada lubang menjijikkan di kulitnya, atau luka separuh menutup yang tak sempurna.
"Menyakitkan, bukan?" Sylus menyapukan jarinya di tepi punggung Ramona, mengirimkan sengatan geli dan pemantik nyeri sekaligus. Ramona mendesah menahan sakit. "Hanya karena Elemental lebih kuat, bukan berarti mereka imun, benar?"
Ucapan Sylus sarat akan sarkasme yang menyindir. Ramona seketika tahu apa yang dimaksud. Debu Perak racikannya ternyata memang memengaruhi Sylus.
"Aku tidak ingin menyakitimu," akunya. Ia mulai terisak. "Tapi Mami mengancam. Jika aku tidak melakukannya, aku akan mati."
"Dan apa yang membuatmu berpikir kau bisa membunuhku, dan aku takkan balas membunuhmu?"
Ramona merinding. Tidak kuat menopang tubuhnya dengan satu siku, gadis itu kembali merebah pada dada. Air mata pertama bergulir ke bantal bersarung sutra di bawahnya. "Aku sudah memperhitungkannya," ujarnya lirih. "Aku berusaha meracik yang tidak cukup untuk membuatmu kesakitan. Lagi pula kau terlihat sangat kuat, dan ...."
Ucapan Ramona terputus saat Sylus menarik dagu untuk menatapnya.
"Entah kau meremehkanku atau tidak, Ramona, tetapi inikah caramu berterima kasih?"
Pria itu sudah tahu namanya. Gelenyar ketakutan membuat air mata sang gadis menetes lagi. "Sylus, aku ...."
"Katakan."
Ramona menggigit bibir. "Andai kau tahu, sekali pun aku tidak pernah meragukanmu. Tapi aku lama terperangkap di rumah bordil itu, dan aku hanya ingin menginginkan kebebasan dari sana."
Alih-alih marah, Sylus justru terkekeh pelan. Suaranya dalam dan membuat sang gadis merinding. "Kau bilang mau menyerahkan diri kepadaku," katanya lambat-lambat, tangannya lepas dari dagu sang gadis. "Apa yang membuatmu yakin kau tidak akan membebaskan diri dariku suatu saat nanti, Ramona?"
Ia sudah yakin pertanyaan itu bakal muncul. Ramona berusaha untuk duduk. Rambut hitamnya jatuh lemas dengan semrawut di pundaknya, tak sampai menutupi buah dada yang tampak di mata pria itu. Ia tak peduli, barangkali karena sudah tinggal di rumah bordil juga walau tak pernah bermain.
"Sudah lama aku menginginkanmu kembali," katanya sungguh-sungguh, di antara desisan menahan denyut perih. "Dan aku tidak akan lari darimu, sebab kau Elemental sepertiku."
"Lantas apa yang membuatmu yakin aku akan berbuat baik hanya karena kita sama-sama Elemental?"
Mata Ramona membulat. Tenggorokannya tercekat dan tak ada kata-kata yang bisa diucapkan. Benar juga. Yakin bahwa Sylus tidak bakal menjahatinya? Siapa yang bisa menjamin itu? Hanya karena sang Raja Lama menyembuhkan rasa sakitnya di pertemuan pertama mereka, bukan berarti hal sama terjadi lagi, bukan?
Ini Kota Malam, Ramona! Dan Sylus adalah orang yang ditakuti oleh Dox si Raja Baru!
Apa yang kauharapkan?
"Kalau begitu," kata Ramona cepat, "karena aku menyerahkan diri kepadamu, maka aku akan melakukan apa pun yang kau mau. Dan ... dan aku mengharap belas kasihmu."
Senyum mencemooh menghias bibir sang pria. "Sayang sekali," ujarnya. "Kau seorang Elemental, tetapi mentalmu seperti seorang budak."
Kata-kata Sylus meremas hatinya dengan cukup menyakitkan. Saat Ramona dibuat terbengong-bengong, Sylus meletakkan sebuah botol ramuan kecil di nakas ranjang. "Itu semestinya cukup untuk meredakan nyeri. Urusi dirimu sendiri."
Tanpa menunggu respons, Sylus beranjak keluar kamar.
Ramuan yang Sylus berikan memang efektif meredam nyeri, tetapi luka-lukanya masih basah. Ramona meringis kala melihat pantulan badannya di cermin sandar. Ia merasa tidak pantas berkaca di depan cermin dengan pigura bersepuh emas. Lukanya melintang panjang, memerah dan melepuh. Kulit yang dulu mulus kini penuh garis-garis kasar, timbul maupun berkerut, kering maupun basah. Tanpa ramuan Sylus, tarikan pada luka-luka itu sesakit mencerabut kulit dari lapisan daging.
Ramona menghela napas. Ia memutuskan untuk mencelupkan kaki pada air hangat. Sesungguhnya, rasanya juga tidak patut berendam di bak marmer berkaki rumit. Ia memeluk lutut, merenungi jendela-jendela tinggi yang mencapai langit-langit, tetapi dikunci oleh teralis-teralis emas. Tirai tipis menjuntai dari ketinggian, meliuk lembut acap kali udara tengah malam berembus dari lubang angin, bak mengejek dirinya.
Mentalmu seperti seorang budak. Ucapan Sylus terngiang-ngiang begitu kuat hingga kedua mata gelap Ramona kembali tersengat. Air mata memenuhi pelupuk.
Bagaimana tidak berpikir seperti budak, jika tubuhnya dicambuk sesuka hati Mami Montez seolah Ramona adalah barang belian? Dibeli saja tidak. Lima tahun yang lalu, Mami Montez menjelma sebagai malaikat penyelamat di ambang kehidupan Ramona, hanya untuk menyeret gadis itu ke Kota Malam yang terkutuk. Tiada siang, tiada kejayaan. Adanya menggiling narkoba tanpa dibayar dan cambukan-cambukan. Setidaknya Gadis-gadis Kucing keparat itu jauh lebih beruntung; mereka dibeli Mami Montez, dihujani ciuman-ciuman bau tembakau dan dipuja lelaki berduit, kadang-kadang diberi hadiah.
Sebenarnya, kadang-kadang Ramona iri. Tapi harapan bahwa Sylus suatu saat akan kembali, bahwa Elemental bisa berjaya lagi di Kota Malam laiknya kota-kota lain, Ramona bertekad untuk mempertahankan satu-satunya barang berharga yang ia miliki.
Walau sepertinya percuma juga. Keperawanan bukan komoditas di Kota Malam. Meski kepuasan untuk memerawani gadis mampu meningkatkan ego para pria jahanam, kepuasan yang diberikan wanita-wanita lihailah yang dihargai mahal.
Atau, setidaknya ituyang Mami Montez ajarkan kepadanya. Dan, begitulah, Ramona pun mencari caralain agar bisa bertahan hidup di Kota Malam, walau dengan menjadi budak.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro